Penatalaksanaan Gangguan Mood
Penatalaksanaan gangguan mood membutuhkan upaya yang komprehensif, mulai dari menentukan risiko dan kebutuhan perawatan pasien, hingga memilih terapi farmakologis dan non farmakologis pasien. Ada tidaknya upaya bunuh diri, atau perilaku yang berisiko membahayakan diri sendiri dan orang lain, menjadi penting untuk ditemukan oleh dokter untuk dapat menentukan terapi pasien. [5,6]
Rawat Inap
Pasien dengan gangguan mood sebaiknya dikirimkan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Pasien dengan gangguan mood disarankan untuk dirawat bila ditemukan tanda berikut :
- Perilaku yang membahayakan diri sendiri
- Perilaku yang membahayakan orang lain
- Terdapat gejala psikosis yang jelas atau gangguan mental lainnya yang ditandai dengan delusi berat, halusinasi visual/auditori, kebingungan, perilaku katatonik, mutisme, atau disertai dengan perilaku yang tidak sesuai
- Hendaya fungsional yang berat
- Delirium
- Kehilangan kemampuan mengontrol diri (perilaku yang secara fisik dan mental tidak membahayakan, namun merugikan pasien / orang lain misalnya belanja berlebihan)
- Adanya gangguan medis lain yang membutuhkan penanganan lebih lanjut, misalnya pada kasus yang diinduksi oleh obat atau gangguan medis lain, dan kasus gangguan mood yang disertai dengan penyalahgunaan obat
- Pasien gangguan mood dengan penyakit jantung sebaiknya dirawat untuk memantau efek samping psikotropika
- Pasien dengan gejala sangat berat sehingga dapat menyebabkan komplikasi medis, misalnya pada pasien depresi dengan insomnia berkelanjutan, atau tidak mau makan sama sekali [5,6]
Perhatian khusus diberikan pada pasien dengan gangguan mood yang disertai dengan kemungkinan percobaan bunuh diri, dimana perlu pendekatan penanganan pasien bunuh diri. Pasien dengan kemungkinan percobaan bunuh diri ditandai dengan pasien yang terus menerus memikirkan bunuh diri, memiliki rencana bagaimana mengeksekusi bunuh diri, dan adanya riwayat upaya percobaan bunuh diri. Namun demikian, kebanyakan bunuh diri yang menyebabkan kematian umumnya terjadi pada percobaan pertama. [5,6]
Berobat Jalan
Pasien dengan gangguan mood yang tidak memenuhi kriteria rawat inap dapat dilakukan perawatan berobat jalan. Pada perawatan berobat jalan, pasien diharapkan mampu mengetahui penyebab stress yang dialaminya dan bagaimana upaya mengatasinya. Dalam perawatan ini sangat dibutuhkan peran keluarga sebagai bagian dari terapi pasien. [5,6]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada pasien dengan gangguan mood sangat dipengaruhi dengan episode yang dialami pasien saat itu. Pilihan terapi juga dipengaruhi oleh gejala lain yang dialami pasien, misalnya ada tidaknya gejala psikosis, agitasi, agresi atau gangguan tidur. [5,6]
Pilihan pengobatan pada gangguan bipolar didasarkan pada episode yang dialami pasien (episode depresi atau manik), dan tingkat keparahan penyakit yang dialami pasien. Selain itu, riwayat penggunaan obat pada pasien akan mempengaruhi pemberian obat selanjutnya. Pemilihan obat sesuai episode yang dialami pasien misalnya pasien gangguan mood bipolar pada episode manik berat diberikan antimania (lithium, asam valproat) dikombinasikan dengan antipsikosis (haloperidol, olanzapin), sedangkan jika pasien pada episode depresi diberikan mood stabilizer dan antidepresan (amitriptilin, fluoxetin). [5,6]
Tabel 1. Pemberian Terapi pada Pasien dengan Gangguan Mood
Episode Manik Berat atau Campuran | - Antimania: lithium atau asam valproat - Dan antipsikosis: olanzapin, quetiapin, aripiprazole, risperidone, ziprasidon, haloperidol |
Episode Manik / Hipomanik atau Campuran | Inisial diberikan kombinasi : - Antimania: lithium, asam valproat, carbamazepin |
Episode Depresi pada Bipolar | Diberikan kombinasi : - Mood stabilizer: lithium atau asam valproat - Dengan antidepresan |
