Epidemiologi Neuroblastoma
Secara epidemiologi, prevalensi neuroblastoma sebagai keganasan yang sering terjadi pada anak mencapai 8–10% dari seluruh tumor padat pada anak. Penyakit ini terutama didiagnosis pertama kali pada bayi dengan median usia 17 bulan. Neuroblastoma juga merupakan penyebab dari 97% tumor yang terjadi pada sistem saraf simpatis.[1]
Global
Neuroblastoma merupakan tumor padat ekstrakranial yang paling sering pada anak. Insidensinya bervariasi di tiap negara tetapi negara berkembang memiliki insidensi tertinggi, yaitu 1 dari 7.000 anak. Di Amerika, neuroblastoma menjadi penyebab 7,8% kasus keganasan pada anak, dengan insidensi mencapai 650 kasus setiap tahunnya. Neuroblastoma mendominasi kasus keganasan neonatus (28-39%).[1-4,6]
Sebanyak 90% kasus ditemukan sebelum usia 5 tahun, dengan median usia saat diagnosis adalah 2 tahun. Puncak insiden neuroblastoma adalah pada 5 tahun pertama kehidupan. Prevalensi tertinggi ditemukan pada anak usia <4 tahun (85%), kemudian menurun hingga 8% pada usia 9 tahun, dan 1,5% pada usia >15 tahun. Insidensi neuroblastoma relatif serupa antara anak laki-laki maupun perempuan.[1-3,6,8]
Indonesia
Neuroblastoma mencakup 5,76% dari seluruh keganasan pada anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Sebuah studi kohort retrospektif di RSCM dari tahun 2000–2007 menemukan 62 pasien baru neuroblastoma yang terdiri dari 58% laki-laki dan 42% perempuan. Usia terbanyak saat diagnosis adalah 1–5 tahun.[2]
Mortalitas
Sebanyak 15% kematian akibat kanker pada anak disebabkan oleh neuroblastoma. Penelitian di RSCM, Jakarta mendapatkan angka kematian neuroblastoma sebesar 37% dari total 63 pasien. Sepsis merupakan penyebab kematian tersering (44%), diikuti oleh perdarahan (30%), infiltrasi sistem saraf pusat (22%), dan infiltrasi mediastinum (4%).[1,2]