Pendahuluan Down Syndrome
Down syndrome, dikenal juga sebagai trisomi 21, merupakan penyakit genetik yang paling umum diketahui yang menyebabkan gangguan intelektual dan pertumbuhan. Penyakit ini umumnya ditandai oleh gangguan pertumbuhan, intelligence quotient (IQ) di bawah rata-rata, dan karakteristik wajah yang khas, misalnya berupa ukuran kepala yang kecil dan bagian belakang kepala mendatar, serta tangan yang pendek dan lebar.
Down syndrome merupakan aneuploidi yang paling sering ditemukan, di mana angka prevalensi secara global bervariasi 1 per 400-1500 kelahiran. Insidensi kelahiran bayi dengan Down syndrome meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu saat hamil. Kelainan genetik pada Down syndrome menyebabkan disabilitas intelektual dan meningkatnya risiko beberapa penyakit seperti gangguan jantung, gangguan saluran pernapasan, gangguan hematologi, gangguan sistem indera, dan kelainan sendi. Pada Down syndrome, terjadi trisomi kromosom 21 pada sebagian atau seluruh sel dalam tubuh yang menyebabkan ekspresi berlebih gen tersebut.[1]
Skrining Down syndrome dapat dilakukan pada masa prenatal melalui kombinasi ultrasonografi dan pemeriksaan marker tertentu dalam serum maternal. Diagnosis Down syndrome dapat dilakukan di masa prenatal melalui prosedur amniosentesis di trimester kedua kehamilan atau pengambilan sampel vilus korion pada trimester pertama, serta pemeriksaan noninvasif seperti tes DNA janin cell-free yang diisolasi dari darah ibu.
Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki disabilitas intelektual pada penderita Down syndrome. Penatalaksanaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan meningkatkan usia harapan hidup. Penatalaksanaan umumnya meliputi konseling genetik, fisioterapi, medikamentosa untuk penyakit komorbid, serta pembedahan untuk menangani gangguan spesifik seperti penyakit jantung bawaan, katarak, dan sleep apnea.[2]