Indikasi Induksi Persalinan
Indikasi induksi persalinan adalah ketika risiko pada ibu atau janin untuk melanjutkan kehamilan lebih besar dibandingkan risiko induksi dan persalinan, misalnya pada preeklampsia dengan usia gestasi >37 minggu. Induksi persalinan juga diindikasikan untuk dilakukan segera pada usia gestasi >41 minggu untuk mencegah terjadinya morbiditas pada janin.
Indikasi utama induksi persalinan adalah:
Preeklampsia ≥ 37 minggu
- Penyakit maternal yang signifikan dan tidak merespons terhadap pengobatan
- Perdarahan antepartum yang stabil
- Korioamnionitis
- Ketuban pecah dini
- Usia gestasi di atas 41 minggu[5]
Pada kehamilan postterm, induksi persalinan dahulu dianggap meningkatkan risiko persalinan sectio caesarea. Akan tetapi, bukti ilmiah yang ada membuktikan bahwa induksi persalinan yang dilakukan secepatnya sejak usia gestasi di atas 41 minggu tidak meningkatkan risiko persalinan sectio caesarea dan justru mencegah terjadinya morbiditas pada janin.
Selain kondisi di atas, terdapat juga kondisi di mana induksi persalinan dapat dipertimbangkan, yaitu:
- Kehamilan kembar tanpa komplikasi dengan usia kehamilan ≥ 38 minggu
Diabetes mellitus yang tidak terkontrol pada usia kehamilan yang mendekati aterm
- Intrauterine growth restriction
- Oligohidramnion
Hipertensi dalam kehamilan ≥ 38 minggu
Perlu diingat bahwa induksi persalinan tidak diindikasikan untuk faktor kenyamanan petugas kesehatan maupun pasien.[5]
Indikasi per Metode Induksi Persalinan
Indikasi secara khusus tergantung dengan metode induksi persalinan yang digunakan.
Sweeping Membrane
Sweeping membrane diindikasikan jika belum terjadi persalinan pada usia kehamilan antara 40 dan 41 minggu.[6-7]
Induksi dengan Kateter Foley atau Prostaglandin E2 dan Misoprostol
Induksi persalinan mekanik menggunakan kateter Foley atau medikamentosa menggunakan prostaglandin E2 atau misoprostol merupakan metode induksi persalinan yang dapat dilakukan pada kondisi serviks yang belum matang dengan Modified Bishop’s Score ≤ 6. Walau demikian, prostaglandin E2 dan misoprostol tidak boleh digunakan pada vaginal birth after caesarean section karena akan meningkatkan risiko ruptur uteri.[6-7]
Amniotomi dan Oksitosin
Kedua metode ini dapat digunakan pada kondisi serviks yang sudah matang. Perlu diperhatikan bahwa oksitosin baru dapat diberikan setelah setidaknya 4 jam dari pemberian dosis terakhir misoprostol. Oksitosin juga dapat diberikan saat aterm ketika ketuban pecah dan kontraksi tidak terjadi, keterlambatan fase laten pada partus lama, keterlambatan timbulnya kontraksi saat ketuban pecah dini.[6-7]