Red Flags Pilek pada Bayi dan Anak

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla

Mengetahui red flags atau tanda bahaya pilek pada bayi dan anak penting karena dapat membantu dalam deteksi dini kondisi serius yang mungkin mendasari. Gejala seperti demam memanjang atau pada neonatus, kesulitan bernapas, sianosis, atau penurunan aktivitas secara drastis bisa menjadi indikasi adanya kondisi yang memerlukan perhatian medis segera.[1-3]

Kumpulan gejala pilek pada bayi dan anak meliputi hidung berair, hidung tersumbat, bersin, batuk, malaise (badan terasa lemas dan tidak bertenaga), maupun sakit kepala. Beberapa penyebab pilek pada bayi dan anak antara lain infeksi, alergi, atau adanya polip hidung.[3-5]

Sick,Little,Asian,Boy,Wiping,Or,Cleaning,Nose,With,Tissue

Sekilas Tentang Etiologi Pilek pada Bayi dan Anak

Pilek pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai hal, termasuk paparan virus, bakteri, dan beberapa pajanan yang dapat menginduksi terjadinya alergi seperti pajanan asap rokok, asap kendaraan, dan debu. Penyebab tersering pilek pada bayi dan anak adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan bronkiolitis yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus, dan rinitis yang dapat disebabkan oleh alergi.[3-5,8]

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) merupakan terminologi payung yang membawahi infeksi pada nasal, sinus paranasal, nasofaring, epiglottis, maupun laring. Gejala yang muncul pada ISPA meliputi kumpulan gejala pilek yang dapat disertai dengan demam, dan nyeri tenggorokan.

ISPA dapat disebabkan oleh virus parainfluenza, rhinovirus, dan influenza. Virus influenza tipe A dan B dapat menyebabkan penyakit epidemi, sementara tipe C dapat menyebabkan penyakit sporadis. Bakteri yang paling umum menyebabkan ISPA adalah Streptococcus pyogenes yang merupakan suatu Streptococcus Grup A, yang mana sekitar 15% infeksi bakteri ini merupakan pilek dengan gejala faringitis yang muncul secara tiba-tiba.[3-5,7]

Rinitis

Rinitis atau yang dikenal dengan common cold atau selesma merupakan penyakit respirasi yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Gejala pada rinitis meliputi kumpulan gejala pilek, bersin, coryza (inflamasi mukosa hidung dan pengeluaran sekret), iritasi faring, dan demam yang tidak terlalu tinggi.

Infeksi virus merupakan etiologi utama dari rinitis. Virus penyebab rinitis yang paling umum adalah rhinovirus, parainfluenza, dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus influenza, parainfluenza, dan enterovirus juga dapat menyebabkan terjadinya rinitis dalam frekuensi yang jarang. Rinitis juga dapat diinduksi oleh adanya riwayat atopik yang dikenal dengan rinitis alergi. Gejala rinitis alergi meliputi hidung tersumbat, rinorea bening, bersin-bersin, postnasal drop, dan pruritis nasal.[8,9]

Rinosinusitis

Rinosinusitis merupakan inflamasi yang terjadi pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang disebabkan oleh keadaan multifaktorial, yang dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran mukus dari sinus ke rongga hidung.

Pada bayi dan anak, inflamasi sinus paranasal paling sering ditemukan pada bagian sinus maksilaris dan etmoid. Beberapa faktor pencetus terjadinya rinosinusitis adalah alergen, serta infeksi oleh patogen seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Streptococcus pyogenes.[3,10,11]

Croup

Croup atau yang dikenal dengan laringotrakeobronkitis akut merupakan suatu penyakit yang cukup sering dijumpai pada bayi dan anak dengan gejala awal hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan yang kemudian gejala tersebut akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara parau dan kasar, serta demam, malaise, hingga sesak napas.

Sekitar 60% kasus croup pada bayi dan anak disebabkan oleh human parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV-2, HPIV-3, virus influenza A dan B, adenovirus, serta virus campak. Mycoplasma pneumonia juga pernah dilaporkan menjadi penyebab terjadinya croup dalam frekuensi yang jarang.[12,13]

Bronkiolitis

Bronkiolitis akut merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, dengan puncak prevalensi tertinggi pada usia 2-8 bulan. Sekitar 95% kasus bronkiolitis terjadi pada anak kurang dari 2 tahun dan 75% di antaranya terjadi pada anak di bawah 1 tahun.[14-16]

Infeksi virus RSV telah terbukti menjadi etiologi utama pada 95% kasus bronkiolitis yang telah dibuktikan melalui pemeriksaan serologis. Beberapa virus lain juga dilaporkan menjadi penyebab bronkiolitis, seperti adenovirus, virus influenza, virus parainfluenza, dan rhinovirus. Belum terdapat bukti kuat bahwa bakteri dapat menyebabkan bronkiolitis.[14,15]

Gejala awal bronkiolitis dapat berupa pilek ringan, batuk ringan yang dapat berkembang menjadi batuk non-produktif hingga produktif, demam, sesak napas, napas berbunyi, malaise, sianosis, dan merintih (grunting).[14-16]

Difteri Nasal

Difteri nasal merupakan salah satu dari klasifikasi difteri secara klinis berdasarkan lokasinya. Difteri nasal disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria yang masuk melalui mukosa pada sistem respirasi bagian atas dan kemudian memproduksi toksin yang menyebar secara lokal dan sistemik melalui pembuluh limfe dan vaskular.

Gejala klinis awal pada difteri nasal menyerupai common cold di mana gejala tampak seperti pilek ringan tanpa atau disertai dengan gejala sistemik ringan seperti malaise. Pada kasus difteri nasal, sekret nasal akan berkembang menjadi sekret serosanguinus, yang kemudian akan berubah bentuk menjadi sekret mukopurulen yang dapat menyebabkan ekskoriasi pada nares dan bibir atas.[17,18]

Polip Hidung 

Polip hidung merupakan massa lunak yang bertangkai berwarna putih keabuan dan biasanya berisi banyak cairan. Polip hidung disebabkan oleh adanya inflamasi kronis pada mukosa nasal. Umumnya, kondisi polip hidung pada anak didiagnosis saat anak berusia 2 tahun. Kondisi ini sering tidak disadari karena manifestasi klinisnya yang nonspesifik, tergantung ukuran dan lokasi polip.

Beberapa gejala polip hidung yang dapat ditemukan pada anak adalah hidung sering tersumbat yang nantinya menyebabkan perubahan suara anak menjadi sengau dan membuat anak bernapas melalui mulut. Selain itu, anak juga sering mengalami pilek, gangguan penghidu, dan memiliki kebiasaan mendengkur saat tidur akibat aliran udara yang masuk melalui hidung terhalang oleh polip.

Gejala klinis lain yang dapat ditemukan adalah adanya postnasal drip atau lendir di rongga mulut yang ditandai dengan kebiasaan anak mendehem untuk menghilangkan lendir di tenggorokannya. Gejala lain yang juga sering dilaporkan pada polip hidung adalah rasa nyeri atau gatal pada tenggorokan, nyeri kepala dan nyeri di sekitar wajah.[19,20]

Red Flags Pilek pada Bayi dan Anak

Kemampuan identifikasi dan analisis red flags untuk kasus pilek pada bayi dan anak sangat penting untuk dipahami, agar mampu membedakan pasien yang memerlukan investigasi dan penatalaksanaan lanjut dengan pasien yang hanya memerlukan observasi dan rawat jalan.[1-3]

Berikut red flags yang perlu diperhatikan pada pasien bayi dan anak yang mengalami pilek:

  • Pilek dengan demam pada neonatus memerlukan investigasi lebih lanjut terkait infeksi bakteri serius, sedangkan pilek dengan demam memanjang (lebih dari 5 hari) juga memerlukan investigasi ke arah infeksi bakteri seperti pneumonia dan tanda penyakit Kawasaki

  • Pilek dengan batuk disertai napas yang cepat atau pernapasan cuping hidung, memerlukan pemeriksaan lanjutan mengenai kesulitan menyusu
  • Pilek dengan adanya merintih (grunting) serta tanda sianosis
  • Pilek yang disertai tanda kesulitan bernapas seperti retraksi sela iga, penggunaan otot bantu napas, atau hiperinflasi dinding dada dengan ekspirasi memanjang
  • Pilek yang disertai bunyi napas tambahan abnormal, seperti mengi atau ronkhi
  • Pilek dengan batuk melengking dan nyaring, batuk produktif dengan dahak yang berwarna mukopurulen, hemoptisis, maupun batuk dengan onset yang kronis
  • Pilek dengan cairan atau sekret pada rongga hidung yang berbentuk serosanguinus hingga mukopurulen, disertai dengan ekskoriasi pada nares dan bibir atas
  • Pilek dengan nyeri tenggorokan dan membran putih pada septum nasi maupun tonsil-faring-laring
  • Pilek berulang disertai riwayat alergi pada pasien atau keluarga
  • Pasien disertai hidung tersumbat, perubahan suara anak, dan bernapas melalui mulut
  • Pilek disertai nyeri kepala berat atau nyeri di sekitar wajah
  • Pilek disertai pembengkakan pada leher ataupun kelenjar getah bening
  • Pilek disertai perubahan warna kulit, seperti sianosis atau hiperemis, maupun adanya kelainan kulit seperti urtikaria[1,3,5,6,10,16,17]

Sekilas Tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Pilek pada Bayi dan Anak

Pasien bayi dan anak dengan red flags atau tanda bahaya memerlukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan etiologinya. Manajemen pasien dengan dimulai dari anamnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang yang terarah untuk menentukan etiologi dan tata laksana yang sesuai.[1-3]

Anamnesis

Dokter perlu menanyakan awitan keluhan pilek dan apakah keluhan semakin memberat seiring berjalannya waktu. Beberapa gejala tambahan yang perlu diwaspadai mencakup batuk nyaring dan melengking, batuk produktif, hemoptisis, sesak napas, napas berbunyi, kesulitan menelan, nyeri tenggorokan, dan adanya keluhan sistemik seperti demam, malaise, dan penurunan berat badan.[3,5,7]

Evaluasi asupan makanan anak, terutama pada bayi yang masih menyusu. Evaluasi juga luaran urin karena anak yang tidak bisa menyusu berisiko mengalami dehidrasi.

Selain gejala yang dirasakan, perlu juga ditanyakan adanya riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga, riwayat imunisasi pada pasien bayi dan anak, maupun riwayat penyakit komorbid pada pasien. Perlu juga untuk dievaluasi apakah terdapat faktor yang memperberat keluhan pilek pada pasien seperti paparan asap rokok, debu, dan alergen.[8-10]

Pemeriksaan Fisik

Saat pemeriksaan fisik, perlu dilakukan evaluasi pada keadaan umum pasien, apakah bayi atau anak tampak sakit ringan ataupun sakit berat. Pada pemeriksaan tanda vital, penting untuk memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda ancaman gagal napas, seperti takikardia, dispnea, dan penurunan saturasi oksigen.[7,12-15]

Sistem Respirasi:

Perlu juga diperhatikan pola demam pasien apabila pilek disertai dengan keluhan demam.  Pemeriksaan fisik secara umum juga perlu dilakukan, terutama pada sistem respirasi. Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan sistem respirasi yaitu:

  • Inspeksi: adanya retraksi sela iga, penggunaan otot bantu napas, hiperinflasi dinding dada
  • Palpasi : vocal fremitus dapat ditemukan menurun maupun meningkat
  • Perkusi: dapat ditemukan sonor, hipersonor, maupun redup
  • Auskultasi: dapat ditemukan bunyi napas tambahan berupa wheezing (mengi) maupun crackles (ronki)[12-15]

Pemeriksaan Hidung:

Pemeriksaan fisik lokalis yaitu pada regio nasal dapat ditemukan beberapa hal seperti adanya ekskoriasi pada nares saat inspeksi dilakukan, dan adanya nyeri tekan pada wajah saat palpasi, terutama pada lokasi sinus paranasal.[8-11]

Selain itu, pada pemeriksaan rinoskopi anterior dengan memakai spekulum hidung untuk melihat cavum nasi, dapat ditemukan adanya sekret yang cukup banyak dengan konsistensi dan warna yang bervariasi tergantung penyebabnya. Mukosa pada cavum nasal juga dapat ditemukan hiperemis, serta dapat ditemukan adanya membran putih pada septum nasi.[10,17,18]

Adanya massa bertangkai ataupun massa padat pada cavum nasi juga dapat ditemukan pada pemeriksaan dengan polip.[17-20]

Pemeriksaan Tenggorokan:

Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik tenggorokan adalah adanya mukosa faring yang hiperemis, pembesaran tonsil, tonsil yang hiperemis, serta dapat ditemukan juga adanya membran berselaput putih pada tonsil maupun faring.[12,13,18]

Pemeriksaan Telinga:

Membran timpani yang merah dan bulging menandakan adanya otitis media.[3,4]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sesuai kecurigaan etiologi pilek pada bayi dan anak. Pemeriksaan swab nasofaring dan tenggorokan juga dapat dilakukan untuk menegakkan mikroorganisme penyebab infeksi.[6,8,9,18]

Pemeriksaan rontgen toraks dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya infeksi ataupun kelainan pada sistem respirasi seperti bronkus dan paru.[11-16]

Tata Laksana

Tata laksana harus disesuaikan dengan etiologi pilek. Kebanyakan anak dengan ISPA yang disebabkan virus hanya memerlukan terapi suportif dan manajemen dapat dilakukan di rumah. Penggunaan drops cairan salin untuk mengencerkan sekresi nasal bisa meningkatkan asupan makan pada bayi dengan sekresi nasal yang kental.

Bila terdapat kegawatdaruratan jalan napas seperti obstruksi jalan napas, maka pembebasan airway harus segera dilakukan. Oksigenisasi harus segera diberikan terutama pada pasien dengan penurunan saturasi oksigen.[3,5,6]

Pada anak usia kurang dari 2 tahun dengan kondisi dispnea yang disertai dengan suara napas tambahan seperti mengi atau ronki di mana penyebabnya kemungkinan adalah bronkiolitis, terapi bersifat suportif. Pada anak yang lebih tua dan memiliki riwayat atopi atau asma, maka pemberian inhalasi bronkodilator maupun kortikosteroid perlu dipertimbangkan dengan dosis yang disesuaikan untuk usia dan berat badan bayi dan anak.

Mayoritas infeksi saluran napas pada anak disebabkan oleh virus, tetapi pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika ada tanda dan gejala infeksi bakteri.[12-16]

Pada pasien bayi dan anak dengan kondisi pilek yang disebabkan oleh adanya polip hidung, tata laksana awal dapat dilakukan dengan pemberian obat antiinflamasi spray. Namun, apabila ukuran polip sudah sangat besar atau gejala polip tidak kunjung membaik setelah pengobatan optimal, maka dapat dipertimbangkan tindakan operasi pengangkatan polip.[19,20]

Referensi