Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Clostridium Difficile Colitis general_alomedika 2021-06-25T08:28:46+07:00 2021-06-25T08:28:46+07:00
Clostridium Difficile Colitis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Pendahuluan Clostridium Difficile Colitis

Oleh :
dr. Audrey Amily
Share To Social Media:

Clostridium difficile colitis atau yang dikenal juga sebagai Clostridioides difficile colitis adalah kondisi peradangan pada kolon yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium difficile sehingga menyebabkan terjadinya diare akut dan gejala gastrointestinal lainnya. Pada tahun 2016 Clostridium difficile ini berubah nama menjadi Clostridioides difficile, namun hingga saat ini masih dikenal sebagai Clostridium difficile. Infeksi bakteri ini merupakan penyebab utama dari diare nosokomial di seluruh dunia.[1-3]

Clostridium difficile merupakan bakteri penghasil spora, gram positif, anaerob, yang dapat memproduksi toksin, yaitu enterotoksin A (toksin A) dan sitotoksin B (toksin B). Transmisi dari infeksi ini terjadi secara fekal-oral dengan menelan spora dari C. difficile. Clostridiosis memiliki manifestasi klinis yang bervariasi, mulai dari asimtomatik (karier), diare derajat ringan-sedang, hingga kolitis fulminan yang dapat mengancam nyawa.[1,2]

shutterstock_1431239777-min (1)

Terdapat dua faktor risiko utama terjadinya infeksi ini, yaitu penggunaan antibiotik jangka panjang dan paparan terhadap bakteri C. difficile. Selain itu, risiko infeksi juga lebih besar pada lansia dan pasien dengan riwayat rawat inap yang sering atau lama. Faktor risiko lainnya berupa kondisi komorbid seperti inflammatory bowel disease, riwayat pembedahan saluran pencernaan, kanker, gagal ginjal kronis, dan penggunaan imunosupresan.[1-3]

Diagnosis Clostridium difficile colitis dapat diperkirakan pada pasien yang mengalami diare dan sedang dalam pengobatan antibiotik selama 3 bulan terakhir, baru saja menjalani rawat inap di rumah sakit, dan/atau mengalami diare dalam 48 jam atau lebih saat sedang dirawat inap di rumah sakit. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan mengkombinasikan dua jenis pemeriksaan. Pemeriksaan pertama disarankan yang memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi, misalnya Glutamate Dehydrogenase (GHD) dengan metode Enzyme Immunoassay (EIA) atau Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Sedangkan pemeriksaan kedua disarankan yang memiliki nilai prediksi positif yang tinggi, yaitu pemeriksaan toksin A/B pada feses dengan metode EIA.[1,2,4]

Penatalaksanaan infeksi Clostridium difficile mencakup berbagai aspek, mulai dari penghentian penggunaan antibiotik, melakukan isolasi terhadap pasien, dan memberikan terapi antibiotik sesuai dengan derajat beratnya infeksi. Pasien clostridiosis yang asimptomatik tidak perlu untuk diberikan tatalaksana. Metronidazole per oral menjadi antibiotik lini pertama pada clostridiosis derajat ringan-sedang. Vancomycin menjadi lini pertama pada clostridiosis derajat berat. Namun,sediaan oral obat ini tidak tersedia di Indonesia.

Pada tahun 2017, Infectious Diseases Society of America (IDSA) mengeluarkan pedoman terbaru tentang tatalaksana infeksi C. difficile. Pada pedoman ini disebutkan bahwa Vancomycin atau Fidaxomicin per oral lebih direkomendasikan sebagai terapi awal infeksi C. difficile daripada metronidazole. Namun, apabila ketersediaan vancomycin atau fidaxomycin terbatas dan sulit untuk diperoleh, IDSA merekomendasikan untuk menggunakan metronidazole sebagai tatalaksana infeksi C. difficile derajat ringan. Pada pedoman ini juga tidak disarankan penggunaan jangka panjang metronidazole atau berulang kali, mengingat risiko neurotoksisitas (strong recommendation, moderate quality of evidence). Vancomycin per oral tidak tersedia secara luas di Indonesia, sehingga metronidazole tetap menjadi antibiotik lini pertama.[1-3,5]

Referensi

1. Ofosu A. Clostridium difficile infection: a review of current and emerging therapies. Annals of Gastroenterology. 2016; 29: 147-154
2. Czepiel J, Drozdz M, Pituch H, Kuijper E, Perucki W, Mielimonka A, et al. Clostridium difficile infection: review. European Journal of Clinical Microbiology & Infectious Disease. 2019; 38:1211-1221
3. Surawicz C, Brandt L, Binion D, Ananthakrishnan A, Curry S, Gilligan P, et al. Guidelines for Diagnosis, Treatment, and Prevention of Clostridium difficile Infections. American Journal of Gastroenterology. 2013; 108(4): 478-498
4. Akoghlanian G, Lakshmi S. The difficile in Clostridium difficile infection. International Journal of Infectious Disease. 2018; 77:14-15
5. KM Pradeep. Clostridium Difficile. Statpearls. 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431054/

Patofisiologi Clostridium Diffic...
Diskusi Terbaru
dr.Dizi Bellari Putri
Hari ini, 17:16
Cara Memberi Obat Sirup pada Anak - Video ALOMEDIKA
Oleh: dr.Dizi Bellari Putri
1 Balasan
ALO Dokter! Tahukah Dok, pemberian obat sirup menggunakan sendok memiliki risiko dosis yang diberi menjadi tidak akurat? Pemberiannya juga rawan tumpah...
Anonymous
Hari ini, 12:50
Perlukah injeksi TT pada ibu hamil trimester ketiga jika sudah pernah dilakukan saat menikah?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, perlukah injeksi TT pada ibu hamil trimester ketiga jika sudah pernah dilakukan injeksi TT sekitar 1,5 tahun yang lalu saat pasien menikah....
Anonymous
Hari ini, 12:47
Skrining streptococcus beta hemoloticus pada ibu hamil trimester ketiga
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dok, perlukah skrining streptococcus Beta hemoloticus pada ibu hamil trimester ketiga di atas 36 Minggu? Jika bakteri positif, kapan diberi antibiotik?...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.