Pendahuluan Pemeriksaan Sistem Sensorik
Pemeriksaan sistem sensorik merupakan bentuk pemeriksaan neurologis yang dilakukan untuk menentukan lokasi atau letak kelainan lesi pada kelainan sistem saraf secara spesifik. Pemeriksaan ini juga bermanfaat menentukan jenis pemeriksaan penunjang lainnya untuk membantu menegakkan diagnosis.[1]
Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Berbeda dengan gangguan motorik yang dapat diukur melalui pemeriksaan sistem motorik, atau atrofi otot. Gangguan sensori tidak dapat terlihat secara langsung karena hanya berupa keluhan subyektif pasien, misalnya perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipoestesia) atau sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik menjadi pemeriksaan neurologis yang paling sulit dilakukan karena sifatnya yang sangat subjektif ini.
Aspek-aspek khusus yang harus dipahami mengenai pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
- Kesadaran pasien harus penuh dan tajam. Pasien tidak boleh dalam kondisi lelah karena akan muncul gangguan perhatian serta perlambatan waktu reaksi
- Prosedur pemeriksaan harus benar-benar dimengerti oleh pasien, karena pemeriksaan fungsi memerlukan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien. Dengan demikian, cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada pasien dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya
- Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya pasien menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh
- Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya
- Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya
- Asas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan
- Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), tanpa menyakiti pasien, dan pasien tidak boleh dalam keadaan tegang[2]