Persalinan Pervaginam Setelah Sectio Caesarea

Oleh :
dr. Nathania S. Sutisna

Persalinan pervaginam setelah sectio caesarea atau operasi caesar sering juga disebut sebagai VBAC atau vaginal birth after caesarean delivery. Keputusan untuk VBAC perlu diambil dengan mempertimbangkan beberapa syarat klinis. Syarat klinis ini bukan bermaksud untuk membatasi ibu hamil yang pernah menjalani operasi caesar untuk memilih persalinan pervaginam, tetapi untuk mengurangi risiko komplikasi VBAC.

Ibu hamil yang berhasil menjalani VBAC memiliki beberapa keuntungan dibandingkan ibu hamil yang menjalani sectio caesarea elektif berulang, contohnya penurunan risiko perdarahan, penurunan risiko tromboemboli, serta durasi rawat yang lebih singkat. Risiko kematian perinatal pada bayi yang lahir dengan VBAC juga sebanding dengan risiko kematian perinatal pada bayi yang lahir dari ibu nulipara.[1,2]

Sumber: Jdcgumpal, Wikimedia commons, 2009. Sumber: Jdcgumpal, Wikimedia commons, 2009.

Angka keberhasilan VBAC terencana bisa mencapai 72–75%. Akan tetapi, 1 dari 200 (0,5%) VBAC yang direncanakan tetap memiliki risiko ruptur uteri. Tindakan VBAC yang berhasil bisa menurunkan risiko komplikasi sectio caesarea elektif berulang, contohnya infeksi, perdarahan, hingga kematian janin. Namun, VBAC yang gagal justru menaikkan risiko komplikasi bila dibandingkan sectio caesarea ulang.[1,2]

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) memberi rekomendasi tertinggi (kualitas rekomendasi: A) tentang VBAC sebagai berikut:

  • Mayoritas wanita dengan riwayat operasi caesar 1 kali dengan insisi melintang rendah (low transverse incision) dapat dipertimbangkan dan ditawarkan untuk mencoba persalinan pervaginam
  • Misoprostol tidak direkomendasikan untuk pematangan serviks dan induksi pada wanita yang menjalani VBAC

  • Analgesik epidural untuk persalinan dapat digunakan pada VBAC[1]

Kandidat Persalinan Pervaginam Setelah Sectio Caesarea atau VBAC

Secara umum, kandidat VBAC harus bebas dari kontraindikasi persalinan pervaginam, seperti plasenta previa dan letak lintang. Riwayat gangguan plasenta dapat mengurangi tingkat kesuksesan VBAC. Tindakan VBAC harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memungkinkan operasi darurat. Detak jantung janin harus tetap dipantau ketat.[1,3]

Indikasi medis pada operasi caesar sebelumnya perlu dipertimbangkan. Bila indikasi operasi caesar sebelumnya adalah disproporsi kepala panggul, dokter perlu menilai apakah diameter kepala bayi pada kehamilan yang sekarang memungkinkan kelahiran pervaginam.[3]

Evaluasi Riwayat VBAC Sebelumnya dan Berat Badan Janin

Riwayat VBAC yang sukses sebelumnya akan meningkatkan kemungkinan kesuksesan VBAC pada kehamilan sekarang. Penelitian juga menemukan bahwa berat lahir yang lebih rendah memiliki keberhasilan VBAC yang lebih tinggi (adjusted odd ratio: 0,7; 95% CI 0,5–1,0).[1,4]

Evaluasi Riwayat Sectio Caesarea Sebelumnya

Riwayat operasi caesar lebih dari 1 kali mungkin bisa meningkatkan risiko komplikasi, seperti ruptur pada jaringan parut, plasenta previa, dan plasenta akreta. Namun, bukti tentang risiko riwayat operasi caesar lebih dari 1 kali ini masih kurang konklusif. Pasien dengan riwayat sectio caesarea lebih dari 1 kali perlu dikonsultasikan kepada dokter spesialis yang berpengalaman untuk evaluasi dan pertimbangan faktor lain.[1-3]

Pasien dengan riwayat operasi caesar yang mengalami komplikasi sebelumnya dapat dipertimbangkan menjadi kandidat VBAC. Sementara itu, pasien dengan riwayat sectio caesarea dengan teknik insisi klasik atau insisi “T” biasanya tidak dianjurkan menjalani VBAC. Riwayat ruptur uteri, riwayat miomektomi, atau riwayat operasi transfundal yang ekstensif juga meningkatkan risiko ruptur uteri pada VBAC.[2,3]

Evaluasi Usia Pasien, Indeks Massa Tubuh, dan Interval Kelahiran

Pasien dengan usia >40 tahun, indeks massa tubuh yang tinggi, dan kelahiran postterm juga mengalami peningkatan risiko ruptur uteri. Jarak waktu antar kelahiran juga bisa memengaruhi risiko ruptur uteri. Risiko ruptur uteri meningkat signifikan pada pasien VBAC yang memiliki jarak antar kelahiran <18 bulan (OR: 3,0; 95% CI 1,3–7,2; p = 0,01) bila dibandingkan dengan jarak 18–24 bulan dan >24 bulan.[2,5]

Evaluasi Ketebalan Uterus

Ketebalan uterus, terutama segmen bawah rahim, juga berpengaruh terhadap VBAC. Sebaiknya pengukuran ketebalan uterus dievaluasi untuk pertimbangan VBAC. Hal yang dapat mempersulit proses evaluasi ini adalah indeks massa tubuh yang tinggi.[2,3]

Evaluasi Perlu Tidaknya Induksi

Pasien VBAC yang menjalani induksi memiliki risiko 2–3 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami ruptur uteri bila dibandingkan pasien VBAC spontan. Bila dalam proses VBAC kala 1 dilatasi dan penurunan kepala tidak tercatat dengan baik, sebaiknya VBAC tidak dilakukan. Salah satu metode induksi yang dapat dipertimbangkan pada VBAC adalah metode mekanik (contoh: dengan kateter Foley).[2,3]

Ruptur Uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu komplikasi VBAC yang gagal. Faktor risiko terbesar untuk ruptur uteri adalah riwayat sectio caesarea (OR: 6,0; 95% CI 3,2–11,4). Dokter umum dan bidan perlu mengetahui gejala awal ruptur uteri agar dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.[6]

Tanda-tanda ruptur uteri saat persalinan antara lain:

  • Kontraksi yang sering dan kuat, yakni kontraksi >5 kali dalam 10 menit dan/atau satu kontraksi berlangsung selama 60–90 detik atau lebih
  • Formasi cincin Bandl
  • Nyeri pada segmen bawah uterus
  • Perdarahan pervaginam[7]

Tanda-tanda di atas mungkin tidak dijumpai pada sebagian kasus ruptur uteri. Gawat janin sering menjadi tanda yang cukup akurat.[8]

Tindakan VBAC yang berhasil tanpa mengalami ruptur uteri memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya, apabila terjadi ruptur uteri, maka pasien disarankan untuk menjalani operasi caesar elektif pada kehamilan berikutnya. Ruptur uteri dapat berulang.[1]

Kesimpulan

Persalinan pervaginam setelah sectio caesarea atau VBAC (vaginal birth after cesarean section) yang berhasil dapat mengurangi risiko komplikasi maternal bila dibandingkan dengan sectio caesarea elektif berulang. Namun, VBAC yang gagal justru menaikkan risiko komplikasi maternal, terutama akibat ruptur uteri. Oleh karena itu, pemilihan kandidat VBAC harus dilakukan dengan teliti dan tepat.

Tindakan VBAC harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan operasi darurat. VBAC terutama disarankan pada wanita yang hanya beriwayat operasi caesar 1 kali dengan insisi melintang rendah (low transverse incision). VBAC tidak dianjurkan pada pasien beriwayat operasi caesar dengan insisi klasik atau insisi “T”. Pasien VBAC juga tidak boleh menjalani induksi persalinan dengan misoprostol.

Faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan VBAC adalah riwayat VBAC yang telah sukses sebelumnya, jarak antar kelahiran >18 bulan, dan tidak adanya kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, seperti plasenta previa dan letak lintang.

Faktor yang dapat menurunkan keberhasilan VBAC adalah bayi dengan berat badan besar, riwayat operasi caesar >1 kali, riwayat insisi caesar klasik, riwayat operasi transfundal yang ekstensif, riwayat ruptur uteri, dan gangguan plasenta. Selain itu, usia pasien yang >40 tahun, indeks massa tubuh pasien yang tinggi, dan ketebalan uterus yang kurang baik juga dapat mengurangi kemungkinan VBAC berhasil.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi