Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan atrial fibrilasi adalah penurunan risiko thromboembolik, mengontrol irama jantung, dan mengontrol laju denyut jantung.
Kontrol Laju (Rate Control)
Rate control merupakan penatalaksanaan yang penting bagi atrial fibrilasi pada saat akut maupun kronik. Dengan memperbaiki fungsi mekanik, menurunkan respon ventrikel, memperbaiki pengisian ventrikel, dan menurunkan kebutuhan oksigen miokardial, fungsi hemodinamik dapat menjadi lebih stabil. Medikamentosa yang dapat digunakan adalah dari golongan beta blocker (bisoprolol, esmolol, dan propanolol) atau penghambat kanal kalsium non dihidropiridin (diltiazem, verapamil).[4,9]
Digoxin selama ini banyak digunakan untuk mengontrol laju ventrikel selama atrial fibrilasi. Namun, berdasarkan penelitian-penelitian saat ini dikatakan bahwa digoxin kurang efektif dalam mengontrol laju ventrikel, khususnya pada atrial fibrilasi paroksismal atau akut. Digoxin tidak dianjurkan sebagai terapi awal pasien atrial fibrilasi yang aktif karena onset kerjanya 1 jam setelah administrasi dan kadar puncak baru tercapai dalam 6 jam. Beta blocker, diltiazem dan verapamil dinilai lebih superior dibandingkan dengan digoxin dalam mengontrol laju ventrikel. [9,11]
Berikut adalah pilihan obat untuk rate control pada atrial fibrilasi:
- Propanolol 1 mg intravena bolus pelan dalam 1 menit, hingga 3 dosis dengan interval 2 menit
- Propranolol 10-40 mg sebanyak 3-4 kali per hari secara oral
- Bisoprolol 2,5-10 mg satu kali per hari
- Esmolol 500 mcg/kgBB intravena bolus pelan dalam 1 menit, kemudian 50-300 mcg/kgBB/menit intravena
- Diltiazem 120-360 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
- Diltiazem 0,25 mg/kgBB intravena bolus pelan dalam 2 menit, kemudian 5-15 mg/jam
- Verapamil 180-480 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
- Verapamil 0,075 -0,15 mg/kgBB intravena bolus pelan dalam 2 menit, dapat dilanjutkan dengan 10 mg setelah 30 menit jika tidak berespon, kemudian 0,005 mg/kgBB/menit melalui infus
- Digoxin 0,25 mg intravena dapat diulangi hingga 1,5 mg dalam 24 jam
- Digoxin 0,125-0,25 mg satu kali per hari [12]
Kontrol Irama
Tujuan utama strategi control irama adalah untuk mengurangi keluhan. Pilihan pertama untuk terapi ini adalah dengan obat antiaritmia. Amiodarone merupakan pilihan obat pada pasien dengan atrial fibrilasi paroksismal dan persisten. Supresi aritmia dari penggunaan amiodarone berkisar 50-80% dalam 1-3 tahun. Namun, penggunaan amiodarone dalam jangka waktu panjang (>5 tahun) dapat menimbulkan efek samping meskipun jarang terjadi, yaitu adanya disfungsi tiroid. [9,11]
Dosis yang dapat digunakan adalah:
- Amiodarone 300 mg intravena dalam 1 jam, kemudian 10-50 mg/jam dalam 24 jam
- Amiodarone 100-200 mg satu kali sehari per oral [12]
Terapi Pencegahan Tromboembolisme
Terapi antitrombotik digunakan untuk mencegah terjadinya stroke pada pasien atrial fibrilasi. Antikoagulan (antagonis vitamin K dan antikoagulan baru) dan antiplatelet merupakan jenis terapi yang digunakan pada pasien atrial fibrilasi. Antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin) merupakan antikoagulan yang paling umum digunakan untuk pencegahan stroke pasien atrial fibrilasi. Beberapa antikoagulan baru, seperti dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban merupakan pilihan terapi yang dapat diberikan untuk menghambat thrombin secara langsung atau menghambat faktor Xa. [4]
Berikut ini adalah pilihan obat antikoagulan yang dapat digunakan untuk mencegah tromboembolisme :
- Warfarin 5-10 mg per hari secara intravena bolus pelan dalam 1-2 menit, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per hari
- Warfarin 5-10 mg per hari per oral, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per hari
- Apixaban 5 mg dua kali sehari, atau 2,5 mg dua kali sehari jika kadar kreatinin pasien >1,5 mg/dL atau pasien berusia > 80 tahun atau dengan berat badan < 60 kg
- Dabigatran 150 mg dua kali sehari, atau 75 mg dua kali sehari jika klirens kreatinin 15-30 mL/menit
- Rivaroxaban 20 mg per hari, atau 15 mg per hari jika klirens kreatinin 15-50 mL/menit. [13]
Kardioversi Elektrik
Kardioversi elektrik merupakan salah satu strategi kendali irama pada saat fase akut atrial fibrilasi yang tidak stabil atau tidak respon terhadap terapi obat-obatan. Keberhasilan dari tindakan kardioversi ini mencapai 80-96%. Kardioversi dilakukan dengan memberikan syok elektrik yang tersinkronisasi secara langsung ke kompleks QRS untuk mencegah fibrilasi ventrikel. Kardioversi elektrik dengan arus bifasik lebih dipilih dibandingkan dengan arus monofasik, biasanya diberikan dengan kekuatan 120-200 Joule. [9,11]
Kardioversi elektrik dapat dilakukan dengan pasien disedasi menggunakan propofol atau midazolam. Saat melakukan kardioversi, tekanan darah dan saturasi oksigen pasien harus terus dipantau.
Pada pasien atrial fibrilasi yang tidak stabil, kardioversi harus segera dilakukan. Pada pasien yang stabil, kardioversi dilaporkan cukup aman dilakukan dalam waktu < 24 jam setelah onset atrial fibrilasi pada pasien yang belum mendapat antikoagulan. [16]
Terapi Ablasi
Ablasi frekuensi-radio merupakan prosedur non operatif, yang menggunakan kateter, dilakukan pada atrium kiri. Terapi ablasi merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan atrial fibrilasi yang masih mengalami keluhan walaupun telah dilakukan terapi medikamentosa optimal atau pasien yang memilih terapi ini karena menolak mengonsumsi obat antiaritmia seumur hidup. Ablasi frekuensi-radio mempunyai keberhasilan 85% dalam 1 tahun pertama dan 52% dalam 5 tahun. [4,9]
Ablasi dan modifikasi nodus atrioventricular (NAV) dengan pemasangan pacu jantung permanen merupakan terapi yang efektif untuk mengontrol respon ventrikel pada pasien atrial fibrilasi. Ablasi NAV merupakan prosedur yang dilakukan pada kondisi dimana kombinasi terapi gagal dengan obat atau ablasi atrium kiri tidak berhasil dilakukan.[4]
Terapi Suportif
Terapi penunjang atrial fibrilasi bertujuan untuk mencegah atau menghambat remodelling miokard akibat hipertensi, gagal jantung, ataupun inflamasi. Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah penghambat enzim konversi angiotensin, penyekat reseptor angiotensin, antagonis aldosterone, statin, dan omega 3. Penghambat enzim konversi angiotensin dan penyekat reseptor angiotensin dapat mencegah fibrosis atrium dan hipertrofi. Obat-obatan ini digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi yang mengalami gagal jantung dan hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri. Statin berfungsi untuk menghambat proses aterosklerosis, antiinflamasi, dan antioksidan.[4,9]