Patofisiologi Hipertensi Perioperatif
Patofisiologi hipertensi perioperatif tanpa riwayat hipertensi sebelumnya berhubungan dengan induksi anestesi, vasokonstriksi akibat nyeri saat operasi, hipoksia, hipotermia, cairan intravaskuler berlebih, atau pindahnya cairan ekstravaskuler ke intravaskuler.
Prediktor Hipertensi Perioperatif
Prediktor hipertensi perioperatif yang umum di antaranya riwayat hipertensi sebelumnya, terutama bila tekanan diastolik di atas 110 mm Hg, dan jenis operasi yang akan dilakukan, seperti operasi karotid, operasi aorta abdominal, operasi vaskuler perifer, operasi intraabdomen dan operasi intratorakal.
Hipertensi perioperatif dapat terjadi saat induksi anestesi, saat operasi, sesaat setelah operasi dan 24-48 jam setelah operasi.
Patofisiologi Hipertensi Perioperatif akibat Induksi Anestesi
Saat induksi anestesi, baik pasien yang memiliki tekanan darah tinggi ataupun tidak dapat mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Aktivasi saraf simpatetik saat induksi anestesi dapat meningkatkan tekanan darah sebanyak 20 sampai 30 mm Hg dan denyut jantung meningkat 15 sampai 20 kali per menit pada pasien dengan tekanan darah yang normal. Respons ini dapat meningkat secara signifikan pada pasien yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol sebelumnya di mana tekanan sistol dapat meningkat menjadi 90 mm Hg dan denyut jantung dapat meningkat sampai 40x per menit[3].
Patofisiologi Hipertensi Perioperatif saat Operasi
Hipertensi perioperatif yang terjadi saat operasi biasanya disebabkan oleh nyeri akut yang berhubungan dengan stimulasi saraf simpatetik sehingga menyebabkan vasokonstriksi.
Pada saat operasi, tekanan darah arterial rata-rata turun diakibatkan oleh efek langsung anestesi, inhibisi saraf simpatik dan hilangnya kontrol refleks baroreseptor tekanan arterial. Pasien dengan riwayat hipertensi sebelumnya cenderung mengalami perubahan tekanan darah yang fluktuatif saat operasi, baik hipertensi maupun hipotensi, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infark miokard.
Patofisiologi Hipertensi Perioperatif pasca Operasi
Hipertensi perioperatif sesaat setelah operasi biasanya disebabkan oleh nyeri setelah operasi, hipoksia, hipotermia atau cairan intravaskuler yang berlebihan akibat pemberian terapi cairan selama operasi. Hipertensi perioperatif yang terjadi dalam 24 – 48 jam setelah operasi disebabkan oleh pindahnya cairan ekstravaskuler ke dalam intravaskuler sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.[2]
Krisis Hipertensi
Peningkatan tekanan darah >20% saat operasi (intraoperatif) termasuk hipertensi emergensi. Krisis hipertensi pada saat operasi dapat terjadi pada operasi pembuluh darah yang besar (misalnya operasi aorta), operasi otak, operasi kepala leher, transplantasi ginjal dan trauma berat (misalnya luka bakar dan cedera kepala. Tekanan darah dan denyut jantung setelah operasi biasanya meningkat secara perlahan. Pada pasien hipertensi, peningkatan tekanan darah ini bisa meningkat secara signifikan.
Hipertensi emergensi setelah operasi jarang terjadi pada operasi nonkardiak. Krisis hipertensi setelah operasi (post operasi) didefinisikan tekanan darah sistolik ≥180 mm Hg dan/atau tekanan diastolik 100 mm Hg pada dua kali pemeriksaan berturut-turut setelah operasi [4]. Hipertensi dan krisis hipertensi bisa terjadi 10-20 menit setelah operasi dan terjadi selama 4 jam. Hal ini berhubungan dengan peningkatan stimulus saraf simpatetik dan resistensi vaskuler. [2] Bila tidak ditangani maka pasien memiliki risiko untuk terjadi perdarahan, gangguan serebrovaskuler dan infark miokard.