Pedoman Klinis Penanganan Luka Bakar Kimia

Oleh :
dr. Johannes Albert B. SpBP-RE

Luka bakar kimia merupakan salah satu entitas trauma luka bakar yang membutuhkan penanganan secara khusus. Pedoman klinis penanganan luka bakar kimia terdiri dari menghilangkan agen kimia, menilai manajemen awal dan luka bakar inhalasi maupun luka bakar pada mata.

Epidemiologi Luka Bakar Kimia

Proporsi kejadian luka bakar kimia dari seluruh kasus luka bakar yang dirawat di rumah sakit sebenarnya tidak terlalu besar, yaitu antara 1% hingga 6%. Namun, perlu diingat bahwa banyak pula kasus luka bakar kimia minor yang tidak dirawat di rumah sakit. Selain itu, luka bakar kimia juga berpotensi menimbulkan morbiditas yang berat karena salah satu organ yang sering terkena adalah mata (50,16% pada korban laki-laki).[1-3]

Luka bakar kimia akibat siraman asam. Sumber: anonim, Openi, 2010. Luka bakar kimia akibat siraman asam. Sumber: anonim, Openi, 2010.

Luka bakar kimia umumnya terjadi di tempat kerja, khususnya pada bidang kerja yang berkaitan dengan perindustrian. Namun luka bakar kimia juga cukup sering terjadi akibat bahan-bahan kimia yang digunakan di rumah tangga. Trauma ini lebih sering dialami laki-laki terutama pada usia produktif. Oleh sebab itu, pasien perlu mendapatkan penanganan emergency yang optimal agar tidak mengalami disabilitas sehingga dapat tetap bekerja dan produktif.[1–3]

Karakteristik dan Patofisiologi Luka Bakar Kimia

Bahan kimia yang berkontak dengan kulit akan menyebabkan kerusakan jaringan melalui berbagai reaksi kimia, seperti oksidasi, reduksi, denaturasi, dan dehidrasi. Reaksi kimiawi ini juga mungkin menghasilkan panas sehingga luka bakar kimia dapat disertai luka bakar termal. Ada beberapa macam senyawa kimia yang berpotensi menyebabkan luka bakar kimia, antara lain: senyawa asam, senyawa basa, senyawa organik, dan senyawa anorganik. Senyawa-senyawa kimia ini menimbulkan reaksi kimia yang berbeda sehingga memiliki manifestasi dan konsekuensi klinis yang berbeda pula.[4,5]

Senyawa asam akan menyebabkan nekrosis koagulasi sehingga terbentuk lapisan eschar yang keras. Lapisan ini menghambat senyawa kimia untuk masuk lebih dalam ke jaringan tubuh. Sebaliknya, senyawa berupa basa akan mengakibatkan nekrosis liquefaktif sehingga kerusakan jaringan yang timbul semakin lama akan semakin dalam. Cairan organik menimbulkan kerusakan jaringan karena dapat melarutkan membran lipid, sedangkan cairan anorganik mengakibatkan denaturasi protein pada jaringan.[4,5]

Luka Bakar Kimia Menimbulkan Komplikasi Lokal dan Sistemik

Luka bakar kimia dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi. Komplikasi pada kulit berupa infeksi luka, selulitis, skar hipertrofik, dan keloid. Infeksi pada luka yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan sepsis. Senyawa hydrofluoric acid dapat menyebabkan komplikasi sistemik berupa hipokalsemia. Komplikasi ini timbul karena ion fluor yang masuk ke dalam sirkulasi akan mengikat ion kalsium dan magnesium dalam darah. [2,4,6]

Kondisi ini dapat menyebabkan kematian apabila kadar kalsium darah menjadi sangat rendah sehingga fungsi jantung dan metabolisme sel lainnya terganggu. Komplikasi yang dapat menyebabkan morbiditas berat pada pasien adalah terganggunya visus akibat paparan senyawa kimia pada mata. Cedera kimia pada saluran napas atau pencernaan dapat menyebabkan gangguan airway dan saluran cerna yang berat.[2,4,6]

Penilaian dan Pemeriksaan Awal

Petugas kesehatan yang melakukan pertolongan harus menggunakan alat pelindung diri yang adekuat, seperti sarung tangan, kacamata pelindung, baju pelindung, dan sepatu boot. Bila penolong berada di tempat kejadian, maka aspek keamanan dan keselamatan penolong harus menjadi perhatian utama. Setelah pasien dibawa ke pusat layanan kesehatan, petugas kesehatan melakukan penilaian awal berupa primary survey dan secondary survey dengan tetap memakai alat pelindung diri lengkap.[5,7]

Pemeriksaan Primary Survey Luka Bakar Kimia

Primary survey dilakukan secara lengkap, simultan, dan sistematis. Pemeriksaan airway dilakukan pertama kali untuk memastikan tidak ada gangguan atau ancaman patensi jalan napas. Bila terdapat kecurigaan cedera kimia pada jalan napas, maka harus dilakukan intubasi untuk menjamin patensi jalan napas. Masalah yang mungkin dijumpai pada breathing adalah inhalasi senyawa kimia dalam bentuk gas sehingga menyebabkan trauma inhalasi pada saluran napas bawah.[5,8]

Pasien dengan masalah ini seringkali membutuhkan bantuan ventilator untuk mempertahankan fungsi respirasinya. Luka bakar kimia jarang menimbulkan masalah pada circulation, kecuali bila area yang mengalami luka bakar sangat luas atau adanya paparan hydrofluoric acid yang dapat menyebabkan gangguan irama jantung. Status kesadaran pasien dinilai pada pemeriksaan disability. Pada evaluasi exposure, seluruh pakaian dan aksesoris yang melekat pada tubuh pasien harus dilepaskan. Hal ini penting dilakukan untuk menghitung luas luka bakar dan menghentikan paparan senyawa kimia pada tubuh pasien. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meminimalkan kesalahan penilaian luka bakar. [5,8]

Pemeriksaan Secondary Survey Kasus Luka Bakar Kimia

Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dilakukan pada secondary survey. Informasi yang penting didapatkan antara lain komorbiditas pada pasien, konsumsi obat-obatan rutin, dan mekanisme cedera yang dialami oleh pasien. Informasi mengenai mekanisme cedera perlu digali lebih dalam, misalnya jenis bahan kimia yang mengenai tubuh, bentuk bahan kimianya (padat, cair, atau gas), kuantitas, konsentrasi, durasi kontak, dan pertolongan pertama yang sudah dilakukan di tempat kejadian.[5]

Tata Laksana Umum Luka Bakar Kimia

Penatalaksanaan pertama yang paling penting dilakukan pada kasus luka bakar kimia adalah menghentikan kontak bahan kimia dengan tubuh sesegera mungkin. Oleh karena itu pakaian dan aksesoris pasien harus segera dilepaskan karena mungkin masih mengandung senyawa kimia berbahaya. [5,7]

Bila senyawa kimia berupa material padat atau serbuk, maka bahan tersebut harus dihilangkan dengan menyapunya dari tubuh pasien dengan menggunakan alat bantu yang sesuai. Material padat ini harus dipastikan sudah bersih dari tubuh pasien karena material padat yang terkena air justru akan menimbulkan reaksi kimia dan panas. Material padat juga dapat menyebar karena aliran air sehingga memperluas area cedera.[5,7]

Lakukan Irigasi Cidera Kimia

Sebagian besar cidera kimia disebabkan oleh bahan kimia berbentuk larutan. Cara terbaik untuk membersihkan paparan bahan kimia ini adalah dengan irigasi. Irigasi dilakukan dengan menggunakan air bersih. Drainase air irigasi ini harus baik agar sisa air tidak berkumpul dan menyebabkan cedera lebih lanjut. Arah irigasi juga harus diperhatikan agar bahan kimia tidak terbawa air dan mengenai area tubuh lain yang sebelumnya tidak terpapar. Pertolongan pertama prehospital Luka Bakar juga harus dilakukan secara tepat. [5,7]

Bullae pada permukaan kulit sebaiknya dipecahkan dan kulit di bawahnya ikut di irigasi. Beberapa studi melaporkan bahwa diperlukan waktu irigasi antara 30 menit hingga 2 jam untuk mencapai pH kulit dalam rentang yang diharapkan, yaitu 5-11. Cedera akibat senyawa basa pada umumnya memerlukan waktu irigasi yang lebih lama dibandingkan cedera akibat senyawa asam. Kertas pengukur pH dapat ditempelkan ke permukaan kulit untuk mengevaluasi apakah pH kulit sudah mencapai target yang diharapkan.[5,7]

Usaha Menetralisir Senyawa Tidak Dianjurkan

Upaya untuk menetralisir senyawa kimia tidak dianjurkan. Mencampurkan asam dan basa untuk menetralkan pH akan menyebabkan reaksi kimia yang menimbulkan panas sehingga menambah cedera pada jaringan. Irigasi dengan air bersih untuk mendilusi senyawa kimia tetap merupakan tatalaksana yang paling efektif, mudah dilakukan, dan cost-effective.[5,7]

Rujuk Pasien Ke Burn Center atau Senter dengan Bedah Plastik

Setelah pasien dipastikan dalam kondisi stabil dan bersih dari paparan residu bahan kimia, pasien sebaiknya dirujuk ke pusat layanan kesehatan yang memiliki layanan burn center atau bedah plastik. Luka bakar kimia sebaiknya dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap karena pada umumnya kedalaman luka bakarnya bersifat full thickness sehingga memerlukan tindakan pembedahan. Luka bakar kimia juga sering melibatkan area yang berpotensi menyebabkan morbiditas pada pasien, seperti wajah, mata, ekstremitas, tangan, dan persendian.[2,3,5]

Tatalaksana pada Beberapa Kasus Luka Bakar Kimia yang Khusus

Trauma kimia pada mata memerlukan irigasi dengan menggunakan air dalam jumlah banyak dan dilakukan sedini mungkin, dimulai dari tempat kejadian dan dilanjutkan di fasilitas kesehatan. Sesampainya di fasilitas kesehatan, pasien sebaiknya langsung ditangani oleh dokter spesialis mata. Hal yang penting untuk dilakukan adalah mengeluarkan debris bahan kimia berbentuk padat yang ada di area sekitar mata. Kemudian irigasi segera dilanjutkan dengan menggunakan infus set. Pengobatan lanjutan yang diberikan berupa anti radang, lubrikan, dan antibiotik. Pada kasus yang berat, pasien memerlukan tindakan operasi. Komplikasi yang dapat timbul pada area mata dan sekitarnya antara lain ulkus kornea, keratitis, ektropion, dan glaukoma.[2,7]

Luka bakar kimia yang disebabkan oleh hydrofluoric acid memerlukan tatalaksana khusus untuk mencegah terjadinya hipokalsemia dan hipomagnesemia. Pasien perlu diberi kalsium untuk menetralisir ion fluor. Kalsium dapat diberikan secara lokal dalam bentuk sediaan topikal (gel atau cairan yang dioleskan pada luka bakar) atau dengan injeksi subkutis kalsium glukonas di sekitar area yang terkena larutan tersebut. Kadar kalsium dalam darah juga dapat diperiksa. Pasien dapat diterapi dengan kalsium glukonas intravena atau intraarterial untuk mengoreksi kadar kalsium darah atau menetralisasi ion fluor yang masuk ke peredaran darah sistemik.[4–6]

Kesimpulan

Luka bakar kimia memiliki karakteristik yang berbeda dari luka bakar termal sehingga memerlukan tindakan tatalaksana khusus. Irigasi merupakan tindakan tatalaksana yang penting dalam penanganan kasus luka bakar kimia. Di samping penatalaksanaan umum, beberapa jenis luka bakar kimia memerlukan penanganan yang lebih spesifik. Penatalaksanaan yang dilakukan secara tepat dan segera akan menghindarkan pasien dari risiko morbiditas dan mortalitas.

 

Penulis pertama: dr. Maria Rosyani

Referensi