Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Delirium general_alomedika 2020-12-10T17:42:42+07:00 2020-12-10T17:42:42+07:00
Delirium
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Delirium

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono
Share To Social Media:

Delirium sering kali tidak terdiagnosis (underdiagnosis). Suatu review menyatakan bahwa pada tahun 2015, sekitar 60% delirium tidak terdiagnosis.[7] Berdasarkan DSM-5 kriteria diagnosis delirium adalah:

  • Gangguan atensi (yaitu penurunan kemampuan untuk mengarahkan, memfokuskan, mempertahankan, dan mengubah atensi) dan kesadaran/awareness.

  • Perubahan kognitif (misalnya defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa, atau gangguan persepsi) yang tidak disebabkan demensia sebelumnya atau perkembangan demensia.
  • Gangguan biasanya berkembang dalam periode singkat (beberapa jam hingga hari) dan cenderung berfluktuasi dalam satu hari.
  • Ditemukan bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bahwa gejala disebabkan respons fisiologis akibat kondisi medis, intoksikasi zat, penggunaan obat-obatan, atau lebih dari satu penyebab. [3]

WHO juga mengeluarkan kriteria diagnosis, yaitu International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems.[7]

Anamnesis

Gejala delirium disebabkan oleh dekompensasi fungsi otak akibat stresor.[4] Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis. Anamnesis gejala dilakukan pada keluarga atau care-giver karena pasien sering kali tidak kooperatif.[1,2]

Gejala delirium dapat dibagi menjadi hipoaktif, hiperaktif, dan campuran. Delirium hiperaktif ditandai dengan peningkatan aktivitas motorik, agitasi, marah, atau euforia. Gejala ini lebih mudah dikenali dan berpotensi membahayakan. Sementara itu, delirium hipoaktif menunjukkan gejala penurunan aktivitas motorik, cemas, mudah dan mudah lelah. Tipe hipoaktif lebih sulit dikenali dan sering didiagnosis sebagai depresi.[2,11]

Gejala utama delirium adalah gangguan atensi dan kognitif. Gejala muncul dalam beberapa jam hingga hari dan dapat bertahan beberapa bulan, serta berfluktuasi dalam satu hari. Kadang, pasien mengalami fase prodromal yang ditandai dengan kelelahan, gangguan tidur, depresi, cemas, iritabilitas, dan sensitif terhadap suara atau cahaya.[3,4,6]

Atensi

“Attention/atensi” merupakan istilah yang digunakan di DSM-5. Sementara itu, DSM-IV menggunakan terminologi “consciousness/kesadaran”. Gangguan atensi pada DSM-5 diartikan sebagai kesulitan untuk memfokuskan, mempertahankan, dan mengubah konsentrasi. Mudahnya pasien delirium terdistraksi saat berbicara merupakan contoh bentuk gangguan atensi.[3,4,6,11]

Kognitif

Gangguan kognitif yang dapat dialami pasien delirium meliputi:

  • Kehilangan ingatan
  • Disorientasi
  • Kesulitan berbicara (misalnya disfasia dan disartria)
  • Gangguan berbahasa (misalnya menulis, membaca, dan kemampuan berbahasa asing)
  • Gangguan visuo-spasial
  • Gangguan persepsi (misalnya halusinasi dan waham) [3,4,11]

Gangguan motorik

Tremor adalah salah satu bentuk gangguan motorik pada delirium. Pasien yang mengalami hiperurisemia dapat menunjukkan gejala asterixis.[2]

Aktivitas

Pasien delirium dapat mengalami penurunan atau peningkatan aktivitas, perubahan nafsu makan, dan gangguan tidur.[9]

Perilaku sosial

Contoh gangguan sosial pada pasien delirium adalah tidak kooperatif, menarik diri, perubahan dalam berkomunikasi, dan perubahan mood.[9]

Pemeriksaan Fisik

Saat ini, sudah banyak instrumen untuk membantu menegakkan diagnosis delirium. Berikut adalah instrumen yang sering digunakan:

  • Diagnosis delirium

    • Confusion Assessment Method (CAM): instrumen yang paling sering digunakan dengan sensitivitas 94–100% dan spesifisitas 90–95%

    • Delirium Symptom Interview (DSI)

  • Diagnosis delirium di ICU

    • Confusion Assessment Method for Intensive Care Unit (CAM ICU)

    • Intensive Care Delirium Screening Checklist (ICDSC)

  • Derajat keparahan delirium

    • Delirium Rating Scale-Revised-98 (DRS-98)

    • Memorial Delirium Assessment Scale (MDAS) [2,6,11]

Selain itu, pemeriksaan status mental dan tanda vital harus dilakukan.[2] Meskipun penting, pemeriksaan fisik secara menyeluruh sulit dilakukan pada pasien yang tidak kooperatif. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik difokuskan untuk mencari kemungkinan penyebab delirium.[6]

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding delirium adalah :

Demensia

Demensia merupakan salah satu faktor risiko delirium. Sebaliknya, delirium juga menjadi faktor risiko dan tanda mulai terjadinya demensia. Gejala yang saling tumpang tindih membuat keduanya sulit dibedakan. Selain itu, delirium dan demensia sering terjadi bersamaan pada pasien lansia.[2,6,12]

Berdasarkan DSM-5, diagnosis demensia tidak dapat ditegakkan pada pasien yang mengalami delirium. Perbedaan mencolok keduanya adalah waktu munculnya gejala. Perubahan kesadaran dan kognitif pada delirium terjadi akut dalam beberapa hari. Sementara pada demensia, gejala terjadi hingga bertahun-tahun.[2,12]

Status Epileptikus Nonkonvulsi

Status epileptikus nonkonvulsi adalah perubahan perilaku dan mental yang akut. Gejala yang sering muncul adalah gerakan involunter pada wajah, nistagmus, afasia, dan automatisasi (misalnya gerakan mengunyah). Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dapat membedakan status epileptikus nonkonvulsi dan delirium.[6]

Depresi

Sekitar 42% pasien delirium hipoaktif terdiagnosis sebagai depresi. Pasien depresi kadang dapat menunjukkan gejala kognitif, namun kesadaran dan atensi masih normal.[2]

Skizofrenia

Pada delirium dapat muncul gejala psikosis yang biasanya berupa halusinasi visual yang mendadak dan berfluktuasi. Sementara itu pada skizofrenia, gejalanya lebih lama.[2,6]

Bipolar

Delirium hiperaktif dengan agitasi, waham, dan gangguan psikotik dapat menyerupai fase mania pada bipolar. Namun, pada bipolar ditemukan riwayat mania atau depresi sebelumnya.[6]

 

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis, melainkan untuk mencari etiologi delirium.[2,6]

Laboratorium

Tabel 1. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada delirium[2,6]

Darah perifer lengkap

InfeksiAnemia

Serum elektrolit Ketidakseimbangan elektrolit
Kadar gula darah

Hipoglikemia atau hiperglikemiaKetoasidosis diabetik

Keadaan hiperosmolar

Tes fungsi hati Gagal hati
Tes fungsi ginjal Gagal ginjal
Analisa gas darah Asidosis atau alkalosis
Kadar hormon tiroid Hipotiroid
Urinalisis Infeksi saluran kemih
Tes narkoba (darah dan urine) Penggunaan obat-obatan terlarang

 

Selain itu, dapat dilakukan tes yang spesifik infeksi mikroorganisme tertentu, seperti HIV dan sifilis.[2]

Pencitraan

Foto rontgen dada dapat memperlihatkan infeksi paru-paru dan gagal jantung kongesti.

CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan stroke, perdarahan, hematom, dan kelainan struktur otak lainnya.

EEG digunakan untuk membedakan delirium dan status epileptikus nonkonvulsi.[1,2]

Tes Lainnya

Pulse oximetry untuk mengetahui keadaan hipoksia.

Elektrokardiografi (electrocardiography/ECG) untuk mendiagnosis aritmia dan penyakit jantung iskemik.

Lumbal pungsi untuk mengetahui adanya infeksi di sistem saraf pusat dan perdarahan subaraknoid.[1,2]

Referensi

1. S. K. Inouye, R. G. J. Westendorp, J. S. Saczynski, Lancet, 2014, 383 (9920) 911-922. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4120864/

2. K. Alagiakrishnan, Delirium, , 2017.

3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorder, Washington, 5th ed., 2013. American Psychiatric Association.

4. European Delirium Association, American Delirium Society, BioMed Central, 2014, 12 (141) 1-4. http://www.biomedcentral.com/1741-7015/12/141

6. J. Francis, G. B. Young, Diagnosis of delirium and confusional states. , 2014

7. S. Esther, G. Tamara, Fong, T. T. Hshieh, S. H. Inouye, JAMA, 2017, 318 (12) 1161-1171. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28973626

9. National Institute for Health and Care Excellence, Delirium: prevention, diagnosis, and management, https://www.nice.org.uk/guidance/cg103/resources/delirium-prevention-diagnosis-and-management-pdf-35109327290821, 2010

11. T.E. Gofton, Can J Neurol Sci, 2011, 38 (5) 673-680. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21856568

12. T. G. Fong, D. Davis, M. E. Growdon, A. Albuquerque, S. K. Inouye, Lancet Neurol, 2015, 14 (8) 823-832. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26139023

Epidemiologi Delirium
Penatalaksanaan Delirium

Artikel Terkait

  • Aspek Farmakologi Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
    Aspek Farmakologi Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
  • Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
    Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
  • Hendaya Kognitif pada Pasien Delirium
    Hendaya Kognitif pada Pasien Delirium
  • Efek Sevoflurane Terhadap Sindrom Gangguan Kognitif dan Delirium Pascaoperasi
    Efek Sevoflurane Terhadap Sindrom Gangguan Kognitif dan Delirium Pascaoperasi
  • Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri
    Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Budi Aswin
09 Mei 2021
Delirium pada lansia setelah konsumsi alprazolam
Oleh: dr. Budi Aswin
4 Balasan
Alo dokter , saya ada pasien umur 70 tahun , di bawa oleh kluarga nya krna tidak bangun2 setelah minum alprazolam 1x0,25mg selama 24 jam , tanda2 vital dbn
Anonymous
06 Agustus 2020
Pasien pasca stroke ringan mengalami delirium sekitar 3 jam setelah pulang dari Rumah Sakit apakah dapat disebabkan dari obat-obatan yang dikonsumsi
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Selamat siang dokter, izin diskusi mengenai pasien yang seminggu lalu dirawat dengan keluhan lemah bagian kiri, sesak didiagnosis dengan stroke ringan,...
dr. Ryan Viantino Pratama
18 Februari 2020
Hipernatremia apakah menyebabkan delirium?
Oleh: dr. Ryan Viantino Pratama
3 Balasan
Dok, bagaimana tatalaksana pasiendengan hipernatremia simptomatis? Saya pernah mendapatkan pasien perempuan, 45 thn datang dengan delirium, TTV masih normal,...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.