Diagnosis Cushing Disease
Diagnosis Cushing disease sangat kompleks dan sulit sehingga umumnya membutuhkan ahli endokrin yang berpengalaman. Tanda dan gejala dari Cushing disease sering kali tidak spesifik
Anamnesis
Gejala Cushing disease sangat beragam. Oleh sebab itu, anamnesis yang rinci dan menyeluruh diperlukan untuk membantu menegakkan penyakit ini. Pasien Cushing disease umumnya mengalami peningkatan berat badan yang disertai dengan penumpukan lemak pada beberapa bagian tubuh, seperti muka yang membulat seperti bulan (moon face) dan punuk pada bahu (buffalo hump).
Selain itu, pasien Cushing disease juga umumnya sering mengeluhkan gangguan pada kulit, seperti penipisan kulit, mudah memar, luka yang sukar sembuh, akne, striae, purpura, dan hiperpigmentasi kulit. Kelemahan otot proksimal juga menjadi salah satu keluhan pasien Cushing disease yang kemudian dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari pasien, seperti kesulitan untuk naik turun tangga, sulit mengangkat tangan, dan sulit berdiri dari kursi.[1,2]
Gangguan luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH), luteinizing hormone (LH), dan follicle-stimulating hormone (FSH) pada Cushing disease menyebabkan gangguan menstruasi dan penurunan gairah seksual pada wanita. Pada pria, gangguan ini menyebabkan penurunan libido dan disfungsi ereksi.[1,2,24]
Gejala lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar kortisol adalah:
- Penipisan rambut
- Lemas
- Pembengkakan tungkai bawah
- Perubahan mood dan memori
- Amenorea
- Infeksi berulang
- Hirsutisme[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien Cushing disease umumnya untuk mencari tanda-tanda khas sindrom Cushing dan komplikasi penyakit. Berikut ini merupakan beberapa tanda yang dapat ditemukan pada pasien Cushing disease:
- Gangguan tanda-tanda vital
Tekanan darah tinggi merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada pasien Cushing disease. Peningkatan suhu tubuh juga umum ditemukan pada pasien Cushing disease yang menandakan infeksi berulang.
- Obesitas dan deposisi lemak sentripetal
Obesitas pada pasien Cushing disease umumnya disertai dengan deposisi lemak sentripetal, yaitu pada badan, abdomen, muka pletorik bulat (moon face), dan lemak pada dorsoservikal (buffalo hump).
- Perubahan otot tungkai proksimal
Pasien Cushing disease dapat mengalami hipotrofi atau kelemahan otot tungkai proksimal.
- Perubahan kulit
Kulit pada pasien Cushing disease umumnya menjadi tipis dan mudah memar. Striae ungu kemerahan biasanya ditemukan pada paha, abdomen bawah, tungkai atas, dan dada. Pasien cushing disease juga sering mengalami akne, flushing, infeksi jamur, luka sukar sembuh, dan hiperpigmentasi pada kulit dan membran mukosa.
- Disfungsi gonad dan hiperandrogenisme
Hirsutisme dan gangguan menstruasi (oligomenorea dan amenorea) juga dapat ditemukan pada Cushing disease
- Edema sistemik
Edema sistemik, terutama pada tungkai bawah, juga merupakan salah satu tanda yang sering ditemukan pada pasien Cushing disease.
-
Wasting tulang
Wasting tulang umumnya akan menyebabkan osteoporosis yang diikuti dengan fraktur vertebra dan tulang rusuk.
- Gangguan psikiatrik
Gangguan psikiatrik, seperti psikosis manik-depresif, depresi, dementia, ansietas, iritabilitas, gangguan tidur, dan gangguan emosional dapat ditemukan pada pasien Cushing disease.[4,9]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Cushing disease adalah penyakit yang memiliki kadar kortisol yang tinggi. Walaupun sulit, klinisi harus dapat membedakan Cushing disease dan penyebab hiperkortisolisme lainnya.
Penggunaan Glukokortikoid Eksogen Jangka Panjang
Pada penggunaan glukokortikoid eksogen kronis, umumnya akan muncul tanda dan gejala yang sama dengan Cushing disease. Riwayat penggunaan glukokortikoid jangka panjang lebih mengarahkan kecurigaan ke sindrom Cushing eksogen.
Selain itu, penyebab sindrom Cushing dapat dibedakan dengan pemeriksaan ACTH plasma. Kadar ACTH plasma pada pengguna glukokortikoid eksogen lebih rendah dan tergolong pada ACTH independen.[3,4]
Pseudo-Cushing
Pseudo-Cushing merupakan kumpulan dari beberapa kondisi yang berhubungan dengan fitur klinis dan biokimia dari sindrom Cushing. Keadaan hiperkortisolisme dari pseudo-Cushing umumnya terjadi karena faktor-faktor lain. Hasil hiperkortisolisme tinggi positif palsu pada pseudo-cushing umumnya disebabkan oleh keadaan pseudo-cushingoid, seperti alcohol use disorder, gangguan psikiatrik (misalnya depresi) obesitas berat, stres fisik ekstrem, kehamilan, tidur apnea, sindrom ovarium polikistik, resistensi glukokortikoid familial, hipertiroid, dan diabetes tidak terkontrol. [10.24]
Tanda dan gejala penyakit ini serupa dengan Cushing disease. Untuk membedakannya, tes kadar kortisol saliva tengah malam dan tes dexamethasone-suppressed CRH (Dex-CRH) perlu dilakukan. Pemeriksaan kortisol saliva tengah malam pada pasien pseudo-Cushing akan menunjukkan kadar normal atau tidak setinggi pasien Cushing disease.
Tes Dex-CRH pada pasien pseudo-Cushing menunjukkan kadar kortisol yang rendah setelah pemberian dexamethasone dosis rendah dan peningkatan kadar kortisol tidak setinggi Cushing disease setelah stimulasi CRH dilakukan.[10]
Sindrom Sekresi ACTH Ektopik
Sindrom sekresi ACTH ektopik merupakan tumor nonpituitari yang dapat menyekresi ACTH dan/atau CRH dan menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral. Tanda dan gejala sindrom sekresi ACTH ektopik umumnya tidak memiliki perbedaan dengan Cushing disease.
Pada tes supresi dexamethasone dosis tinggi, kadar kortisol urine pasien sindrom sekresi ACTH ektopik umumnya hanya menurun <50%, berbeda dengan pasien penyakit Cushing yang menurun >50%.[4,11]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Cushing disease sangat tergantung pada pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Sindrom Cushing akibat sumber eksogen perlu disingkirkan terlebih dahulu sebelum menegakkan diagnosis Cushing disease.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan diagnosis Cushing disease terdiri dari tiga langkah, yaitu tes skrining untuk menunjukkan hiperkortisolisme endogen, demonstrasi ACTH dependen, dan mencari lokasi asal ACTH ke kelenjar pituitari.
Pemeriksaan awal pada pasien yang dicurigai Cushing disease adalah melalui tes skrining. Klinisi dapat melakukan dua dari antara tiga tes berikut.
Kadar Kortisol Urine 24 Jam:
Pemeriksaan kadar kortisol dalam urine 24 jam menunjukkan paparan jaringan terhadap kortisol bebas dan produksi kortisol harian. Pemeriksaan ini minimal dilakukan dua kali. Kadar kortisol yang melebihi 8–12 μg/dL dalam 24 jam menunjukkan peningkatan produksi kortisol yang berkaitan dengan sindrom Cushing.
Kadar Kortisol Saliva Tengah Malam:
Peningkatan kadar kortisol saliva pada tengah malam menunjukkan gangguan variasi diurnal pada sekresi kortisol. Pada pasien sindrom Cushing umumnya terjadi gangguan diurnal yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar kortisol dalam saliva tengah malam. Pemeriksaan ini merupakan prediktor terbaik dalam menentukan kemungkinan rekurensi. Kadar kortisol >2 μg /mL dapat menunjukkan sindrom Cushing.
Tes Supresi Dexamethasone Dosis Rendah:
Tes supresi dexamethasone dosis rendah dilakukan untuk melihat apakah umpan balik negatif glukokortikoid berada dalam batas normal. Pemeriksaan dilakukan dengan pemberian dexamethasone 1 mg peroral pada jam 23.00 dan 00.00, diikuti dengan pemeriksaan kortisol serum pada jam 08.00 dan 09.00 pagi hari.
Kadar kortisol >1,8 μg/dl (50 nmol/L) menunjukkan terganggunya umpan balik negatif yang umumnya ditemukan pada sindrom Cushing. Apabila tes skrining menunjukkan hasil abnormal, diagnosis sindrom Cushing dapat ditegakkan.[4,12,13]
Namun, beberapa obat seperti pil kontrasepsi oral dan estrogen lainnya, yang mengganggu konsentrasi corticosteroid-binding globulin (CBG) dapat menyebabkan positif palsu pada tes ini. Oleh sebab itu, evaluasi penggunaan obat-obatan hormonal perlu dievaluasi sebelum melakukan tes. Apabila pasien rutin mengonsumsi pil kontrasepsi ini, maka sebaiknya pasien menghentikan konsumsi obat tersebut selama 6 minggu sebagai evaluasi atau melakukan tes lainnya.[1]
Langkah selanjutnya adalah menentukan jenis sindrom Cushing apakah termasuk ACTH dependen atau independen, yaitu dengan pemeriksaan kadar serum ACTH.
