Penatalaksanaan Luka Bakar
Penatalaksanaan luka bakar yang paling awal adalah resusitasi kemudian diikuti dengan perlakuan khusus terhadap luka bakar dengan manajemen luka atau debridemen bedah.
Gambar: Masalah pada luka bakar. Sumber: karya pribadi penulis diadaptasi dari Moenadjat Y. Resusitasi: Dasar Manajemen Luka Bakar fase akut. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2005.[2]
Penatalaksanaan Awal
Sebelum memulai penatalaksanaan, perlu diingat perlindungan diri bagi penolong, khususnya bagi penolong yang berada di tempat kejadian. Pajanan seperti api atau listrik harus dipastikan tidak ada lagi atau diminimalisir oleh alat pelindung diri saat penolong masuk. Seringkali korban cedera elektrik mengalami gangguan kardiak seperti aritmia atau bahkan fibrilasi ventrikel. Dapat diusahakan untuk menangani masalah tersebut sesuai prinsip ATLS (Advanced Trauma Life Support) di rumah sakit atau sebelum ke rumah sakit bila fasilitas tersedia.[8]
Penatalaksanaan Lanjutan
Penatalaksanaan lanjutan dimulai dari penatalaksanaan kegawatdaruratan hingga manajemen luka.
Resusitasi Jalan Napas
Jika pada penilaian awal terdapat masalah pada airway, harus segera dilakukan resusitasi jalan napas. Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengamankan jalan napas dan perawatan jalan napas. [3]
Mengamankan jalan napas dapat dilakukan melalui berbagai teknik antara lain:
Intubasi :
- Pengamanan jalan napas jangka pendek (<7 hari)
- Non-invasif dan dapat dengan cepat dilakukan.
- Bila pasien masih sadarkan diri mungkin perlu diberikan pelemas otot.
- Beberapa kelainan anatomis dapat menghambat kesuksesan intubasi.
Krikotiroidotomi :
- Tindakan invasif yang cepat sebagai alternatif intubasi.
Trakeostomi :
- Tindakan invasif namun lebih sulit dilakukan dibandingkan krikotiroidotomi, sebaiknya dijadikan alternatif pada kasus elektif.
- Dapat dipergunakan untuk jangka panjang (>7 hari). [3]
Setelah jalan napas berhasil diamankan, perawatan jalan napas perlu dilakukan dengan cara:
-
Periodic suction sesering mungkin
-
Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit yang mengandung uap air (humidified) untuk mencegah sekret di saluran napas terlalu kental. Apabila pasien diintubasi, titrasi oksigen untuk menjaga saturasi >94% atau pO2 100 mmHg
-
Broncho-alveolar lavage / bilas bronkus apabila diperlukan. Baku emas tindakan ini adalah dengan menggunakan bronkoskopi. Apabila dianggap perlu, sebaiknya dilakukan di awal perawatan
-
Nebulizer [3]
Resusitasi Mekanisme Pernapasan
Penatalaksanaan lanjut untuk pernapasan terkait dengan adanya gangguan ekspansi toraks akibat luka bakar melingkar atau adanya eskar di daerah dada atau abdomen. Dalam hal ini perlu dilakukan eskarotomi segera setelah resusitasi jalan napas. Eskaratomi dilakukan dengan melakukan sayatan menembus eskar hingga keluar darah (pertanda sudah mencapai sub-eskar). [3]
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dilakukan setelah penanganan airway dan breathing selesai. Prinsip resusitasi cairan adalah penggantian volume secara adekuat dalam waktu singkat. Untuk mencapai resusitasi cairan yang cukup dapat digunakan beberapa jalur intravena sekaligus.
Resusitasi cairan menyesuaikan dengan derajat keparahan luka pasien. Jenis-jenis resusitasi cairan adalah sebagai berikut:
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip ATLS
-
Pemberian kristaloid yang telah dihangatkan sebelumnya sebanyak 2000 mL atau titrasi untuk mencapai urine output 0,5 – 1 ml/kg/jam. [3]
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip Parkland
- Resusitasi cairan berdasarkan prinsip Parkland untuk luka bakar sedang atau luas luka bakar <25% tanpa syok :
- Rumus menghitung kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan Parkland adalah 4 mL x kgBB x luas % luka bakar
- Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya.
- Pada 24 jam kedua diberikan secara merata.[3]
Resusitasi Syok
Resusitasi syok (untuk luka bakar berat: luas luka bakar >25%, dengan syok, atau keterlambatan > 2 jam). Untuk mengetahui berapa cairan yang harus digantikan, terlebih dahulu harus diprediksi volume sirkulasi. Volume sirkulasi merupakan 10% dari total volume tubuh.
