Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Delirium general_alomedika 2018-09-18T10:55:33+07:00 2018-09-18T10:55:33+07:00
Delirium
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Delirium

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono
Share To Social Media:

Dua tujuan utama penatalaksanaan kasus delirium adalah menangani gejala delirium dan mencari serta mengobati etiologinya. Keduanya harus dilakukan secara bersamaan.[6]

Algoritma 1. Prinsip tata laksana delirium. (Karya pribadi penulis) Algoritma 1. Prinsip tata laksana delirium. (Karya pribadi penulis)

Algoritma 1. Prinsip tata laksana delirium. (karya dr. Paulina diadaptasi dari: J. Francis, G. B. Young, Diagnosis of delirium and confusional states, 2014).

 

Pendekatan non farmakologis merupakan lini pertama untuk mengatasi gejala delirium. Asupan cairan dan nutrisi harus diperhatikan karena pasien berisiko mengalami dehidrasi atau malnutrisi. Tata laksana farmakologis dapat diberikan jika pasien berpotensi membahayakan diri sendiri maupun orang lain, mengganggu terapi utama, atau muncul gejala psikosis.[6]

Terapi Non Farmakologi

Agitasi ringan dapat diatasi dengan terapi non-farmakologi sebagai berikut:

  • Menghentikan konsumsi obat antikolinergik dan zat psikoaktif.
  • Melakukan reorientasi sederhana menggunakan jam, kalender, atau foto keluarga. Reorientasi juga dapat dilakukan secara verbal dengan bercerita pada pasien.
  • Mengajak keluarga pasien untuk menenangkan pasien secara verbal.
  • Memperbaiki siklus dan kualitas tidur.
  • Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman. Sebaiknya, pasien tidak terlalu sering berpindah ruang rawat.
  • Fiksasi fisik sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan agitasi serta menyebabkan imobilitas, ulkus dekubitus, dan aspirasi.
  • Pasien tidak boleh dibiarkan sendiri karena berpotensi membahayakan diri sendiri. [1,2,6]

Selain mengatasi delirium, keadaan umum pasien perlu dijaga melalui langkah berikut:

  • Memberikan asupan cairan dan nutrisi yang cukup
  • Meningkatkan mobilisasi dan range of motion (ROM)

  • Mencegah kerusakan kulit
  • Mengatasi nyeri, rasa tidak nyaman, dan inkontinensia
  • Mengurangi risiko pneumonia aspirasi. [6]

Medikamentosa

Terapi farmakologis dapat diberikan pada kasus agitasi berat yang dapat mengganggu terapi utama atau berpotensi melukai diri sendiri maupun orang lain. Gejala psikosis berat seperti halusinasi dan waham juga merupakan indikasi terapi farmakologis. [2,6]

Antipsikotik

Golongan antipsikotik dapat mengatasi agitasi dan gejala psikosis. Meskipun dapat meringankan gejala delirium, antipsikotik tidak selalu memperbaiki prognosis. Haloperidol sudah lebih awal digunakan dibandingkan antipsikotik generasi kedua. Meskipun demikian, haloperidol dosis tinggi (>4,5 mg/hari) lebih sering menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.[2,6]

Haloperidol dosis rendah (0,5–1 mg, dapat diulang 1–2 jam sesuai kebutuhan, dosis maksimal 5 mg/hari) diberikan  secara per oral, intramuskular, atau intravena. Antipsikotik generasi kedua yang dapat diberikan adalah risperidon (0,5–3 mg, setiap 12 jam), olanzapin (2,5–15 mg, sekali sehari), dan quetiapin (25–200 mg, setiap 12 jam). Ketiganya diberikan secara per oral.[6,12]

Benzodiazepin

Benzodiazepin dapat digunakan untuk delirium yang disebabkan oleh withdrawal alkohol atau benzodiazepin. Obat yang menjadi pilihan adalah lorazepam 0,5–1 mg, dapat diulang 1–2 jam sesuai kebutuhan secara per oral atau intravena.[2,6,12]

Antikolinesterase

Pemberian antikolinesterase inhibitor masih menjadi kontroversi. Secara teori, gejala delirium disebabkan oleh penurunan aktivitas kolinergik. Namun, penelitian menunjukkan bahwa manfaat antikolinesterase inhibitor pada delirium tidak konsisten.[2,6]

Obat lainnya

Obat lain yang dapat diberikan pada penatalaksanaan delirium adalah:

  • Ramelteon merupakan agonis reseptor melatonin. Obat ini dapat memperbaiki siklus dan kualitas tidur sehingga mengurangi gejala delirium. Ramelteon diberikan 8 mg secara per oral, 30 menit sebelum tidur.[14]
  • Tiamin (B1) dapat diberikan pada ensefalopati Wernicke. Dosis yang dianjurkan adalah 100 mg (IV), dilanjutkan dengan 50–100mg/hari (IV atau IM).[2]
  • Sianokobalamin (B12) dapat diberikan untuk delirium yang disebabkan kekurangan B12.[2]

Referensi

1. S. K. Inouye, R. G. J. Westendorp, J. S. Saczynski, Lancet, 2014, 383 (9920) 911-922. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4120864/

2. K. Alagiakrishnan, Delirium, , 2017.

6. J. Francis, G. B. Young, Diagnosis of delirium and confusional states. , 2014

12. T. G. Fong, D. Davis, M. E. Growdon, A. Albuquerque, S. K. Inouye, Lancet Neurol, 2015, 14 (8) 823-832. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26139023

14. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Ramelteon, , 2015

Diagnosis Delirium
Prognosis Delirium

Artikel Terkait

  • Aspek Farmakologi Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
    Aspek Farmakologi Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
  • Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
    Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
  • Hendaya Kognitif pada Pasien Delirium
    Hendaya Kognitif pada Pasien Delirium
  • Efek Sevoflurane Terhadap Sindrom Gangguan Kognitif dan Delirium Pascaoperasi
    Efek Sevoflurane Terhadap Sindrom Gangguan Kognitif dan Delirium Pascaoperasi
  • Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri
    Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Budi Aswin
09 Mei 2021
Delirium pada lansia setelah konsumsi alprazolam
Oleh: dr. Budi Aswin
4 Balasan
Alo dokter , saya ada pasien umur 70 tahun , di bawa oleh kluarga nya krna tidak bangun2 setelah minum alprazolam 1x0,25mg selama 24 jam , tanda2 vital dbn
Anonymous
06 Agustus 2020
Pasien pasca stroke ringan mengalami delirium sekitar 3 jam setelah pulang dari Rumah Sakit apakah dapat disebabkan dari obat-obatan yang dikonsumsi
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Selamat siang dokter, izin diskusi mengenai pasien yang seminggu lalu dirawat dengan keluhan lemah bagian kiri, sesak didiagnosis dengan stroke ringan,...
dr. Ryan Viantino Pratama
18 Februari 2020
Hipernatremia apakah menyebabkan delirium?
Oleh: dr. Ryan Viantino Pratama
3 Balasan
Dok, bagaimana tatalaksana pasiendengan hipernatremia simptomatis? Saya pernah mendapatkan pasien perempuan, 45 thn datang dengan delirium, TTV masih normal,...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.