Red Flags Nyeri Wajah

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Red flags atau tanda bahaya nyeri wajah penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab patologis yang progresif dan mengancam nyawa, seperti keganasan nasofaring. Nyeri wajah merupakan keluhan yang sering ditemukan pada praktik. Proses diagnosis keluhan nyeri wajah cukup menantang karena kemungkinan penyebab yang sangat luas, distres yang dialami pasien, dan sering tumpang tindih dengan kelainan gigi dan mulut.[1]

Kemungkinan Penyebab Nyeri Wajah

Seperti telah disebutkan di atas, penegakkan diagnosis nyeri wajah merupakan hal yang cukup menantang karena kemungkinan diagnosis yang luas dan melibatkan banyak disiplin ilmu kedokteran. Nyeri pada wajah umumnya bersifat jinak, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit yang serius seperti tumor yang menginvasi saraf.[2]

Red Flags Nyeri Wajah-min

Kemungkinan etiologi nyeri wajah melibatkan berbagai bidang kedokteran, termasuk kedokteran gigi, oftalmologi, otolaringologi, penyakit dalam, dan neurologi. Secara umum, etiologi nyeri wajah dapat dibedakan menjadi penyebab lokal, neuralgia, dan vaskular.[2-5]

Lokal

Penyebab lokal dari nyeri wajah yang perlu dipertimbangkan adalah sinusitis. Selain nyeri wajah, pasien umumnya akan mengeluhkan gangguan pada hidung, seperti rhinorrhea, hidung tersumbat, dan gangguan fungsi penghidu.

Penyebab lokal lain yang perlu dipertimbangkan adalah masalah pada gigi seperti karies, abses, dan kista. Gangguan pada kelenjar ludah juga bisa menyebabkan nyeri wajah, termasuk sialolitiasis, mumps, dan parotitis.

Kemungkinan etiologi lokal lain adalah kelainan sendi temporomandibular, herpes zoster, Bell’s palsy, otitis eksterna, dan kelainan pada mata seperti glaukoma dan selulitis periorbital. Meski jarang, keganasan kepala leher juga perlu dipertimbangkan, termasuk kanker nasofaring, karsinoma sel basal, dan karsinoma sel skuamosa.[2-4]

Neuralgia

Trigeminal neuralgia biasanya menjadi diagnosis banding pertama yang dipikirkan dokter jika seorang pasien datang dengan nyeri wajah. Trigeminal neuralgia ditandai oleh nyeri seperti sengatan listrik singkat unilateral berulang, onset dan penghentian tiba-tiba, dan terbatas pada distribusi satu atau lebih divisi saraf trigeminal.

Penyebab lain yang juga perlu dipikirkan adalah post herpetic neuralgia dan cluster type headache. Nyeri wajah juga bisa timbul akibat kelainan pada area servikal tulang belakang (nyeri servikogenik). Contoh penyakit yang bisa menyebabkan nyeri servikogenik ini antara lain rheumatoid arthritis, distonia servikal, dan tumor pada area leher.

Penyebab lain yang lebih jarang adalah persistent idiopathic facial pain (PIFP) atau disebut juga atypical facial pain. Kondisi ini didiagnosis secara eksklusi, yakni dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain terlebih dulu.[2,4]

Vaskular

Penyebab vaskular dari nyeri wajah yang perlu dipertimbangkan adalah giant cell arteritis (GCA), migren, dan diseksi arteri karotid. GCA dapat didiagnosis jika pasien berusia di atas 50 tahun, mengalami nyeri kepala onset baru, kelainan arteri temporal, laju sedimentasi eritrosit di atas 50 mm/jam, dan biopsi arteri temporal abnormal. Pasien dengan GCA juga bisa mengalami amaurosis fugax, yaitu kehilangan penglihatan secara temporer pada satu datau kedua mata.[2,4]

Red Flags Nyeri Wajah

Kebanyakan kasus nyeri wajah disebabkan oleh etiologi jinak dengan prognosis yang baik. Meski demikian, pasien dengan red flags atau tanda bahaya nyeri wajah memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari etiologi yang mendasari dan menentukan penanganan terbaik. Red flags nyeri wajah yang perlu diperhatikan berdasarkan karakteristik nyeri adalah:

  • Neuropati fokal yang terjadi secara spontan dengan nyeri atau perubahan sensasi
  • Nyeri pada angulus mandibula yang timbul akibat aktivitas, bersin, atau batuk, dan berkurang dengan istirahat
  • Nyeri yang memburuk dengan cepat
  • Nyeri terasa tajam seperti ditusuk
  • Nyeri pada satu sisi wajah (unilateral)
  • Nyeri transien dan sentinel
  • Nyeri cenderung terasa kontinyu dan meluas
  • Nyeri yang muncul pascatrauma

Red flags nyeri wajah berdasarkan riwayat pasien:

  • Nyeri onset baru pada pasien usia di atas 50 tahun
  • Trigeminal neuralgia pada seseorang yang berusia kurang dari 50 tahun
  • Pasien dengan riwayat neoplasma

Red flags nyeri wajah berdasarkan keterlibatan organ lain:

