Penatalaksanaan Hepatitis B
Hepatitis B akut memiliki penatalaksanaan yang berbeda dengan hepatitis B kronik.
Penatalaksanaan Hepatitis B Akut
Beristirahat di rumah. Perawatan di rumah sakit hanya diperlukan apabila pasien merasa sangat sakit dan tidak memungkinkan untuk menjalani perawatan di rumah (misalnya tidak ada yang merawat di rumah). Apabila pereda nyeri atau demam diperlukan, pilihan obat yang dapat diberikan antara lain:
-
Parasetamol tablet
- dewasa: 500-1000 mg tiap 4-6 jam; dosis maksimal 4 gram/hari
- anak-anak: 10-15 mg/kg/kali pemberian, maksimal 4 kali pemberian per hari)
- Jika bilirubin serum > 300 µmol/L (17,5 mg/dL) atau waktu protrombin lebih dari 3 detik, kurangi dosis pemberian parasetamol menjadi hanya 2-3 kali pemberian saja per hari.
Jika pasien memerlukan obat muntah, pilihan obat yang dapat diberikan adalah metoklopramid 500 µg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis (durasi pemberian maksimal 5 hari). Hindari pemberian metoklopramid pada anak-anak mengingat risiko terjadinya efek ekstrapiramidal yang lebih besar pada kelompok anak-anak.
Untuk mengurangi rasa gatal, pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain:
- Upayakan berada selalu di ruangan yang sejuk dan berventilasi baik
- Kenakan pakaian yang longgar
- Hindari mandi dengan air panas
-
Klorfenamin
- Dewasa: 4 mg tiap 4-6 jam, maksimal 24 mg per hari
- Anak-anak: 2-4 mg tiap 4-6 jam, maksimal 24 mg per hari) dapat diberikan pada malam hari jika tidak terdapat kerusakan hati yang berat
Pada semua pasien hepatitis B akut, semua jenis obat yang dikonsumsi pasien, termasuk obat herbal, jamu-jamuan, vitamin, suplemen harus ditelaah dan dipastikan tidak merusak fungsi sel hati.[14–16]
Penatalaksanaan Hepatitis B Kronik
Penatalaksanaan hepatitis B kronik dapat menggunakan regimen berbasis nukleosida ataupun terapi interferon.
Indikasi Terapi
Bukti level 1, rekomendasi kuat:
- Semua pasien hepatitis B kronik HBeAg positif atau negatif, ditandai oleh HBV DNA > 2000 IU/ml dan/atau fibrosis hati maupun nekroinflamasi hati derajat sedang
- Pasien dengan sirosis kompensata atau dekompensata, pada kadar HBV DNA berapa saja, tanpa memandang kadar ALT harus mendapat terapi
Bukti level 2 rekomendasi lemah:
- Pasien dengan hepatitis B kronik HBeAg-positif, ditandai dengan ALT normal yang persisten dan kadar HBV DNA yang tinggi, boleh mendapat terapi jika berusia lebih dari 30 tahun tanpa mempertimbangkan derajat keparahan lesi histologi sel hati
Bukti level 2 rekomendasi kuat:
- Pasien dengan HBV DNA > 20000 IU/ml dan ALT > 2 kali batas atas normal (BAN) harus mendapat terapi tanpa mempertimbangkan derajat fibrosis
Bukti level 3 rekomendasi lemah:
- Pasien dengan hepatitis B kronik HBeAg positif maupun negatif dan riwayat KHS, atau sirosis, atau manifestasi hepatitis ekstrahepatik boleh mendapat terapi walaupun indikasi terapi utama belum terpenuhi[14]
Pasien yang bukan merupakan kandidat untuk menjalani terapi harus mendapat tindak lanjut berkala berupa pemeriksaan ALT dan kadar HBV DNA serta penentuan derajat fibrosis hati menggunakan marka non-invasif dengan rekomendasi sebagai berikut:
- Pasien dengan hepatitis B kronik HBeAg positif berusia < 30 tahun dan tidak memenuhi kriteria indikasi terapi harus mendapat tindak lanjut berupa pemeriksaan ALT tiap 3 bulan, HBV DNA tiap 6-12 bulan, dan penilaian derajat fibrosis tiap 12 bulan.
- Pasien dengan hepatitis B kronik HBeAg negatif dan kadar HBV DNA serum < 2000 IU/ml yang tidak memenuhi indikasi terapi perlu mendapat tindak lanjut tiap 6-12 bulan.
- Pasien dengan hepatitis B kronik HBeAg negatif dan kadar HBV DNA serum ≥ 2000 IU/ml yang tidak memenuhi indikasi terapi perlu mendapat tindak lanjut tiap 3 bulan dalam 1 tahun pertama dan tiap 6 bulan setelahnya.
Strategi pengobatan hepatitis B kronik mutakhir memiliki dua tipe yaitu:
- Terapi berbasis nukleosida analog dengan menggunakan lamivudin, telbivudin, adefovir, tenofovir, dan entecavir
- Terapi berbasis interferon atau, versi terbarunya, PegIFNα
Pemantauan respons terhadap terapi hepatitis B kronik terbagi atas respons virologi, serologi, biokimia, dan histologi.
Terapi Analog Nukleosida
Terapi analog nukleosida seperti lamivudine, telmivudine, atau entecavir, dapat dilakukan dalam waktu terbatas atau seumur hidup. Pada prinsipnya, terapi diteruskan sebelum indikasi penghentian terapi tercapai atau timbul kemungkinan resistensi dan kegagalan terapi. Terapi dapat dihentikan apabila pasien hepatitis B dengan HBeAg positif mengalami serokonversi HBeAg dengan HBV DNA yang tidak terdeteksi. Pada pasien dengan HBeAg negatif, terapi golongan analog nukleosida dihentikan apabila HBV DNA terbukti negatif pada 3 pemeriksaan dengan interval 6 bulan.
Pemeriksaan HBV DNA, HBeAg, dan anti-HBe (pada kasus HBeAg positif) serta ALT dilakukan tiap 3-6 bulan sekali. Respons virologi pada terapi analog nukleosida adalah HBV DNA tidak terdeteksi oleh pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR) sensitif dengan batas deteksi 10 IU/ml. Pasien dianggap mengalami kegagalan terapi primer apabila penurunan HBV DNA serum kurang dari 1 log10 setelah 3 bulan pengobatan. Pasien dikatakan memiliki respons virologi parsial apabila penurunan HBV DNA lebih dari 1 log10 IU/ml namun masih terdeteksi selama sekurang-kurangnya 12 bulan masa terapi pada pasien yang patuh pengobatan. Virological breakthrough adalah peningkatan HBV DNA lebih dari 1 log10 IU/ml dibandingkan nilai terendah HBV DNA selama masa terapi. Pada pasien yang telah berhenti konsumsi analog nukleosida, respons virologi dianggap bertahan apabila kadar HBV DNA serum <2000 IU/ml selama 12 bulan pasca pengobatan dihentikan.
Setelah terapi dihentikan, pemeriksaan HBeAg, ALT, dan HBV DNA dilakukan tiap bulan pada 3 bulan pertama kemudian tiap 3 bulan selama 1 tahun untuk mendeteksi apakah terdapat kekambuhan.
Terapi Interferon/PegIFNα
Terapi interferon (Peginterferon alfa-2b) dilakukan dalam waktu terbatas antara 4-12 bulan. Terapi interferon tidak boleh diberikan pada pasien dengan sirosis dekompensata, gangguan psikiatri, dan wanita hamil. Pada pasien dengan HBeAg positif, interferon konvensional diberikan selama 4-6 bulan; namun pada pasien dengan HBeAg negatif, interferon harus diberikan sekurang-kurangnya selama 12 bulan namun apabila terapi yang dipertimbangkan adalah PegIFNα, maka durasi terapi dibatasi selama 48 minggu.
Selama terapi interferon, pemeriksaan darah tepi dilakukan setiap bulan guna menilai efek samping terapi. Pemeriksaan HBV DNA, HBeAg, dan anti-HBe (pada pasien HBeAg positif) serta ALT perlu dilakukan tiap 3-6 bulan sekali.
Respons virologi pada terapi interferon adalah kadar HBV DNA serum <2000 IU/ml yang biasanya diperiksa tiap 6 bulan dan pada akhir masa terapi. Respons virologi dianggap bertahan apabila kadar HBV DNA serum <2000 IU/ml selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah terapi dihentikan. Terapi dapat dihentikan apabila terdapat indikator kegagalan terapi berupa gagalnya penurunan HBV DNA <20000 IU/ml dalam 3 bulan pertama masa terapi pada pasien dengan HBeAg positif. Pasien dengan respons virologi menetap pasca terapi PegIFNα dan risiko KHS yang tinggi tetap perlu mendapat pemantauan risiko KHS walaupun HBsAg telah negatif.