Diagnosis Selulitis
Selulitis, umum disebut juga dengan nama cellulitis, kunci utama diagnosis adalah anamnesis, misalnya dengan menanyakan riwayat trauma atau penyakit kulit sebelumnya. Pemeriksaan fisik kulit juga penting, terutama untuk membedakan antara selulitis dengan erisipelas.
Anamnesis
Melakukan anamnesis untuk menentukan selulitis merupakan langkah yang sangat penting.
Riwayat Trauma
Apabila terdapat riwayat trauma, pemeriksa harus menanyakan kejadiannya lebih dalam. Apakah pasien tersebut terkena trauma di tempat yang memiliki air tergenang, di tempat pemotongan daging, benda-benda yang berkarat, dan sebagainya.
Penyakit Kulit Sebelumnya
Penyakit kulit sebelumnya, seperti dermatitis atopi, psoriasis, dan tinea pedis perlu ditanyakan untuk memastikan port d’entre dari infeksi saat ini.
Komorbid yang Berhubungan dengan Kondisi Imunitas Pasien
Komorbid yang harus ditanyakan pada pasien dengan selulitis adalah Diabetes Mellitus, HIV/AIDS, penyakit ginjal kronis, dan penyakit hati kronis. Hal ini perlu ditanyakan untuk menentukan kondisi imunitas pasien yang dapat meningkatkan kejadian selulitis.
Riwayat Operasi dan Riwayat Gejala Penyerta
Riwayat pembedahan harus ditanyakan karena selulitis dapat terjadi akibat infeksi luka operasi. Luka operasi dikatakan infeksi apabila terdapat pus dan tanda-tanda inflamasi. Selain itu, riwayat demam, nyeri yang terlokalisasi, menggigil dan lemas harus ditanyakan sebagai gejala penyerta dalam selulitis.[2,3,7]
Pemeriksaan Fisik Kulit
Pada pemeriksaan kulit, ditemukan nyeri, nyeri tekan, eritema, dengan tekstur peau d’orange seperti pada erisipelas, akan tetapi, perbedaan yang signifikan pada selulitis adalah:
- Batas yang tidak jelas antara kulit yang terinfeksi dengan kulit normal.
- Indurasi yang nyeri memiliki bentuk yang lebih tegas
- Fluktuasi
- Krepitasi pada palpasi
- Tanda adanya necrotizing fasciitis atau gangren[21,22]
Dalam beberapa kasus, epidermis dapat membentuk bulla atau nekrosis yang berujung pada kerusakan epidermis dan erosi superfisial. Selain bulla, pembentukan abses, nekrosis, dan fasciitis dapat terjadi. Limfadenopati regional juga dapat berhubungan dengan selulitis di ekstremitas. [7]
Diagnosis Banding
Kesalahan diagnosis pada selulitis sering terjadi hingga 33%, biasanya pasien datang ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan padahal sebelumnya sudah diberikan terapi yang sesuai untuk selulitis, tetapi tidak ada perbaikan.[2] Maka dari itu, pengenalan diagnosis banding pada selulitis merupakan hal yang sangat penting. Diagnosis banding pada selulitis antara lain:
-
Erisipelas.
Memiliki batas yang jelas dan tinggi, warna merah terang.
-
Dermatitis Statis.
Biasanya terdapat pada kedua tungkai bawah, riwayat trauma pada tungkai sebelumnya. Tidak ada nyeri atau demam.
-
Gigitan Serangga.
Terdapat bekas gigitan, nyeri atau gatal.
-
Hematoma.
Terdapat riwayat trauma, atau penggunaan antikoagulasi (dapat dipastikan dengan USG).
-
Dermatitis Kontak Alergi.
Gatal, tidak ada demam, biasanya muncul setelah pemakaian benda tertentu.
-
Urtikaria dan Angioedema yang Besar.
Gatal, tidak ada demam.
-
Erupsi Obat.
Biasanya terjadi setelah konsumsi obat. Tidak nyeri, kecuali terdapat erosi. Biasanya muncul pada genitalia, wajah, badan, dan ekstremitas bawah.
-
Necrotizing Fasciitis.
Terdapat trias nyeri hebat, bengkak, dan demam. Terdapat bula, gas, atau krepitus yang kebiruan atau berdarah. Toksisitas tinggi.
Sweet Syndrome.
Sering dianggap sebagai selulitis, namun sebenarnya tidak. Lesi berbentuk papul dan plak. Biasanya muncul di ekstremitas atas dan wajah.-
Eritema Migrans.
Tidak nyeri, biasanya tidak terdapat di ekstremitas bawah. Bentuk ovoid. [2,3,23-25]
-
Osteomielitis.
Diagnosis banding selulitis lainnya adalah osteomielitis yang disebabkan sinusitis paranasal. Pemeriksaan radiologi, terutama CT scan, dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini.