  • Nyeri telinga, trismus, perubahan sensasi pada distribusi cabang mandibula
  • Nyeri wajah atau kepala di dalam atau sekitar mata
  • Nyeri disertai dengan gejala sistemik seperti lemas, demam, penurunan berat badan, anoreksia, malaise, mialgia, menggigil, berkeringat
  • Defisit neurologis
  • Papilledema
  • Terdapat gangguan pendengaran atau penglihatan, termasuk tinitus, tuli, vertigo, dan penglihatan kabur.[2,4-7]

Penanganan Pasien dengan Red Flags Nyeri Wajah

Penanganan pasien dengan red flags nyeri wajah memerlukan pemeriksaan yang komprehensif dan penuh kewaspadaan untuk menghindari misdiagnosis. Hal ini karena kemungkinan diagnosis banding yang luas dan mencakup berbagai cabang disiplin ilmu.

Anamnesis

Dokter harus mampu mencari etiologi nyeri wajah di dalam anamnesis yang tepat dengan menanyakan usia pasien dan kronologi penyakit. Kronologi penyakit dijabarkan dengan onset, durasi, lokasi dan penjalaran nyeri. Minta juga pasien mendeskripsikan karakteristik nyeri, apakah konstan atau intermiten, terasa tajam seperti pisau, berdenyut, atau ditekan. Identifikasi adanya perburukan gejala atau tidak, serta apakah nyeri wajah unilateral atau bilateral.

Hal lain yang perlu dievaluasi dalam anamnesis adalah faktor yang memperberat dan memperingan, misalnya suhu panas atau dingin, mengunyah terlalu lama, makan, menyikat gigi, menyentuh wajah, aktivitas fisik, postur, stres, dan kelelahan. Tanyakan juga adanya keluhan lain, seperti baal dan kesemutan, serta riwayat keluarga dengan keluhan serupa.[2-7]

Nyeri wajah yang disebabkan oleh kelainan dentoalveolar umumnya diperberat dengan perubahan suhu, mengunyah, atau menggigit. Gangguan temporomandibular umumnya menimbulkan nyeri ketika pasien menggerakkan rahang. Sinusitis maksilaris umumnya disertai dengan hidung berair, hidung tersumbat, dan bersin atau batuk.[1-7]

Pemeriksaan Fisik

Nyeri pada wajah sering berkaitan dengan gangguan dentoalveolar, seperti karies dan abses gigi, sehingga pemeriksaan gigi harus dilakukan terlebih dulu. Pemeriksaan fisik lainnya adalah pemeriksaan mata untuk mengevaluasi penyebab oftalmologi seperti keratitis, uveitis, dan glaukoma. Ruang posterior mata, termasuk retina dan saraf optik, juga perlu dinilai. Pembengkakan saraf optik bisa ditemukan pada kasus giant cell arteritis. Pemeriksaan sinus juga perlu dilakukan pada kasus nyeri wajah yang dicurigai disebabkan oleh sinusitis.

Pemeriksaan neurologi dapat dilakukan untuk mengevaluasi trigeminal neuralgia dan kelainan saraf tulang belakang area servikal. Refleks cahaya, ptosis, pemeriksaan saraf kranialis, dan pemeriksaan sensorik dapat bermanfaat pada kasus yang dicurigai trigeminal neuralgia.[1-7]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dipilih berdasarkan arah kecurigaan diagnosis banding. Pada kasus yang berhubungan dengan masalah gigi, mungkin diperlukan rontgen panoramik atau rontgen periapikal. CT scan tanpa kontras dapat bermanfaat pada kasus dimana nyeri wajah dicurigai berkaitan dengan trauma, perdarahan subaraknoid, atau intraparenkim. MRI juga dapat dilakukan apabila ingin mendapatkan hasil yang lebih spesifik seperti mencari kemungkinan apopleksi hipofisis, neuritis optik, aneurisma, atau tumor otak.

MRA (Magnetic Resonance Angiography) dapat dilakukan apabila penyebab vaskular seperti diseksi atau aneurisma dicurigai. MRV (Magnetic Resonance Venography) bermanfaat apabila dicurigai terjadi trombosis sinus vena.[1-7]

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nyeri wajah dilakukan sesuai dengan etiologi. Pada kasus nyeri wajah akibat masalah gigi, seperti karies atau abses gigi, dapat dilakukan scaling, tambal gigi, perawatan saluran akar, hingga ekstraksi gigi.

Pilihan lini pertama untuk pasien dengan trigeminal neuralgia adalah carbamazepine. Alternatif terapinya adalah oxcarbazepine. Pada kasus yang refrakter, dapat dipertimbangkan dekompresi mikrovaskular.

Pada kasus kelainan sendi temporomandibular, terapi konservatif umumnya memberi luaran yang baik. Ini mencakup pemberian analgesik, fisioterapi pada rahang, dan terapi perilaku jika kelainan sendi berkaitan dengan bruxism.

Penanganan giant cell arteritis dilakukan dengan terapi imunosupresif atau steroid jangka panjang. Sementara itu, kasus PIFP dapat diterapi dengan amitriptyline, duloxetine, gabapentin, atau pregabalin.[1-7]

Referensi