Diagnosis Hipertensi Perioperatif
Diagnosis hipertensi perioperatif dimulai dari anamnesis, terutama untuk menggali riwayat hipertensi sebelumnya, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Saat anamnesis, dokter harus mampu menggali faktor risiko hipertensi perioperatif pasien, di antaranya usia, riwayat hipertensi, kehamilan, serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan hipertensi, seperti gangguan kardiovaskuler, gangguan neurologis, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal. Dokter juga harus menanyakan mengenai riwayat obat-obatan yang dikonsumsi pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien hipertensi perioperatif bertujuan untuk menegakkan diagnosis hipertensi serta mengevaluasi apakah ada gangguan pada organ target seperti jantung, ginjal dan otak. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:
-
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan posisi berbaring dan duduk sebanyak 2x dengan menggunakan manset yang sesuai ukuran pada kedua lengan
- Pemeriksaan nadi brachial, femoral dan karotis
- Pemeriksaan jantung dengan mendengarkan irama jantung serta suara jantung tambahan seperti murmur dan gallop
-
Pemeriksaan paru untuk mengetahui apakah ada ronki yang merupakan tanda dari gagal jantung kiri disertai edema paru
- Pemeriksaan abdomen
- Pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau papil edema
Berdasarkan klasifikasi The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah untuk dewasa yang berusia 18 tahun ke atas:
- Normal: Tekanan sistolik < 120 mm Hg, tekanan diastolik < 80 mm Hg
- Prehipertensi: Tekanan sitolik 120 – 139 mm Hg, tekanan diastolik 80 -89 mm Hg
- Stadium 1: Tekanan sistolik 140 -159 mm Hg, tekanan diastolik 90 -99 mm Hg
- Stadium 2: Tekanan sistolik 160 mm Hg atau lebih, tekanan diastolik 100 mm Hg atau lebih[12]
American Heart Association (AHA) menurunkan kriteria ambang batas hipertensi derajat 1 dari 140/90 mmHg menjadi 130/80 mmHg. Walau demikian, penggunaan definisi hipertensi baru ini sebaiknya berhati-hati karena berpotensi merugikan pasien.
Berdasarkan keterlibatan organ, krisis hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
- Hipertensi Emergensi: Bila tekanan darah sistolik ≥180 mm Hg dan tekanan darah ≥110 mm Hg yang disertai gangguan pada organ target seperti jantung, ginjal dan otak
- Hipertensi Urgensi: Bila tekanan darah sistolik ≥180 mm Hg dan tekanan darah ≥110 mm Hg tanpa disertai dengan gangguan target organ
- Saat operasi, kenaikan darah >20% sudah dapat digolongkan ke dalam hipertensi emergensi[12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan di antaranya:
- Pemeriksaan darah di laboratorium seperti: darah lengkap, gula darah, elektrolit
- Pemeriksaan fungsi ginjal: ureum, kreatinin
- Pemeriksaan enzim biomarker jantung
-
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) untuk mendeteksi aritmia, penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri
- Pemeriksaan urinalisis untuk mendeteksi adanya albumin, darah dan kristal di urin
- Foto thoraks untuk mengetahui apakah ada edema paru, kardiomegali
- CT scan kepala bila menunjukkan gejala defisit neurologis seperti stroke