-
Deep Vein Thrombosis.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding deep vein thrombosis pada pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan selulitis, pemeriksaan penunjang umumnya tidak perlu dilakukan. Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan untuk menilai komplikasi atau diagnosis banding dari selulitis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Tes Laboratorium
Perhitungan darah lengkap, pemeriksaan kimia, laju endap darah, dan protein C-reaktif merupakan pemeriksaan yang tidak spesifik, tetapi dapat digunakan dapat untuk membedakan infeksi nekrotik. Creatinine Kinase (CK) dapat digunakan sebagai adanya infeksi pada otot seperti pada myositis bacterial, dan infeksi nekrotik. [24]
Protein C-reaktif memiliki sensitivitas 67.1% dan spesifisitas 94.8%, sedangkan pemeriksaan sel darah putih memiliki spesifisitas 84.5% dan sensitivitas 43.0%. Peningkatan protein C-reaktif dapat menjadi indikator terdapatnya infeksi, walaupun pada jumlah normal, tidak dapat mengeksklusi adanya infeksi. [7]
Apusan Pus, Eksudat, dan Aspirat
Pemeriksaan ini merupakan baku emas dalam melihat jenis bakteri apa yang menginfeksi jaringan lunak. Pemeriksaan ini hanya diindikasikan pada pasien immunocompromised, selulitis dengan komplikasi, atau selulitis akibat luka gigitan hewan untuk menentukan terapi antibiotik yang akan diberikan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan aspirasi lesi yang menonjol, bula ataupun menyeka lesi terbuka dan diberikan pewarnaan gram, fungal, maupun imunofloresensi.
Identifikasi pathogen yang didapat dari hasil apusan sekitar 7-33 persen. Apusan baiknya diambil dari batas lesi, karena apabila diambil di bagian paling inflamasi, kemungkinan hasil kultur akan semakin banyak. Selain itu, lesi terbuka memiliki kemungkinan organisme yang lebih banyak, sebagaian merupakan penyebab, sedangkan yang lainnya hanya kontaminan. Biopsi dan penentuan tipe sel inflamasi dari lesi diikuti dengan kultur, pewarnaan khusus, serta investigasi patologi dapat sangat membantu penentuan jenis bakteri.
Kultur darah hanya memiliki 4% kemungkinan dalam menentukan pathogen. Akan tetapi, bila terdapat limfedema, kemungkinan meningkat menjadi 30%. [26] Adanya demam tinggi, menggigil, selulitis buccal dan periorbital ataupun adanya paparan air laut maupun mata air, kultur darah harus dilakukan. [3,7,27]
Aspirasi dengan jarum direkomendasikan pada pasien yang memiliki gangguan imunitas, atau yang memiliki paparan abnormal seperti luka gigitan. Selain itu, pada pasien yang tidak sembuh setelah diberikan antibiotik empiris, hal ini juga direkomendasikan. Aspirasi dengan jarum dapat melihat mikroba sebanyak 24%. [24]
Pencitraan
Pencitraan pada selulitis hanya dilakukan jika selulitis sulit dibedakan dengan diagnosis bandingnya, misalnya pada kecurigaan terdapat osteomielitis atau necrotizing fasciitis.
Pencitraan digunakan pada pasien dengan infeksi Clostridia dan bacteroides, di mana kedua bakteri tersebut menghasilkan gas yang dapat digambarkan radiografi. Gambaran x-ray pada selulitis anaerobik menunjukkan adanya kantung gas yang berada di dalam jaringan superfisial dan biasanya dapat diraba. Selain x-ray, penggunaan CT-scan diindikasikan pada pasien yang dicurigai osteomielitis atau adanya sumber bakteri pada kulit. [2,7]
Magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat digunakan sebagai penunjang dalam pemeriksaan infeksi jaringan lunak. Penggunaan MRI juga dapat membedakan selulitis dengan fasciitis nekrotik. Pasien dengan selulitis nonnekrotik dapat digambarkan dengan peningkatan sinyal pada area yang terkena. Walau demikian, pemeriksaan radiologi tidak boleh menghambat pemeriksaan dengan bedah pada pasien yang memiliki kecurigaan tinggi, dimana diagnosis dan terapi dapat ditentukan.[2,7]
Selain itu, ultrasonografi (USG) juga dapat dilakukan untuk deteksi abses yang samar dan untuk menilai ada tidaknya diagnosis banding deep vein thrombosis. [28] Ultrasonografi dapat membantu dokter untuk melakukan aspirasi untuk mengurangi waktu pasien di rumah sakit serta durasi demam pada anak dengan selulitis. [7,29]
Pemeriksaan Histopatologi
Eksplorasi terbuka diindikasikan apabila terdapat nyeri, nyeri tekan, takikardia, takipnea, ketoacidosis/hiperglikemia, perubahan kulit menjadi bulla atau gangrene, warna kulit menjadi seperti perunggu, hilangnya sensori, krepitus, abses dengan banyak sumber, serta keluarnya cairan merah pada ujung-ujung luka. Dengan melakukan eksplorasi terbuka, pemeriksa dapat melakukan biopsi dengan insisi dalam, serta pemeriksaan histopatologis yang baik dalam menentukan diagnosis dan mengurangi mortalitas.
Pada selulitis, pemeriksaan histopatologis dapat menunjukkan adanya edema, yang ditandai dengan adanya dilatasi limfatik dan vascular pada dermis superfisial, serta infiltrasi streptococcus dan neutrofil pada rongga jaringan serta jaringan limfatik. Pada lesi yang kronis, dapat ditemukan histiosit dan jaringan granulasi.[3,27]