Diagnosis Neuroblastoma
Diagnosis neuroblastoma umumnya sulit ditegakkan hanya berdasarkan manifestasi klinis karena sifatnya tidak spesifik. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan kadar metabolit katekolamin dan pencitraan. Selain itu, pemeriksaan histopatologis jaringan tumor dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis.[1,5]
Anamnesis
Neuroblastoma dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi tergantung pada lokasi, ukuran, dan perluasan tumor. Manifestasi klinis neuroblastoma cenderung tidak spesifik dan bisa menyerupai gejala penyakit lain. Mayoritas neuroblastoma ditemukan secara tidak sengaja sebagai massa yang terpalpasi saat pemeriksaan abdomen.[3,5]
Massa merupakan keluhan yang sering dialami pasien. Massa tidak menimbulkan rasa nyeri dan umumnya terdapat di area perut, leher, atau dada. Neuroblastoma juga dapat menimbulkan manifestasi lokal akibat penekanan struktur di sekitar massa (sesuai lokasi tumor) serta manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan, demam, dan rasa lemah.[5]
Pada tumor di area abdomen, pasien mungkin mengalami pembesaran perut disertai rasa penuh dan keluhan lain yang berhubungan dengan motilitas usus. Tumor pada leher dan toraks dapat menimbulkan kesulitan bernapas, kesulitan menelan, dan sindrom Horner yang ditandai dengan penurunan kelopak mata pada salah satu sisi.
Saat anamnesis, dokter juga perlu menanyakan riwayat penyakit kongenital dan riwayat neuroblastoma pada anggota keluarga.
Gejala Metastasis
Selain gejala yang berkaitan dengan tumor primer, ada beberapa gejala yang mungkin timbul akibat neuroblastoma yang mengalami metastasis. Contohnya adalah benjolan pada area limfonodi regional yang sesuai dengan lokasi tumor.
Selain itu, pasien mungkin mengalami kelemahan pada anggota gerak, inkontinensia urine atau inkontinensia alvi, mata menonjol keluar disertai tampilan seperti memar di sekelilingnya, rasa mudah lelah, dan infeksi berulang.
Pasien juga mungkin mudah mengalami perdarahan akibat trauma minor dan darah mungkin sulit berhenti keluar. Nyeri tulang atau persendian dan munculnya benjolan di bawah kulit yang berwarna kebiruan juga dapat menjadi tanda.[1,3,5]
Gejala Sindrom Paraneoplastik
Meskipun beberapa kasus neuroblastoma tidak mengalami metastasis, neuroblastoma dapat menyebabkan sindrom paraneoplastik akibat hormon yang diproduksi oleh tumor. Beberapa gejala yang menandakan sindrom paraneoplastik adalah diare cair kronis, demam tinggi, iritabilitas, palpitasi, kemerahan pada kulit, dan keringat berlebihan.[5,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian kondisi umum (kesadaran, tanda vital, dan berat badan), pemeriksaan lokal pada area tumor, serta pemeriksaan pada bagian tubuh lain yang berpotensi menjadi lokasi metastasis tumor. Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan demam, hipertensi, dan takikardia akibat sekresi katekolamin oleh tumor. Penurunan berat badan juga sering ditemukan pada penderita neuroblastoma.[3,5]
Pemeriksaan pada Area Tumor
Secara umum, tumor neuroblastoma dapat berukuran cukup besar, memiliki konsistensi yang padat tetapi tidak menimbulkan nyeri pada palpasi. Pada tumor di regio abdomen dan pelvis, dapat terlihat ukuran perut yang membesar, hepatomegali (jika sudah terjadi metastasis), dan abnormalitas bising usus akibat gangguan motilitas oleh tumor.