Gangguan depresi mayor | Diberikan obat antidepresan, beberapa golongan antidepresan adalah : - Golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI): citalopram, escitalopram, fluoxetine, fluvoxamin, paroxetin, sertralin, vilazodone, vortioxetine - Golongan serotonin/norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI): venlafaxine, desvenlafaxine, duloxetine, levomilnacipran - Golongan antidepresan atipikal: bupropion, mirtazepine, trazodon - Golongan serotonin-dopamine activity modulators (SDAM): brexpiprazole, aripiprazole - Golongan antidepresan trisiklik: amitriptilin, clomipramine, desipramin, doxepin, imipramine, nortriptyline, nortriptyline, trimipramin - Golongan monoamine oxidase inhibitors (MAOI) : isocarboxazid, phenelzine, selegiline, tranylcypromine |
Sumber: dr. Immanuel Natanael Tarigan, 2019. [5,6]
Pemberian obat harus berdasarkan penilaian kondisi pasien, ada tidaknya gangguan mental lainnya, stressor, pilihan pasien, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Selain itu, dokter harus mempertimbangkan keselamatan, efikasi, toleransi, dan efek samping terapi yang akan diberikan dikaitkan dengan kondisi pasien saat itu. Penyebab kegagalan terapi paling sering adalah ketidakpatuhan pengobatan, durasi pengobatan yang tidak adekuat. [6]
Terapi Rumatan
Pada pasien dengan bipolar, terapi rumatan dapat dilakukan dengan antipsikosis kerja panjang dan mood stabilizer. Terapi rumatan dapat dilakukan dengan pemberian lamotrigin atau litium. Pilihan terapi rumatan lainnya adalah risperidone, aripiprazole, ziprasidon, olanzapin, dan quetiapin. [6]
Psikoterapi
Terdapat beberapa modalitas psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan mood. Psikoterapi ini sendiri tidak dapat menyembuhkan penyakit yang dialami pasien, namun akan menurunkan tingkat kekambuhan, menurunkan gejala yang mengganggu, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.
Terapi Behavioral Activation
Terapi ini dijalankan dengan pembuatan serangkaian jadwal kegiatan yang mampu mengarahkan perbaikan mood penderita. Terapi ini terutama dilakukan pada pasien dengan depresi akut dan dapat efektif pada beberapa kasus depresi berat. [5,6]
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive behavioral therapy merupakan terapi yang paling sering dilakukan pada pasien gangguan depresi, terutama kasus akut. Pasien depresi biasanya memiliki pola pikir yang destruktif yaitu pandangan yang negatif akan dirinya sendiri, dunia, dan masa depan. CBT dilakukan untuk membentuk pola pikir yang baru guna menghindari pikiran negatif yang terjadi otomatis dan mengatasi perilaku yang maladaptif. CBT dapat dilakukan pada dewasa, juga efektif pada kasus anak dan remaja. [5,6]
Interpersonal Therapy (IPT)
Terapi ini dilakukan terutama pada pasien dewasa dengan gangguan depresi mayor, dalam jumlah sesi tertentu. Terapi ini melakukan pendekatan yang berbasis hubungan interpersonal dan berfokus pada masalah dalam hubungan tersebut. [5,6]
Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT)
Terapi MBCT terutama dilakukan pada penderita depresi yang sudah mengalami perbaikan, untuk mencegah kekambuhan. Komponen utama terapi adalah mindfulness training, yaitu kesadaran penuh seseorang untuk menghindari sebuah pemikiran. [5,6]
Problem Solving Therapy (PST)
Terapi ini berfokus pada perbaikan sikap dan perilaku penderita. Terapi ini melibatkan proses kognitif untuk dapat memahami problem yang ada dan bagaimana reaksi atas problem tersebut. Dalam terapi ini, dilakukan upaya perbaikan pada dua aspek cara memecahkan masalah, yaitu :
- Bagaimana cara berorientasi pada masalah, menyangkut sikap dan reaksi emosional
- Bagaimana gaya memecahkan masalah, menyangkut aktivitas seseorang atas suatu masalah [5,6]
Tujuan terapi ini adalah mengubah perilaku dan reaksi penderita terhadap problem yang dihadapi, sehingga mengurangi stress dan meningkatkan kualitas hidup. [5,6]
Pembedahan
Terapi pembedahan berupa lobotomi prefrontal tidak menunjukkan manfaat pada pasien dengan gangguan mood. Karena itu tidak diperlukan terapi pembedahan dalam penanganan pasien manik disebabkan gangguan bipolar. [5,6]
Terapi Suportif
Selain terapi medikamentosa dan psikoterapi, terdapat beberapa terapi suportif yang dapat dipertimbangkan dalam penatalaksanaan gangguan mood.
Electroconvulsive Therapy (ECT)
Terapi elektrokonvulsif (ECT) diindikasikan pada pasien gangguan bipolar, juga untuk mengatasi depresi dan/atau mania akut dengan kebutuhan terapi yang cepat. Tindakan ECT memiliki risiko yang lebih rendah dibanding modalitas terapi lainnya. Terapi ini diindikasikan untuk kasus-kasus sebagai berikut :
- Bipolar refraktori dengan percobaan pengobatan sebelumnya kurang berhasil
- Pasien bipolar dengan gejala psikosis, katatonia, keinginan bunuh diri yang hebat, atau pasien yang menolak makan
- Pasien yang menunjukkan respons baik dengan riwayat ECT sebelumnya
- Terapi ECT juga dapat diberikan pada pasien yang meminta terapi ini [5,6]
Bright Light Therapy
Terapi ini dilakukan dengan menggunakan cahaya intensitas tinggi, untuk mengatasi gangguan mood yang dipengaruhi oleh musim, terutama episode depresi. Pemberian terapi ini akan menyebabkan pasien mengalami perbaikan mood depresi, bahkan pada beberapa kondisi dapat menyebabkan hipomanik dan manik. Efek samping yang mungkin dirasakan pasien adalah iritasi mata, kelelahan, dan nyeri kepala. Terapi ini biasanya dikombinasikan dengan antidepresan, dan aman untuk ibu hamil karena tidak memiliki efek pada fetus. Pasien geriatri yang mendapatkan terapi BLT juga menunjukkan perbaikan yang signifikan tanpa efek samping yang berat. [5,6]
Diet
Umumnya pasien dengan gangguan mood tidak memerlukan diet khusus, kecuali pada pengobatan dengan MAOI. Pasien yang mendapatkan pengobatan dengan MAOI harus menghindari makanan tinggi tiramin, yaitu makanan yang difermentasi seperti susu, keju, acar dan daging asap. Mengonsumsi tiramin tinggi dengan MAOI dapat menyebabkan krisis hipertensi. [5,6]
Selain itu, pasien dengan pengobatan lithium, disarankan untuk mengubah pola konsumsi garam karena dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah. Peningkatan konsumsi garam dapat menurunkan kadar litium sehingga menurunkan efikasi obat, sebaliknya penurunan konsumsi garam akan meningkatkan efek samping dan toksisitas. [5,6]
Olahraga
Berolahraga memang tidak menjadi prioritas bagi pasien yang mengalami depresi atau gangguan cemas. Namun, penelitian membuktikan bahwa melakukan olahraga secara teratur dapat mengurangi gejala depresi, bahkan gangguan mood. Hal tersebut dikarenakan setelah berolahraga akan meningkatkan jumlah endorfin dalam darah, dipercaya endorfin erat kaitannya dengan perubahan mood menjadi lebih baik dan nyaman. Selain itu aktivitas fisik atau olahraga dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan pikiran negatif. [23]
Pemantauan Pengobatan
Evaluasi pengobatan pada pasien dengan gangguan mood sama seperti pilihan pengobatannya, yaitu disesuaikan dengan episode yang dialami pasien, sehingga pilihan terapi dapat disesuaikan. Evaluasi pengobatan pasien episode mania atau campuran berat sebaiknya dilakukan setiap 2-5 hari, hingga pasien menunjukkan perbaikan gejala. Evaluasi selanjutnya dilakukan pada 4-8 minggu setelah pengobatan, untuk memantau keadaan remisi pasien. Pasien dewasa setidaknya menerima pengobatan selama 6 bulan sampai adanya perbaikan. Setelah pasien dinyatakan remisi penuh, pengobatan sebaiknya dilanjutkan hingga 4-6 bulan kemudian. Penghentian pengobatan dilakukan secara perlahan selama 2-4 minggu. [2,5,6]
Evaluasi pasien dengan depresi dilakukan setiap 1-2 minggu, setidaknya dalam 6 minggu pertama. Bila ditemukan pasien tidak mengalami gejala depresi atau manik selama 2 bulan, maka dipertimbangkan sebagai kasus remisi total. Pada kasus ini pemantauan dilakukan secara periodik untuk melihat ada tanda-tanda kekambuhan. Bila pasien gangguan depresi mayor menunjukkan perbaikan dalam 6-8 minggu pasca pengobatan, pilihan terapi dilanjutkan dalam 4-9 bulan. Bila pasien mengalami episode depresi yang berulang, pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan. Pemantauan berkala dilakukan pada pasien terutama berkaitan dengan efek samping dan pemantauan perbaikan klinis pasien. [2,5,6]