Kadar Adrenocorticotropic Hormone Plasma:
Pemeriksaan kadar ACTH plasma dilakukan untuk menentukan jenis sindrom Cushing tipe dependen atau tidak. Hasil kadar ACTH <10 pg/mL pada pagi hari umumnya menandakan hiperkortisolisme dengan ACTH independen. Pada Cushing disease tergolong dalam ACTH dependen yang ditandai dengan peningkatan kadar ACTH plasma >10 pg/mL.[4,12,13]
Setelah diagnosis sindrom Cushing dengan tipe ACTH dependen sudah ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah melokalisir etiologi dan menyingkirkan diagnosis banding. Berikut ini merupakan beberapa metode diagnosis yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis Cushing disease dan menyingkirkan diagnosis banding:
Tes Supresi Dexamethasone Dosis Tinggi:
Tes supresi dexamethasone dosis tinggi dapat membantu klinisi membedakan sindrom Cushing dependen akibat Cushing disease atau produksi ACTH berlebih akibat penyebab ektopik. Pemeriksaan serum kortisol atau kadar kortisol urine 24 jam perlu dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan batas dasar.
Setelah itu, berikan dexamethasone peroral dengan dosis 2 mg setiap 6 jam (pukul 09.00, 15.00, 21.00, 03.00) selama 2 hari. Pasien Cushing disease umumnya akan mengalami penurunan level kortisol >50%.
Tes Corticotropin-Releasing Hormone (CRH):
Tes CRH dilakukan dengan memberikan 100 µg CRH sintetik ovine melalui injeksi bolus intravena. Kemudian, spesimen darah diambil untuk memeriksa kadar ACTH dan kortisol pada awal pemeriksaan dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, dan 120 setelah pemberian CRH sintetik. Pada Cushing disease, umumnya kadar ACTH akan meningkat 50% dan kadar kortisol akan meningkat 20%.
Tes Desmopressin:
Pemberian desmopressin pada Cushing disease dapat meningkatkan respons ACTH dan kortisol. Tes ini dilakukan dengan memberikan 10 μg desmopressin secara intravena lalu dilakukan pemeriksaan ACTH dan kortisol pada serum. Umumnya, pasien Cushing disease akan menunjukkan hasil yang menyerupai tes CRH, yaitu peningkatan kadar ACTH dan kortisol.[4,14-16]
Pencitraan
Pencitraan merupakan modalitas utama dalam menegakkan diagnosis Cushing disease. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai langkah terakhir evaluasi Cushing disease setelah pemeriksaan laboratorium dilakukan. Berikut ini adalah pencitraan yang dapat dilakukan pada Cushing disease
Magnetic Resonance Imaging (MRI):
Pemeriksaan MRI otak dapat mendeteksi gangguan dan ukuran pituitari. Sekitar 90% kasus Cushing disease disebabkan oleh mikroadenoma dengan rerata diameter sekitar 6 mm. Oleh karena volume adenoma yang kecil dan penurunan rasio signal-to noise pada pencitraan, 40–60% kasus adenoma pituitari pada Cushing disease tidak terdeteksi dengan modalitas ini.
Pencitraan MRI spoiled gradient recalled (SPGR) resolusi tinggi lebih dipilih dalam evaluasi Cushing disease karena pemeriksaan ini dapat meningkatkan deteksi adenoma pituitari sebesar 15–30% dibandingkan MRI biasa. [2,4]
Pemeriksaan Lainnya
Oleh karena keterbatasan MRI dalam mendeteksi Cushing disease, inferior petrosal sinus sampling dapat dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mendiagnosis Cushing disease.
Inferior Petrosal Sinus Sampling:
Inferior Petrosal Sinus Sampling (IPSS) merupakan prosedur invasif yang dilakukan dengan cara mengambil sampel darah vena pituitari lalu dilakukan pemeriksaan kadar ACTH dari sampel tersebut. Hasil kadar ACTH pada vena pituitari kemudian dibandingkan dengan kadar pada serum.
Pemberian CRH sebelum pemeriksaan IPSS juga dapat dilakukan untuk membantu memperjelas perbedaan ACTH pada pituitari dan perifer serta menghindari false negative. Hasil rasio ACTH sentral dan perifer >3 pada setelah pemberian CRH 3–5 menit dapat menegakkan diagnosis Cushing disease.[2,17]