Selain itu, tumor di abdomen dapat menyebabkan penekanan atau perluasan sampai ke pembuluh limfatik dan menyebabkan retensi aliran darah balik ke jantung. Dokter mungkin menemukan edema pada tungkai atau skrotum pada anak laki-laki.[5]
Tumor di regio toraks dapat menyebabkan kompresi vena kava superior, sehingga terjadi edema di wajah, lengan, leher, dan dada bagian atas akibat terhambatnya aliran darah ke jantung. Pembengkakan dapat tampak berwarna merah kebiruan dan disertai nyeri kepala, pusing berputar, atau penurunan kesadaran.[3,5]
Tanda Metastasis Neuroblastoma
Lebih dari setengah kasus neuroblastoma baru terdiagnosis setelah metastasis ke limfonodi atau bagian tubuh lain sudah terjadi. Pembesaran limfonodi regional yang tampak sebagai benjolan di bawah kulit dapat menjadi tanda metastasis. Pembesaran limfonodi akibat neuroblastoma sering ditemukan pada limfonodi regio supraklavikula, colli, axilla, atau inguinal. Cermati ada tidaknya tanda-tanda infeksi untuk menyingkirkan kemungkinan limfadenopati akibat infeksi.[5]
Pemeriksaan sistem muskuloskeletal serta pemeriksaan fungsi neurologis yang meliputi tes motorik dan sensorik perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan sistem saraf akibat kompresi atau metastasis ke medulla spinalis. Paresis, paralisis, parestesia, atau anestesia pada lengan dan tungkai dapat menandakan kompresi atau metastasis ke tulang belakang dan medulla spinalis.
Invasi tumor ke posterior mata akan tampak sebagai proptosis yang disertai hematoma periorbita. Pada pemeriksaan ekstremitas, dapat ditemukan benjolan yang berwarna biru keunguan (blueberry muffin) jika terjadi invasi ke kulit.[5]
Diagnosis Banding
Neuroblastoma memiliki gejala yang bervariasi dan tidak spesifik, sehingga sering kali sulit dibedakan dari penyakit lain. Berikut adalah diagnosis banding neuroblastoma.
Nefroblastoma atau Wilms Tumor
Nefroblastoma merupakan tumor pada ginjal yang paling sering terjadi pada anak. Baik nefroblastoma maupun neuroblastoma memiliki gejala massa abdomen. Keduanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan ultrasonografi atau modalitas radiologis lainnya. Secara epidemiologis, keduanya terjadi pada anak berusia dini tetapi nefroblastoma memiliki puncak insidensi pada usia yang agak lebih tua, yaitu 3–4 tahun.[6,9]
Rhabdomyosarcoma
Rhabdomyosarcoma adalah keganasan pada jaringan ikat atau sistem muskuloskeletal yang paling sering pada populasi anak. Sama seperti nefroblastoma, tumor ini bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh dengan predileksi pada kepala, leher, serta ekstremitas. Rhabdomyosarcoma umumnya ditemukan pada anak usia <6 tahun dan terjadi lebih banyak pada anak laki-laki.[3,6]
Hepatoblastoma
Hepatoblastoma perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding neuroblastoma yang mengalami metastasis ke liver. Manifestasi klinis hepatoblastoma adalah massa abdomen yang disertai gejala sistemik, seperti penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, jaundice, dan anemia. Kadar alfa fetoprotein (AFP) biasanya meningkat pada 90% pasien hepatoblastoma.[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat berperan untuk menegakkan diagnosis neuroblastoma. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan laboratorium, radiologis, serta histopatologi.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, elektrolit, dan urinalisis dapat dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami neuroblastoma. Namun, pemeriksaan yang lebih spesifik untuk neuroblastoma adalah produk metabolit katekolamin yang meliputi homovanillic acid (HVA) dan vanillylmandelic acid (VMA).
Sel-sel neuroblastoma menghasilkan katekolamin dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga kadar katekolamin bisa terdeteksi di serum maupun urine. Produk metabolit katekolamin dapat terdeteksi di urine pada 90% kasus neuroblastoma.[3,5]
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat mendeteksi lokasi dan ukuran tumor, menilai metastasis, serta menjadi parameter keberhasilan terapi. Modalitas pilihan yang diutamakan dalam kasus neuroblastoma adalah magnetic resonance imaging (MRI) maupun computed tomography (CT scan). MRI dilaporkan agak lebih superior daripada CT scan untuk melihat detail struktur anatomi tumor dan perluasan tumor, khususnya pada area tulang belakang, otak, dan medulla spinalis.
Kekurangan dari MRI adalah waktu pemeriksaan yang cukup lama, sehingga terkadang anak perlu diberikan sedasi. Pemeriksaan CT dapat mendeteksi neuroblastoma pada abdomen, pelvis, dan toraks. Keuntungan dari CT adalah prosedurnya lebih nyaman dilakukan pada anak-anak dan sekaligus dapat digunakan untuk membantu tindakan biopsi pada tumor.[1,3,5]
Selanjutnya, pemeriksaan radiologi dapat dilanjutkan dengan metaiodobenzylguanidine (MIBG) scan, yaitu suatu pemeriksaan radionuklir yang menggunakan zat radioaktif 123 meta-iodobenzylguanidine. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk mendeteksi tumor neuroendokrin seperti neuroblastoma. Scan ini bermanfaat untuk mengetahui perluasan neuroblastoma sekaligus untuk mengevaluasi keberhasilan terapi. Pemeriksaan bone scan dan PET scan juga dapat digunakan untuk mengetahui metastasis.[3,5]
Pemeriksaan Histopatologis
Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologis yang mendukung neuroblastoma perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologis. Sampel histopatologis didapatkan melalui biopsi tumor atau aspirasi sumsum tulang di krista iliaka. Prosedur aspirasi sumsum tulang dapat digunakan untuk mendiagnosis neuroblastoma atau menilai metastasis ke sumsum tulang. Secara histologis, neuroblastoma tampak sebagai sel bulat kecil berwarna biru pucat yang disebut Homer-Wright pseudorosettes.[3,5]
Klasifikasi Neuroblastoma
The International Neuroblastoma Staging System (INSS) mengklasifikasikan stadium neuroblastoma berdasarkan hasil yang ditemukan setelah tindakan reseksi tumor:
- Stadium 1: tumor unilateral yang terlokalisir tanpa keterlibatan limfonodi, dapat dieksisi seluruhnya
- Stadium 2A: tumor unilateral yang terlokalisir tanpa infiltrasi ke limfonodi, tidak dapat dieksisi seluruhnya
- Stadium 2B: tumor unilateral yang terlokalisir dengan infiltrasi ke limfonodi unilateral, dapat atau tidak dapat dieksisi seluruhnya
- Stadium 3: tumor yang tidak dapat direseksi, tumor unilateral dengan infiltrasi ke sisi kontralateral, dengan atau tanpa keterlibatan limfonodi regional
- Stadium 4: tumor primer yang mengalami metastasis ke limfonodi jauh, hepar, sumsum tulang, kulit, atau organ lainnya
- Stadium 4s: tumor primer dengan metastasis ke hepar, kulit, dan sumsum tulang yang hanya terbatas pada bayi[3]
Sistem klasifikasi INSS di atas memiliki kelemahan karena tidak dapat menilai stadium klinis dari neuroblastoma sebelum tindakan reseksi. Sebagai alternatif, dibuat sistem lain yang mengacu pada hasil CT atau MRI, yaitu International Neuroblastoma Risk Group Staging System (INRGSS). Pada sistem klasifikasi tersebut, perluasan tumor ke jaringan sekitar disebut sebagai image-defined risk factors (IDRFs).
Konfirmasi diagnosis melalui pemeriksaan histologis, kadar metabolit katekolamin urine atau serum, serta biopsi sumsum tulang pada anak berusia >6 bulan juga merupakan bagian dari sistem klasifikasi ini. Berikut adalah klasifikasi INRGSS:
- L1: tumor yang terlokalisasi tanpa keterlibatan struktur sesuai IDRFs
- L2: tumor regional dengan minimal keterlibatan satu struktur IDRFs
- M: metastasis jauh termasuk infiltrasi limfonodi
- MS: metastasis ke kulit, hepar, dan/atau sumsum tulang pada anak berusia <18 bulan[3]