Imunoterapi Kanker dengan Chimeric Antigen Receptor Sel T

Oleh :
Josephine Darmawan

Imunoterapi kanker dengan Chimeric Antigen Receptor (CAR) sel T dalam beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan dengan pesat, terutama untuk kanker yang lebih agresif. Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia dan prevalensinya diprediksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan, sehingga terapi yang semakin efektif sangat diperlukan.[1]

Penelitian tentang kanker hingga saat ini terus dikembangkan dengan pesat, terutama dalam hal terapinya. Modalitas terapi baru, seperti targeted therapy hingga imunoterapi juga terus dikembangkan dan menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Sekitar 2/3 dari seluruh pasien kanker diperkirakan dapat sembuh dengan kombinasi terapi yang ada. Namun, kegagalan terapi juga masih banyak ditemukan, terutama pada kanker yang bersifat lebih agresif.[2,3]

Imunoterapi Kanker dengan Chimeric Antigen Receptor Sel T-min

Chimeric Antigen Receptor (CAR) sel T merupakan salah satu metode imunoterapi yang sedang dikembangkan secara luas saat ini. Terapi ini dinilai cukup efektif untuk membunuh sel kanker dan sudah menunjukkan hasil yang menjanjikan, terutama untuk keganasan hematologi dan beberapa tumor solid.[3-5]

Kanker merupakan proliferasi sel abnormal yang terjadi melalui beberapa proses dan perubahan, misalnya mutasi genetik dan perubahan urutan DNA. Sel kanker memiliki kemampuan untuk menghindari sistem imun tubuh, sehingga bisa berproliferasi dengan tidak terkontrol karena adanya gangguan program kematian sel akibat mutasi genetik yang terjadi.[6]

Hubungan Kanker dan Sistem Imun

Sistem imun memiliki peran yang penting dalam keberhasilan terapi kanker. Sistem imun yang berfungsi dengan baik dapat mendeteksi sel kanker sebagai sel asing yang seharusnya tidak terdapat di dalam tubuh.[6,7]

Sistem imun dapat mendeteksi sel-sel kanker dengan cara mengenali antigen pada permukaan sel tersebut. Komponen dalam sistem imun yang dapat mendeteksi antigen sel kanker adalah sel yang memiliki reseptor yang tepat.[6,7]

Reseptor sel imun dan antigen di permukaan sel kanker yang sesuai dapat berikatan seperti gembok dan kunci (lock and key), sehingga reseptor sel imun tersebut akan mengirimkan sinyal pada sistem imun untuk menghancurkan sel kanker tersebut. Tanpa reseptor yang tepat, sel kanker tidak dapat dikenali dan dihancurkan. Namun, tidak semua reseptor di sel imun dapat mendeteksi antigen di sel kanker. Studi tentang hal ini masih terus dipelajari.[6,7]

Peran Imunoterapi dalam Terapi Kanker

Imunoterapi adalah konsep terapi kanker baru yang memanfaatkan reaksi alami sistem imun tubuh untuk mendeteksi dan melawan sel kanker. Imunoterapi bermanfaat untuk menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, mencegah metastasis, dan membantu sistem imun untuk mendeteksi dan menghancurkan sel kanker.[5,7]

Ada beberapa jenis imunoterapi, yaitu antibodi monoklonal, vaksin kanker, imunoterapi nonspesifik, serta terapi sel T. Imunoterapi dilakukan dengan cara memberikan sel dari sistem imun pasien yang telah dimodifikasi. Terapi ini sedang berkembang pesat dan studi yang ada menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan, terutama pada keganasan hematologi. Namun, imunoterapi hanya efektif pada beberapa jenis sel kanker.[5,7]

Terapi Chimeric Antigen Receptor Sel T

Sel T merupakan komponen dari sistem imun yang berfungsi melawan infeksi. Terapi sel T dilakukan dengan cara mengambil sel T pasien dengan prosedur leukapheresis. Sel T yang diambil kemudian direkayasa di laboratorium agar reseptor sel T tersebut dapat mengenali antigen spesifik pada sel kanker, sehingga akan menghancurkan sel kanker secara spesifik.[3,4,8]

Sel T yang dimodifikasi ini disebut dengan sel T reseptor antigen kimerik atau chimeric antigen receptor T-cell (CAR T). Sel T yang telah dimodifikasi kemudian direinfusikan kembali ke dalam tubuh pasien dalam waktu 2 minggu. Pasien harus mendapatkan kemoterapi sebelum reinfusi sel T CAR dilakukan. Sel T CAR yang telah direinfusi akan diperbanyak di dalam tubuh.[3,4,8]

Efek Samping dan Komplikasi Terapi Chimeric Antigen Receptor Sel T

Pasien harus diobservasi secara ketat di rumah sakit selama mendapatkan terapi ini karena efek samping yang cukup berat, seperti:

  • Anemia, trombositopenia, atau leukopenia
  • Risiko infeksi akibat supresi sumsum tulang dan khususnya akibat aplasia sel B
  • Transfusi darah akibat risiko supresi sumsum tulang

  • Perdarahan
  • Sindrom pengeluaran sitokin (cytokine release syndrome): demam, lemas, ruam, dan perubahan tekanan darah
  • Komplikasi neurologis: kejang, sakit kepala, dan delirium

Komplikasi jangka panjang seperti penyakit autoimun, gangguan jantung, gagal ginjal, dan gagal hati juga dapat terjadi.[3,4,8]

Bukti Klinis Penggunaan Terapi Chimeric Antigen Receptor Sel T

Terapi sel T CAR yang ada saat ini telah berhasil mendeteksi dan menghancurkan sel kanker yang memiliki antigen CD19. CD19 adalah antigen pada permukaan sel limfosit B. Antigen CD19 diekspresikan secara signifikan pada beberapa jenis kanker darah, seperti leukemia limfositik kronis dan leukemia limfoblastik akut.[3,5]

Uji klinis menunjukkan bahwa imunoterapi dengan sel T CAR yang menarget CD19 (sel T CAR CD19) bisa memberikan keberhasilan klinis pada leukemia limfoblastik akut, limfoma non-Hodgkin, dan leukemia limfositik kronis. Uji klinis pada 51 pasien leukemia limfoblastik akut menunjukkan bahwa infus sel CAR T memberikan remisi morfologis komplit pada 41 (82%) pasien. Sekitar 69% pasien yang mengalami remisi morfologis komplit mencapai penyakit residual minimal.[9]

Uji klinis lain menunjukkan bahwa 45.5% yang mencapai penyakit residual minimal memiliki masa bebas leukemia/leukemia-free survival selama 18 bulan. Neurotoksisitas dan CRS cukup banyak dilaporkan. Hasil serupa juga ditemukan pada uji klinis dengan pasien limfoma non-Hodgkin dan leukemia limfositik kronis.[9]

Sel T CAR CD19 telah diproduksi secara global, tetapi belum tersedia di Indonesia. Ada empat generasi sel T CAR yang telah dikembangkan hingga saat ini. Penanda biologis atau biomarker yang telah dipelajari selain CD19 adalah integrin alfa V beta 6, CAIX, CD20, CD22, CD30, CD33, CD138, HER2, FAP, dan CEA. Namun, target antigen ini belum menunjukkan hasil sebaik CD19. Beberapa uji klinis lain juga meneliti kegunaan sel T CAR pada mieloma multipel dan leukemia myeloid akut.[3,8,10,11]

Terapi sel T CAR juga diadaptasi untuk tumor solid. Sekitar 30 jenis antigen tumor solid telah dipelajari saat ini, seperti EGF pada glioblastoma, GD2 pada neuroblastoma, serta mesothelin dan CD3 Zeta pada mesothelioma pleura maligna. Studi pada binatang menunjukkan hasil yang menjanjikan, tetapi belum ada keberhasilan klinis yang cukup menjanjikan pada tumor solid manusia.[12,13]

Hasil terbaik saat ini ditemukan pada terapi sel T CAR yang menargetkan GD2 pada neuroblastoma (remisi pada 3 dari 11 pasien) serta HER2 pada sarkoma (penyakit stabil pada 4 dari 17 pasien).[12,13]

Kesimpulan

Chimeric Antigen Receptor (CAR) sel T adalah salah satu imunoterapi yang sangat menjanjikan. Imunoterapi jenis ini telah menunjukkan keberhasilan klinis pada kanker hematologi, seperti leukemia limfoblastik akut, limfoma non-Hodgkin, dan leukemia limfositik kronis dengan cara menargetkan antigen CD19.

Namun, terapi ini belum dapat digunakan mengingat studi yang ada masih bersampel sedikit, serta adanya risiko efek samping dan komplikasi yang cukup serius, seperti penyakit autoimun, neurotoksisitas, dan cytokine release syndrome.

Studi lebih lanjut masih diperlukan dengan standar yang lebih homogen, seperti dosis sel T CAR yang diberikan, jenis kemoterapi yang diberikan, cara leukapheresis, serta pengambilan dan penyimpanan data. Antigen target pada sel kanker yang cukup efektif selain CD19 juga sulit ditemukan. Hal-hal ini merupakan kendala dalam pengembangan terapi sel T CAR.

Penggunaan sel T CAR juga masih berada dalam tahap uji klinis dan masih jauh dari sempurna (termasuk pada kanker hematologi). Studi lebih lanjut masih perlu dilakukan tentang penggunaan sel T CAR pada kanker hematologi ataupun jenis kanker lain.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi