Patofisiologi Hepatitis B
Patofisiologi hepatitis B terdiri dari empat fase, yaitu fase imunotoleran, imunoaktif, serokonversi, dan resolusi.[1,2]
Fase Imunotoleran
Fase imunotoleran ditandai oleh respons imun yang terbatas terhadap virus sehingga hanya terjadi peningkatan minimal aminotransferase serum dan penanda inflamasi sel hati walaupun HBsAg, HBeAg, dan HBV DNA (Hepatitis B Virus Deoxyribonucleic Acid) dalam serum tinggi. Pada fase ini, virus bereplikasi secara aktif, namun kelainan secara histologi masih minimal. [2]
Fase Imunoaktif
Pada fase imunoaktif terjadi fluktuasi kadar HBV DNA dan peningkatan respons sel imun serta kadar aminotransferase dan penanda inflamasi hepatosit. Pada fase ini terjadi respons sel imun bawaan dan didapat terhadap HBV yang berujung pada destruksi hepatosit yang terinfeksi, secara histologi dapat ditemukan aktivitas nekroinflamasi pada sel hati [2]
Fase imunoaktif dapat berlangsung hingga bertahun-tahun jika respons imun tidak cukup kuat untuk membersihkan virus dari tubuh pejamu.
Fase Serokonversi atau Imun Kontrol
Fase ketiga adalah fase serokonversi atau Immune Control ditandai oleh terbentuknya anti-HBe. [4] Probabilitas serokonversi HBeAg semakin meningkat pada individu dengan kadar aminotransferase yang lebih tinggi. [5]
Pada fase serokonversi, terdapat tiga kemungkinan nasib perjalanan penyakit hepatitis B:
- Penurunan replikasi virus disertai penurunan aminotransferase dan kadar HBV DNA yang rendah (hepatitis B inaktif)
- Seroreversi ke HBeAg positif dan kembali ke fase imunoaktif (terjadi pada 10-40% kasus hepatitis B)
- Kadar HBV DNA tetap tinggi, ALT tetap tinggi, namun HBeAg negatif (terjadi pada 20% kasus)[1]
Fase Resolusi
Fase keempat merupakan fase resolusi di mana terjadi bersihan HBsAg dan pembentukan anti-HBs.[1-5]