Diagnosis Hipotensi Ortostatik
Diagnosis hipotensi ortostatik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksan fisik sederhana. Tekanan darah pasien diukur dan dibandingkan pada posisi berbaring dan berdiri selama 3 menit. Bila dalam waktu 3 menit terjadi penurunan tekanan darah sistolik hingga setidaknya 20 mmHg atau penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg pada posisi berdiri.[4,9]
Anamnesis
Melalui anamnesis dapat digali adanya keluhan seperti rasa kepala yang ringan (lightheadedness), pusing mengambang (dizziness), penglihatan kabur, bahkan sinkop. Keluhan lain, seperti nyeri kepala, nyeri tengkuk, dan kelemahan tungkai (leg buckling) lebih jarang terjadi. Pada pasien dengan penyakit vaskular dan stenosis arterial, gejala dapat berupa iskemia pada organ tertentu, seperti angina pektoris serta mual atau nyeri abdomen. Penting juga untuk menanyakan posisi saat keluhan terjadi atau kegiatan yang sedang dilakukan saat keluhan timbul. Namun, perlu diingat bahwa pada hipotensi ortostatik dapat bersifat asimptomatik pada kebanyakan pasien.[4,6,7]
Riwayat penyakit sebelumnya penting diketahui untuk menyingkirkan faktor risiko hipotensi ortostatik. Dokter juga perlu menanyakan obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien. Jenis obat-obatan tertentu dapat berisiko menimbulkan hipotensi ortostatik, antara lain diuretik, seperti furosemide dan spironolactone; alpha blockers, seperti prazosin dan tamsulosin; beta blockers, seperti atenolol; dan nitrat, seperti nitrogliserin. Calcium channel blockers dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors mempunyai kaitan yang lebih rendah terhadap hipotensi ortostatik daripada obat lain yang mengganggu aktivitas simpatis. Obat-obatan lain, seperti sedatif, hipnotik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), neuroleptik, dan antidepresan juga ditemukan memiliki kaitan dengan hipotensi ortostatik.
Lebih dari 50% pasien di atas 60 tahun umumnya akan mengeluhkan gangguan kognitif saat berdiri.[4,6,7]
Anamnesis mengenai riwayat penyakit lain yang diderita juga perlu ditanyakan, seperti manifestasi klinis Parkinson, ataksia serebelar, penurunan berat badan, takikardia saat istirahat atau gangguan irama jantung, gangguan sistem gastrointestinal, disfungsi ereksi, ejakulasi dini, anhidrosis, intoleransi panas, xerotic skin, hiperhidrosis fokal, serta keluhan lower urinary tract symptoms (LUTS), seperti peningkatan frekuensi berkemih, urgensi berkemih, serta berkemih malam.[3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah merupakan pemeriksaan fisik utama untuk menegakkan hipotensi ortostatik. Lakukan pemeriksaan dengan membandingkan tekanan darah dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Mengingat pasien hipotensi ortostatik bisa saja asimptomatik, pemeriksaan sederhana ini terutama dilakukan sebagai skrining pada pasien dengan faktor risiko mengalami hipotensi ortostatik, yaitu usia lanjut, pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi dan obat lain yang berkaitan dengan hipotensi ortostatik, pasien dengan diabetes, dan pasien dengan kelainan neurologis, seperti Parkinson.[4,9]
Pemeriksaan fisik pada sistem kardiovaskular dan neurologi yang mendetil juga diperlukan untuk menapis faktor risiko kardiak pada keluhan pasien, seperti valsava maneuver yang dapat mendeteksi ada tidaknya gagal jantung dan gangguan saraf otonom. Pada pasien usia lanjut, juga perlu dilakukan skrining hipovolemik sekunder akibat terapi diuretik, perdarahan, atau muntah, dan polifarmasi. Pada kasus sinkop, perlu dibedakan apakah pasien pingsan karena kejang atau neurokardiogenik (vasovagal sinkop).[3,4,10,11]
Pemeriksaan Tanda Vital Ortostatik
Tanda vital ortostatik sangat penting dilakukan untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik. Berikut langkah-langkah pemeriksaan tanda vital ortostatik:
- Pastikan area pemeriksaan aman bagi pasien, terutama pasien dengan risiko sinkop
- Minta pasien untuk beristirahat dalam posisi berbaring terlentang
- Lakukan pemeriksaan tekanan darah dan detak jantung
- Setelah lima menit, minta pasien untuk berdiri dengan tenang
- Lakukan pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung pada menit pertama, ketiga, dan kelima dan catat keluhan pasien saat berdiri
- Jika ada penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg, seseorang dapat didiagnosis sebagai penderita hipotensi ortostatik[4,7]
Kriteria Diagnosis Hipotensi Ortostatik
Kriteria diagnostik hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik minimal 20 mmHg atau tekanan darah diastolik minimal 10 mmHg dalam waktu 3 menit saat berdiri atau saat kepala ditinggikan lebih dari >60° saat berbaring. Pada pasien hipertensi, penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 30 mmHg dinilai lebih akurat untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik.[5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hipotensi ortostatik antara lain:
Sinkop Vasovagal
Sinkop vasovagal dan hipotensi ortostatik sama-sama dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan sinkop. Sinkop vasovagal dapat terjadi secara tiba-tiba pada pasien dengan refleks baroreseptor yang baik. Keluhan sering terjadi karena dipicu oleh rasa nyeri, seperti karena disuntik, pengambilan darah, atau memiliki stimulus emosional.[1]
Faktor pembeda antara vasovagal sinkop dan hipotensi ortostatik neurogenik adalah kecepatan penurunan tekanan darah. Pada pasien vasovagal sinkop, pasien akan mengalami penurunan tekanan darah dalam beberapa menit setelah tes kemiringan tegak lurus (tilt table testing). Kondisi ini sering berhubungan dengan bradikardia relatif dan gejala prodromal seperti diaforesis, nausea, dan rasa hangat. Pada hipotensi ortostatik, penurunan tekanan darah langsung terjadi saat tes dimulai.[7]
Kedua keadaan tersebut berbeda seperti analogi batu yang turun perlahan melalui turunan dan batu yang jatuh tiba-tiba di dalam jurang.[7]
Sindrom Takikardia Ortostatik
Sindrom takikardia ortostatik memiliki karakteristik intoleransi ortostatik yang ditandai dengan takikardia ortostatik. Keadaan ini terjadi akibat peningkatan jumlah volume cairan di ekstremitas bawah yang menyebabkan denyut jantung meningkat hingga lebih dari 30 denyut lebih besar daripada normal, sebagai mekanisme kompensasi untuk mengalirkan darah ke otak.[1]
Kondisi ini dapat dibedakan dengan jelas dengan hipotensi ortostatik melalui pemeriksaan denyut jantung. Denyut jantung pasien sindrom takikardia ortostatik meningkat saat berdiri, sedangkan denyut jantung pasien hipotensi ortostatik dapat saja normal dan menurun saat sinkop.[1]
Sindrom Sinus Karotis
Sindrom sinus karotis adalah sinkop yang dimediasi secara neurologis. Diagnosis sindrom sinus karotis dapat ditegakkan apabila ada asistol lebih dari 3 detik atau tekanan darah sistolik menurun sebanyak 50 mmHg, atau keduanya.Gejala dapat muncul dengan pijatan sinus karotis.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengeksklusi penyebab lain hipotensi ortostatik selain hipovolemia dan fenomena venous pooling, seperti faktor neurogenik. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud, antara lain:
Autonomic Reflex Screen
Autonomic reflex screen terdiri dari sejumlah pemeriksaan yaitu the quantitative sudomotor axon reflex test (QSART), pemeriksaan fungsi kardiovagal, dan pemeriksaan fungsi adrenergik. QSART mengevaluasi volume postganglionic di lengan atas dan 3 tempat di kaki. Kemudian diukur variasi detak jantung dan pemeriksaan rasio valsava untuk memeriksa fungsi kardiovagal.[1]
Untuk mengevaluasi refleks adrenergik, dilakukan evaluasi denyut demi denyut tekanan darah dan respons denyut jantung pada manuver valsava dan posisi kepala head up tilt. Autonomic reflex screen bermanfaat untuk menentukan beratnya dan distribusi sudomotor, kardiovagal, dan kegagalan adrenergik.[1]
Tes Keringat Termoregulasi
Tes keringat termoregulasi dilakukan dengan mengevaluasi distribusi anhidrosis. Pola anhidrosis dapat sangat membantu. Keadaan length-dependent neuropathy memiliki karakteristik hilangnya keringat di bagian distal dan otonom ganglionopati autoimun memiliki karakteristik hilangnya keringat pada regional tertentu. Sedangkan kegagalan otonom murni memiliki keadaan global anhidrosis. Menggabungkan antara tes keringat termoregulasi dengan QSART juga dapat menentukan perkiraan lokasi lesi.[1]
Sodium Urine 24 Jam
Pemeriksaan sodium urine 24 jam bermanfaat dalam menentukan apakah pasien menerima jumlah cairan yang sesuai. Dengan tujuannya adalah ekskresi sejumlah 1,500 hingga 2,500 mL urine dalam 24 jam. Manfaat selanjutnya adalah karena sodium merupakan pusat penjaga keseimbangan volume plasma, ekskresi urine menyediakan informasi apakah pasien mengonsumsi garam yang cukup. Ekskresi urine >170 mmol/24 jam berhubungan dengan volume plasma normal.[1]
Head-Up Tilt-Table Testing
Pemeriksaan tilt-table testing dilakukan pada ruangan yang tenang dengan suhu antara 20°C hingga 24°C. pasien berbaring istirahat posisi supine selama lima menit sebelum pemeriksaan dimulai. Denyut jantung harus dipantau terus-menerus dan automated device juga harus digunakan untuk mengukur tekanan darah dalam interval tertentu.[12,13]
Meja kemudian perlahan diangkat dalam sudut antara 60 dan 80 derajat selama 5 menit. Pemeriksaan dinyatakan positif bila tekanan darah sistolik turun 20 mmHg dibawah baseline atau tekanan darah diastolik turun 10 mmHg dibawah baseline.[12,13]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan glukosa darah untuk menyingkirkan diabetes, pemeriksaan aspirasi lemak dan protein serta imunoelektrofotoretogram untuk menyingkirkan amiloidosis, dan pemeriksaan darah untuk menyingkirkan porfiria dan defisiensi vitamin B12.[1,5]