Etiologi Dry Eye Syndrome
Berdasarkan etiologi dry eye syndrome (DES) dapat dibedakan menjadi 2 subtipe, yakni dry eye syndrome akibat defisiensi aqueous dan evaporatif. [1]
Defisiensi Aqueous
Kelompok defisiensi aqueous dibagi menjadi dry eye Sjogren syndrome (primer dan sekunder) dan non Sjogren syndrome. [1] Dry eye Sjogren syndrome (SS) merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan infiltrasi limfosit ke kelenjar lakrimal dan juga kelenjar ludah, sehingga menimbulkan manifestasi dry eye syndrome dan mulut kering. Dry eye SS sekunder dapat disebabkan karena beberapa penyakit berikut:
- Rheumatoid arthritis
- Lupus eritematosus sistemik
- Skleroderma
- Polyarteritis nodosa
- Tiroiditis Hashimoto
- Idiopathic thrombocytopenic purpura
- Nefritis interstisial [9,10]
Dry eye defisiensi aqueous non SS dapat disebabkan karena penyebab berikut:
- Insufisiensi kelenjar lakrimal
- Obstruksi duktus lakrimal
- Alakrimal kongenital (sindrom Riley-Day)
- Refleks hiposekresi
- Penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, beta blocker, atropin, kontrasepsi oral, diuretik, antidepresan, isotretinoin, dan bahan pengawet pada obat tetes mata [8,10]
Evaporatif
Dry eye evaporatif dapat disebabkan oleh meibomian gland dysfunction (MGD), gangguan penutupan kelopak mata, frekuensi berkedip yang rendah, defisiensi vitamin A, reaksi obat (isotretinoin), dan kelainan permukaan mata (misalnya akibat alergi). [8,10]
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko dry eye syndrome antara lain:
- Pertambahan usia
- Jenis kelamin perempuan
- Defisiensi vitamin A
- Penyakit vaskular kolagen
- Riwayat bedah refraktif kornea
- Riwayat radiasi
- Hepatitis C
- Insufisiensi hormon androgen
- Penggunaan terapi estrogen
- Penggunaan antihistamin [11]
Faktor risiko lainnya yang juga berhubungan dengan dry eye syndrome adalah kurangnya kelembapan udara lingkungan, paparan terhadap asap dan debu, penggunaan lensa kontak, perubahan pada konjungtiva (pterygium, pinguecula), menatap terus menerus sehingga kurang berkedip (misalnya saat menonton televisi atau membaca), penggunaan tetes mata yang mengandung bahan pengawet, diabetes mellitus, infeksi HIV, dan penyakit autoimun sistemik. [5,7]