Pendahuluan Non Alcoholic Fatty Liver
Non-alcoholic fatty liver atau perlemakan hati non-alkohol adalah proses akumulasi lemak dalam sel hepar hepar yang mengakibatkan inflamasi hingga kematian sel hepar, yang tidak disebabkan oleh konsumsi dan intoksikasi alkohol. Kondisi ini bersifat reversibel, namun bila berlangsung kronis dapat berlanjut menuju fibrosis, sirosis, hingga konversi keganasan hepar.
Non-alcoholic fatty liver dapat disebabkan oleh konsumsi lemak berlebih, obesitas, sindrom metabolik, dislipidemia, diabetes melitus, dan penggunaan obat-obatan hepatotoksik. Karena kondisi ini paling banyak berkaitan dengan sindrom metabolik, konsensus internasional terbaru menyarankan penyakit ini dinamai ulang sebagai metabolism-related fatty liver disease (MAFLD).[1-3]
Non-alcoholic fatty liver dapat didiagnosis dengan melakukan skrining pada orang dengan risiko tinggi. Skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat pengumpulan lemak pada sel hepar, serta sistem skrining NAFLD Fibrosis Score (NFS) yang mampu mendeteksi fibrosis hepar akibat perlemakan dengan 6 variabel, yakni usia, indeks massa tubuh, hiperglikemia, jumlah trombosit, albumin, dan rasio SGOT/SGPT.
Tata laksana non-alcoholic fatty liver disesuaikan dengan etiologi metabolik yang mendasarinya. Ini mencakup membatasi konsumsi lemak, memperbanyak konsumsi serat, mengendalikan kalori konsumsi makanan, dan meningkatkan aktivitas fisik.
Pasien yang kelebihan berat badan perlu menurunkan berat badan. Pasien dengan hiperglikemia perlu mengendalikan gula darah dengan obat-obatan antidiabetik. Pasien dengan dislipidemia atau sindrom metabolik perlu mengendalikan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Apabila memungkinkan, pasien sebaiknya menghentikan penggunaan obat-obatan hepatotoksik dan diberikan medikamentosa suportif untuk hepar.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta