Fludrocortisone Sebagai Terapi Hipotensi Ortostatik

Oleh :
dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S

Fludrocortisone merupakan salah satu terapi farmakologi yang banyak dianggap sebagai lini pertama dalam tata laksana hipotensi ortostatik, tetapi bukti ilmiah efikasinya masih banyak diperdebatkan. Hipotensi ortostatik merupakan kondisi yang disebabkan oleh kegagalan sistem autonomik tubuh untuk mengadaptasi perubahan tekanan darah pada perubahan postur. Fludrocortisone adalah steroid buatan yang meningkatkan volume darah dan kemampuan pembuluh darah untuk merespon perubahan posisi. Atas dasar inilah fludrocortisone diduga bermanfaat dalam penanganan hipotensi ortostatik.[1]

Ulasan Singkat Hipotensi Ortostatik

Hipotensi ortostatik akan terjadi ketika mekanisme regulasi kontrol tekanan darah ortostatik gagal berfungsi. Regulasi kontrol tersebut melibatkan barorefleks, volume darah yang normal, dan pertahanan terhadap venous pooling berlebihan. Hipoperfusi serebral pada hipotensi ortostatik akan menimbulkan gejala seperti rasa melayang dan pandangan kabur saat berdiri yang membaik ketika duduk kembali, rasa lelah, dan nyeri kepala-leher.

Woman,Take,Care,For,Health,,Using,Sphygmomanometer,For,Measure,Blood

Penatalaksanaan hipotensi ortostatik cukup kompleks, karena dokter perlu menormalisasi tekanan darah saat berdiri tetapi juga menjaga agar tidak terjadi hipertensi saat pasien supinasi. Oleh karenanya, secara umum tujuan penatalaksanaan pada hipotensi ortostatik adalah untuk memperbaiki tekanan darah saat berdiri dan mengurangi gejala agar pasien dapat melakukan aktivitas harian tanpa adanya hipertensi supinasi yang berlebihan.[2]

Fludrocortisone Sebagai Terapi Hipotensi Ortostatik

Seperti telah disebutkan di atas, terapi hipotensi ortostatik bertujuan untuk mengurangi beban gejala, meningkatkan kemampuan untuk berdiri, memperbaiki kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas harian secara independen, mencegah penurunan tekanan darah saat berdiri, dan mengurangi risiko hipertensi pada posisi supinasi. Terapi hipotensi ortostatik perlu mencakup identifikasi obat atau faktor risiko pemicu, penggunaan alat atau maneuver untuk pencegahan, dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis pada hipotensi ortostatik meliputi fludrocortisone, desmopressin, midodrin, piridostigmin, dan droxidopa.[3]

Fludrocortisone adalah mineralokortikoid sintetik yang dapat meningkatkan absorpsi natrium dan air pada ginjal, sehingga dapat meningkatkan volume plasma dan tekanan darah. Fludrocortisone juga dapat mensensitisasi adrenoreseptor alfa dan meningkatkan peran noradrenalin. Fludrocortisone digunakan dalam tata laksana hipotensi ortostatik pada dosis 0,1-0,4 mg sekali sehari. Pasien yang mengonsumsi fludrocortisone disarankan untuk mendapat suplementasi kalium atau mengonsumsi makanan tinggi kalium untuk mencegah hipokalemia.[1]

Bukti Ilmiah Efikasi Fludrocortisone pada Hipotensi Ortostatik

Belum banyak uji klinis yang menganalisis efikasi fludrocortisone dalam tata laksana hipotensi ortostatik. Sebuah uji klinis yang membandingkan efek fludrocortisone dengan domperidone menunjukkan bahwa kedua obat tersebut dapat memperbaiki gejala klinis hipotensi ortostatik yang dinilai dengan menggunakan Composite Autonomic Symptom Scale (COMPASS) dan Clinical Global Impression of Change dalam 3 minggu pengobatan. Selain itu, ditemukan bahwa fludrocortisone dan domperidone dapat mengurangi penurunan tekanan darah pada pemeriksaan tilt table, meskipun tidak signifikan secara statistik.[4]

Pada uji klinis acak terkontrol oleh Schreglmann et al, fludrocortisone ditemukan lebih superior dibandingkan dengan piridostigmin dalam pengobatan hipotensi ortostatik pada pasien dengan penyakit Parkinson. Fludrocortisone dapat memperbaiki penurunan tekanan darah pada perubahan postur di mana piridostigmin tidak memiliki pengaruh. Selain itu, fludrocortisone ditemukan memiliki efek hipertensi supinasi perifer yang minor tanpa efek hipertensi supinasi sentral bermakna. Meski demikian, studi ini hanya melibatkan 13 partisipan, sehingga kekuatan buktinya masih belum adekuat.[5]

Tinjauan Cochrane (2021) menganalisis 13 penelitian yang melibatkan 513 partisipan dalam penggunaan fludrocortisone untuk tata laksana hipotensi ortostatik. Hanya terdapat 3 penelitian yang menggunakan metode uji klinis acak, tetapi jumlah partisipan dalam penelitian ini kecil dan durasi penelitiannya singkat.

Dari uji klinis acak yang diikutkan dalam analisis tersebut, didapatkan hasil bahwa fludrocortisone dapat mengurangi penurunan tekanan darah dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan neuropati diabetes berat. Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan penyakit Parkinson ketika dibandingkan dengan obat piridostigmin. Meski demikian, peneliti menyatakan bahwa data yang tersedia belum cukup untuk mendukung efikasi fludrocortisone dalam penatalaksanaan hipotensi ortostatik.[7]

Tolerabilitas Fludrocortisone dalam Tata Laksana Hipotensi Ortostatik

Studi kohort retrospektif dengan jumlah sampel cukup besar (n=2121) dilakukan oleh Grijalva et al untuk membandingkan keamanan fludrocortisone dengan midodrin dalam tata laksana hipotensi ortostatik. Dalam studi ini (1324 menggunakan fludrocortisone dan 797 menggunakan midodrin), ditemukan bahwa pengguna fludrocortisone mengalami insidensi admisi ke rumah sakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengguna midodrin tanpa membedakan penyebabnya. Perawatan karena gagal jantung ditemukan lebih tinggi pada pengguna midodrin dibandingkan fludrocortisone. Pada kelompok dengan gagal jantung kongestif, angka perawatan dan eksaserbasi gagal jantung ditemukan lebih tinggi pada pengguna fludrocortisone dibandingkan dengan midodrin.[6]

Kesimpulan

Fludrocortisone adalah mineralokortikoid sintetik yang dapat meningkatkan volume plasma dan kemampuan pembuluh darah untuk merespon perubahan posisi, sehingga banyak digunakan dalam tata laksana hipotensi ortostatik. Meski demikian, bukti ilmiah yang tersedia belum cukup untuk mendukung efikasinya dalam penatalaksanaan hipotensi ortostatik. Masih diperlukan uji klinis acak terkontrol dengan jumlah sampel lebih besar, durasi studi lebih panjang, dan cara pengukuran tekanan darah ortostatik yang lebih terstandar sebelum rekomendasi terkait penggunaan fludrocortisone dapat diberikan. 

Referensi