Tabel 4. Volume Sirkulasi Pada Berbagai Populasi
Populasi | Volume sirkulasi |
Pria dewasa | 60% |
Wanita dewasa | 70% |
Anak dan usia lanjut | 80% |
Neonatus | 90% |
Bila volume sirkulasi yang hilang > 25% syok hipovolemia akan terjadi. Cairan kristaloid dapat diberikan di awal sesuai jumlah volume sirkulasi. Pada kasus resusitasi masif, sebaiknya menggunakan koloid non-protein [3]. Jika resusitasi awal tidak mengalami masalah, dapat digunakan koloid iso-onkotik seperti HES 6% sebagi plasma substitute. Untuk kebutuhan resusitasi yang lebih besar (contoh: kasus terlambat datang, CVP tetap rendah setelah pemberian cairan dalam jumlah besar), maka dapat diberikan plasma expander seperti HES 10%. [3]
Pemantauan Pasca Resusitasi
Pemantauan pasca resusitasi cairan antara lain:
-
Volume adekuat: CVP 8-12 mmH2O
-
Oksigenasi, meliputi delivery oksigen, konsumsi oksigen, dan saturasi oksigen
- Deteksi adanya hipoperfusi splangnikus, ditandai dengan adanya iskemia mukosa saluran gastrointestinal.
- Penilaian perfusi seluler dengan melihat apakah ada peningkatan glukosa, serum laktat, trigliserida, dan hipoalbuminemia
- Penilaian hemodinamik dengan melihat tekanan darah dan produksi urin, serta menilai balans cairan
-
Cairan pemeliharaan:
- Dewasa: 2000 mL dalam 24 jam
- Anak: 100 ml/10 kgBB pertama, 50 ml/10 kgBB kedua, dan 25 ml/10 kgBB sisanya. [2,3]
Pembersihan Luka dan Debridement
Pakaian atau kain yang menempel harus dilepaskan terlebih dahulu dengan bantuan irigasi. Debridement dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi, [10] dengan membersihkan sisa-sisa jaringan nekrotik dan material asing (contoh: aspal) yang masih menempel. Saat ini disarankan agar luka dibersihkan dengan menggunakan cairan saline normal dan sabun saja, tidak menggunakan disinfektan (contoh: Povidon iodine) yang dapat menghambat epitelisasi luka. [11]
Bula Pada Luka Bakar
Bula yang telah ruptur dibersihkan hingga tidak ada jaringan tersisa. Untuk bula yang belum ruptur, belum terdapat rekomendasi yang tepat apakah sebaiknya dipecahkan atau tidak. [11] Secara umum, bula yang relatif kecil dapat dibiarkan karena justru bekerja sebagai barrier infeksi [10], sementara bula yang sangat besar dan mungkin memberikan tekanan ke jaringan di bawahnya dipecahkan dengan hati-hati dengan membuat lubang kecil pada ‘atap’ bula. Aspirasi bula tidak disarankan karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
Agen Antimikrobial
Terdapat banyak pilihan agen antimikrobial untuk wound dressing. Silver sulfadiazine 1% sering digunakan, begitu pula antibiotik dan klorheksidin. Kompres kassa (fine mesh) paling sering digunakan, walaupun di beberapa negara maju menggunakan kompres hidrokoloid. [10]
Penanganan Luka Bakar Kimia
Selain penatalaksanaan luka bakar secara umum yang telah dibahas di atas, terdapat beberapa penatalaksanaan khusus untuk luka bakar karena bahan kimia.
Perlu diingat bahwa konsentrasi toksin dari bahan kimia serta durasi kontak menjadi penentu utama derajat kerusakan jaringan. Karenanya, penanganan harus dilakukan sedini mungkin. Langkah-langkah tata laksana awal cedera kimia adalah sebagai berikut:
-
Perlindungan diri penolong; di beberapa negara seperti Amerika Serikat sudah terdapat kategorisasi bahan kimia berdasarkan racun yang terkandung di dalamnya di mana pada level A (paling beracun) perlu digunakan proteksi maksimal termasuk sepatu boot, google, sarung tangan, masker, dan self contained breathing apparatus hingga level D (paling tidak beracun) dan hanya memerlukan alat pelindung diri yang standar.
- Pindahkan pasien dari area pajanan
- Buka pakaian dan perhiasan pada korban
- Jika bahan kimia kering, gunakan sikat, handuk atau alat lain untuk mengurangi pajanan.
- Irigasi yang adekuat. [12]
Komponen penting dari terapi aktif cedera kimia adalah irigasi yang adekuat pada semua luka dan area yang terpajan dengan volume air yang besar dan tekanan sedang. Setelah diirigasi, dapat pula digunakan sabun untuk membersihkan daerah luka. Khususnya untuk daerah mata, paparan terhadap asam tidak perlu diirigasi terlalu lama (hanya hingga pH mata netral tercapai). Namun, paparan terhadap alkali sebaiknya diirigasi selama 2-3 jam. [12]
Terdapat beberapa pengecualian di mana irigasi justru sebaiknya dihindari, misalnya pajanan terhadap:
- Fenol, karena tidak larut dalam air
- Logam elemental (contoh: sodium, kalium, fosfor), karena mengeluarkan produk sampingan yang beracun ketika terkena air.
-
Dry lime, karena mengandung kalsium oksida yang ketika terkena air membentuk kalsium hidroksida, sebuah alkali kuat. [12]
Perlu diingat bahwa antidot tidak berperan dalam kebanyakan kasus luka bakar akibat bahan kimia kecuali pada kasus penatalaksanaan asam hidroflorida di mana gel kalsium glukonat dapat mengurangi racun serta memperbaiki hipokalsemia pada level sel dan secara sistemik. [12]