Prognosis Gastroesophageal Reflux Bayi
Gastroesophageal reflux bayi memiliki prognosis yang baik karena mayoritas kasus mengalami resolusi pada usia 12 bulan. Potensi komplikasi dari gastroesophageal reflux adalah esofagitis, Barrett's esophagus, dan gagal tumbuh.[2,8,15]
Komplikasi
Regurgitasi yang parah berkaitan dengan kehilangan kalori, sehingga jika berkelanjutan dapat menyebabkan gagal tumbuh. Refluks yang terjadi di malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur pada bayi.
Selain itu, gastroesophageal reflux juga dapat menyebabkan esofagitis yang bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, ataupun anemia defisiensi besi. Esofagitis yang berkelanjutan dapat menyebabkan striktur esofagus, pemendekan esofagus, displasia mukosa esofagus, dan Barret’s esophagus.
Komplikasi saluran napas yang dapat terjadi adalah laringitis, sinusitis, bronkitis obstruktif, pneumonia aspirasi, hingga apnea obstruktif akibat stimulasi kemoreseptor laring oleh cairan asam yang dapat mengancam jiwa. Otitis media berulang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami gastroesophageal reflux. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan tuli konduktif.
Gastroesophageal reflux pada bayi juga dapat mengganggu kesehatan rongga mulut, menyebabkan karies gigi, erosi gigi, dan lesi mukosa mulut. Lingkungan rongga mulut yang asam akibat gastroesophageal reflux dapat memicu pertumbuhan berlebih Streptococcus asidofilik mutan dan Candida albicans.[8]
Prognosis
95% bayi yang menderita gastroesophageal reflux akan mengalami resolusi di usia 12 bulan. 80% pasien dilaporkan sembuh di usia 18 bulan, dan 55% sembuh di usia 10 bulan. Gejala yang menetap di usia lebih dari 18 bulan perlu diperhatikan dan diinvestigasi lebih lanjut apakah berkaitan dengan komplikasi atau kondisi lain.
Pada bayi dengan kelainan perkembangan saraf seperti cerebral palsy, Down syndrome, dan sindrom kongenital lain yang berkaitan dengan terhambatnya perkembangan, prevalensi gastroesophageal reflux lebih tinggi. Pada kondisi khusus tersebut, terapi farmakologis dapat dipertimbangkan. Bayi yang memiliki disfungsi neurologis, terutama pada kemampuan menelan di usia 4-6 bulan, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan jangka panjang.[2,15]