Etiologi Non Alcoholic Fatty Liver
Etiologi non-alcoholic fatty liver atau perlemakan hati non-alkohol pada dasarnya adalah penumpukan lemak pada hepar yang mengakibatkan lipotoksisitas hepar. Ini dapat didasari oleh ketidakseimbangan asupan dengan penggunaan energi, gangguan metabolisme lipid pada hepar, dan kelainan adiposit. Secara garis besar, etiologi non-alcoholic fatty liver dapat dibagi menjadi dua, yakni etiologi metabolik dan etiologi lainnya.[3]
Gangguan Metabolik
Sindrom metabolik, termasuk kondisi obesitas dan diabetes mellitus, dapat mendorong terjadinya non-alcoholic fatty liver.[3]
Obesitas
Obesitas diartikan dengan indeks massa tubuh ≥30 kg/m2. Kondisi obesitas berhubungan dengan 30-100% pasien dengan non-alcoholic fatty liver. Selain itu, obesitas juga meningkatkan risiko non-alcoholic fatty liver hampir 5 kali lipat dan berhubungan dengan penyakit yang lebih parah terutama pada usia lanjut.
Obesitas dapat mempercepat progresi penyakit menuju steatohepatitis serta sirosis hepar. Kondisi lain yang berhubungan dengan obesitas seperti obstructive sleep apnea atau obesitas trunkal juga memiliki risiko lebih tinggi.[1-5]
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus berhubungan dengan non-alcoholic fatty liver terlepas dari berapa pun indeks massa tubuh seseorang. Hal ini didasari pada kondisi resistensi insulin, yang merupakan kelainan pada penyakit diabetes mellitus dan fatty liver.
Selain itu, resistensi insulin juga mendorong akumulasi lemak lebih lanjut pada sel hepar pada kondisi steatosis, hingga mendorong terjadinya steatosis, sirosis hepar, dan kanker hepatoseluler. Populasi dengan etnis yang tinggi risiko diabetes juga memiliki risiko tinggi fatty liver, termasuk anak-anak dengan diabetes mellitus tipe I.[1-5]
Etiologi Lain
Etiologi lain mencakup penggunaan jangka panjang obat-obatan steatogenik seperti kortikosteroid, asam valproat, tamoxifen, methotrexate, dan amiodarone. Hal lain yang juga berkaitan dengan non-alcoholic fatty liver adalah infeksi hepatitis C genotipe 3, penyakit Wilson, penyakit Celiac, kelaparan, dan penurunan berat badan dalam jumlah besar secara pembedahan.
Non-alcoholic fatty liver juga bisa disebabkan gangguan metabolisme lipid seperti abetalipoproteinemia, hypobeta lipoproteinemia, defisiensi lysosomal acid lipase, familial combined hyperlipidaemia, lipodystrophy, dan sindrom Mauriac. Selain itu, kondisi ini bisa berkaitan dengan gangguan metabolisme lainnya seperti sindrom Weber–Christian, glycogen storage disease, dan Cushing’s syndrome.[3]
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang paling sering dikaitkan dengan penyakit non-alcoholic fatty liver adalah diabetes melitus, hipertrigliseridemia, obat-obatan hepatotoksik, kelainan metabolisme (galaktosemia, glycogen storage diseases, homocystinuria, tyrosinemia), dan status gizi (malnutrisi, obesitas, nutrisi parenteral total, atau diet kelaparan).[3]
Tabel 1. Faktor Risiko Non-Alcoholic Fatty Liver
Faktor Risiko Utama | Faktor Risiko Umum dan Jarang |
Overweight atau Obesitas | Mikrobiota usus |
Obesitas sentral | Hiperurisemia |
Diabetes mellitus tipe 2 | Hipotiroidisme |
Dislipidemia | Sindroma Sleep Apnea |
Hipertensi arterial | Sindrom polikistik ovarium |
Sindrom metabolik | Polisitemia |
Resistensi insulin | Hipopituitarism |
Faktor diet: diet berkalori tinggi kaya lemak jenuh dan kolesterol, minuman bersoda kaya fruktosa, makanan olahan | Variasi genetik: PNPLA3, TM6SF2, GCKR, MBOAT7, and HSD17B13 |
Gaya hidup atau pekerjaan sedenter, tingkat aktivitas fisik yang rendah | Faktor epigenetik: mikroRNA (miRNA), metilasi DNA, modifikasi histone, dan perubahan ubikuitinasi |
Sarkopenia | Riwayat pribadi atau keluarga terkait diabetes melitus tipe 2, penyakit vaskular prematur, dislipidemia aterogenik, dan tekanan darah tinggi |
Polusi Udara | |
Gagal Jantung |
Sumber: dr. Eveline Yuniarti Rachmat, Alomedika, 2023.[3]
Sindroma Metabolik
Sindroma metabolik terdiri dari dislipidemia, diabetes melitus, dan obesitas. Kondisi ini mengurangi kadar Leukemia Inhibitory Factor Receptor (LIFR) saat merusak hepar dan meningkatkan Leukemia Inhibitory Factor (LIF) yang bergerak bebas dalam sirkulasi. LIF pada awalnya mengurangi steatosis hepar dan resistensi insulin. Namun LIF bersifat karsinogenik.[12]
Gagal Jantung
Gagal jantung jenis fraksi ejeksi tetap telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko non-alcoholic fatty liver disease. Kedua kondisi ini juga dilaporkan dapat saling menyebabkan satu sama lain.[11]
Polusi Lingkungan
Pemanasan global dan pencemaran air meningkatkan pertumbuhan ganggang air jenis cyanobacteria yang beberapa jenisnya menghasilkan cyanotoxin seperti microcystin. Toksin ini masuk ke tubuh manusia melalui minuman, mengonsumsi hewan dan ganggang, maupun berenang dalam perairan yang tercemar ganggang ini. Microcystin leucine-arginine bahkan sudah termasuk dalam karsinogen. Mikrosistin ini mengganggu proses beta-oksidasi asam lemak.
Produk samping disinfektan seperti trihalometana dari disinfektan air dan logam berat yang mencemari air juga dapat merusak berbagai organ, termasuk hati, jika terminum. Produk samping disinfektan dan logam berat seperti cadmium, timbal, dan merkuri memicu stres oksidatif, meningkatkan aktivasi sel Kupffer, dan nekrosis hepatosit. Dioksin dan polychlorinated biphenyls mengganggu regulasi metabolisme eikosanoid dan asam lemak omega 3 dan omega 6.
Paparan PM2.5 dari polusi bahan bakar fosil juga meningkatkan insidensi non-alcoholic fatty liver pada masyarakat.[13,14]
Kelainan Genetik dan Metabolisme
Berdasarkan pengujian pada mencit, hilangnya leucine-rich repeat-containing G-protein-coupled receptor 4/5 (Lgr4/5) merusak aktivitas jalur Wnt/beta-catenin, sehingga merusak sekresi asam empedu, mengganggu metabolisme lemak, meningkatkan produksi faktor inflamasi, dan meningkatkan fibrosis hepar.[10]
Kekurangan Nutrisi
Zinc mengurangi produksi leptin sehingga mengurangi keinginan makan dan membantu mengurangi obesitas. Zinc mengurangi stress oksidatif dan endoplasmik, juga mengendalikan produksi mediator inflamasi. Kekurangan zinc meningkatkan risiko sindrom metabolik yang meningkatkan kemungkinan mengalami non-alcoholic fatty liver.[15]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta