Diagnosis Non Alcoholic Fatty Liver
Diagnosis non-alcoholic fatty liver atau perlemakan hati non-alkohol biasanya ditemukan secara kebetulan saat cek kesehatan dengan pemeriksaan USG abdomen. Gejala yang tidak spesifik menjadikan non-alcoholic fatty liver kondisi yang sering terlambat terdiagnosis. Pemeriksaan penunjang juga difokuskan pada progresi penyakit, yakni terjadinya fibrosis hepar, steatosis, sirosis, hingga kanker hepatoseluler.
Berdasarkan pedoman dari The Asian Pacific Association for the Study of the Liver (APASL) clinical practice guidelines for the diagnosis and management of metabolic associated fatty liver disease 2020, penyakit ini ditegakkan diagnosisnya berdasarkan deteksi steatosis hepar berdasarkan pemeriksaan histologi, biomarker, atau pencitraan non-invasif; bersama dengan keberadaan minimal 1 dari 3 kriteria. Kriteria yang dimaksud meliputi overweight atau obesitas, diabetes mellitus tipe 2, atau bukti klinis disfungsi metabolik.[1-3]
Anamnesis
Pada kedatangan penderita dapat ditanyakan mengenai riwayat faktor risiko seperti gaya hidup sedenter, konsumsi lemak berlebih, serta adanya penyakit metabolik seperti obesitas, dislipidemia, dan diabetes melitus. Dapat ditemukan juga keluhan umum pada hepatitis seperti mudah lelah, malaise, nyeri perut kanan atas, dan mual.[1-3]
Pemeriksaan Fisik
Gambaran pemeriksaan fisik bergantung pada sudah sampai mana tahap perjalanan penyakit yang dialami. Pada tahap awal, pemeriksaan fisik dapat memberi gambaran non-spesifik, sehingga perlu dipertegas dengan pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan ikterus dan pembesaran hepar. Kadang dapat ditemukan hepatomegali atau fat pad di dorsoservikal.[1-3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding non-alcoholic fatty liver mencakup alcoholic fatty liver, hepatitis viral, hepatotoksisitas obat, dan cholangitis.[1-3]
Alcoholic Fatty Liver
Alcoholic fatty liver dibedakan dengan non-alcoholic fatty liver dengan adanya riwayat konsumsi alkohol dan terdeteksinya alkohol dalam darah penderita. Degenerasi lemak sel-sel hati terjadi pada tingkat yang lebih besar pada non-alcoholic fatty liver. Sebaliknya, infiltrasi sel inflamasi lebih menonjol pada alcoholic fatty liver. Selain itu, fibrosis vena atau perivenular, phlebosclerosis, dan flebitis limfositik lebih sering terjadi pada alcoholic fatty liver.[1-3]
Hepatitis Viral
Hepatitis viral dibedakan dari non-alcoholic fatty liver dengan temuan antigen dan antibodi terkait pada pemeriksaan serologi. Contohnya adalah IgM anti HAV pada hepatitis A; HBsAg, HBcAg, anti HBs, anti HBc, dan HBV DNA pada hepatitis B; serta Anti-HCV pada hepatitis C.[1-3]
Hepatotoksisitas Obat
Hepatotoksisitas terkait obat dibedakan dari non-alcoholic fatty liver dari riwayat konsumsi obat-obatan. Contoh obat hepatotoksik adalah asam valproat, tamoxifen, methotrexate, dan amiodarone.
Cholangitis
Cholangitis dibedakan dari non-alcoholic fatty liver dengan temuan tanda Murphy, yaitu nyeri saat menarik napas saat palpasi abdomen. Pembeda lainnya adalah temuan pada USG abdomen.[1-3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam diagnosis non-alcoholic fatty liver antara lain pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi, magnetic resonance imaging (MRI), magnetic resonance elastography (MRE), serta biopsi. Adanya faktor risiko, disertai dengan kenaikan enzim hepar, serta abnormalitas pada ultrasonografi hepar dapat dijadikan pemeriksaan awal non-alcoholic fatty liver.
Jika pada ultrasonografi tidak ditemukan steatosis, maka pemeriksaan biopsi tidak perlu dilakukan. Namun, jika pada ultrasonografi ditemukan adanya gambaran fatty liver, maka sebaiknya biopsi selalu dilakukan. Biopsi hepar bertujuan untuk menentukan progresi penyakit serta tata laksana yang tepat.[1-3]
Radiologi
Non-alcoholic fatty liver dapat dideteksi melalui temukan perlemakan pada ultrasonografi (USG) abdomen, CT scan abdomen, maupun MRI abdomen dan MR elastography (MRE). Pada USG abdomen, dapat ditemukan peningkatan echostructure parenkim secara homogen.
The Asian Pacific Association for the Study of the Liver (APASL) merekomendasikan USG abdomen sebagai pemeriksaan pencitraan lini pertama karena cukup untuk mendiagnosis steatosis hepar. Jika tersedia, pengukuran controlled attenuation parameter (CAP) dengan vibration controlled transient elastography (VCTE) boleh digunakan karena lebih sensitif ketimbang USG.
Teknik berbasis MRI seperti estimated proton density fat fraction (PDFF) dinilai sebagai baku emas untuk menghitung kadar lemak hepar namun tidak direkomendasikan untuk praktik rutin.[1-3]
Laboratorium
Pada non-alcoholic fatty liver, pemeriksaan profil lipid menunjukkan peningkatan trigliserida dan kolesterol, serta peningkatan pengeluaran enzim hati dari kerusakan hepatosit. Pada kasus yang telah berkembang menjadi sirosis, dapat ditemukan pembalikkan rasio albumin dan globulin dalam serum, yakni kadar albumin menurun dan kadar globulin meningkat.
Serum aminotransferase menjadi biomarker untuk progresi apoptosis hepatosit dan kerusakan jaringan hepar. Jika fasilitas pencitraan terbatas atau tidak memungkinkan, biomarker serum dan skor seperti the fatty liver index (FLI) dapat digunakan sebagai penilaian alternatif untuk diagnosis. Tidak ada biomarker pasti untuk steatohepatitis. Endotoksin dalam darah juga dapat menjadi penanda progresi penyakit.[3,17]
Histopatologi
Biopsi hepar dapat memberi gambaran histopatologi hepar yang menggambarkan progresi penyakit, termasuk apakah sudah sampai sirosis. Biopsi hepar juga dapat mengkonfirmasi kemungkinan jenis penyakit hepar yang lain. Saat ini biopsi masih menjadi pilihan utama untuk penilaian steatohepatitis.
Menurut APASL, indikasi biopsi hepar pada suspek non-alcoholic fatty liver meliputi:
- Diagnosis yang belum pasti dan evaluasi etiologi yang lebih dari satu
- Jika pemeriksaan non-invasif memberikan hasil yang belum pasti atau saling bertolak belakang
- Selama kolesistektomi atau pembedahan bariatrik
- Dalam kondisi penelitian yang telah disetujui
Menurut rekomendasi APASL, evaluasi histologis sebaiknya meliputi pewarnaan hematoxylin dan eosin untuk deteksi morfologi, serta salah satu dari Masson’s trichrome stain atau picrosirius red stain untuk deteksi fibrosis.[1-3]
Diagnosis Sirosis Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
Penderita sirosis didiagnosis sebagai sirosis terkait non-alcoholic fatty liver jika tidak memiliki histologi yang tipikal namun memiliki faktor risiko metabolik (saat ini atau sebelumnya) yang memenuhi kriteria diagnosis dengan salah satu dari kriteria berikut:
- Dokumentasi non-alcoholic fatty liver pada biopsi hepar sebelumnya
- Riwayat dokumentasi steatosis dengan pencitraan hepatik. Riwayat konsumsi alkohol juga perlu dipertimbangkan
Menurut APASL, Liver Stiffness Measurement (LSM) merupakan metode penilaian terpercaya untuk menilai keparahan fibrosis hepar dan dapat digunakan untuk diagnosis sirosis pada kasus non-alcoholic fatty liver. LSM < 10 kPa tanpa tanda klinis lain menyingkirkan diagnosis, nilai 10-15 kPa bersifat sugestif, dan > 15 kPa sangat sugestif untuk penyakit liver kronik tahap lanjut terkompensasi.
Penderita non-alcoholic fatty liver dengan LSM > 15 kPa sebaiknya dipertimbangkan untuk penilaian dan skrining karsinoma hepatoseluler. Sementara itu, mereka dengan nilai LSM > 20–25 kPa atau trombositopenia mungkin telah mengalami hipertensi portal signifikan dan sebaiknya menjalani endoskopi untuk skrining varises.[1-3]
Diagnosis Hipertensi Portal dan Varises
Pengukuran hepatic venous pressure gradient (HVPG) menjadi baku emas. Nilai HVPG ≥10 mmHg mendefinisikan hipertensi portal. USG aman untuk mendeteksi abnormalitas morfologi terkait sirosis dan hipertensi portal.
Identifikasi sirkulasi porto-kolateral pada USG, CT atau MRI atau bukti pembalikann aliran dalam sistem portal merupakan ukuran spesifik dan indikatif untuk hipertensi portal yang signifikan secara klinis dan terkait dengan pertumbuhan varises esofagus.
Diagnosis keberadaan dan ukuran varises esofagus dan keberadaan red wale marks pada esofagogastroduodenoskopi (EGD) diperlukan sebelum tata laksana varises, namun pemeriksaan ini bersifat invasif. Penilaian LSM dengan elastografi transien dapat diterima sebagai teknik yang akurat untuk menyingkirkan varises risiko tinggi pada pasien dengan sirosis kompensata.[1-3]
Diagnosis Karsinoma Hepatoseluler (HCC) terkait Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
Skrining awal karsinoma hepatoseluler dilakukan dengan pemeriksaan kadar alfa fetoprotein (AFP). Pencitraan tahap awal dapat dipilih USG atau USG dengan kontras. Tahap lanjut dapat dideteksi dengan CT abdomen dan MRI.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta