Diagnosis Gangguan Mood
Penegakan diagnosis gangguan mood prinsipnya sama seperti gangguan psikiatri lainya. Diagnosis ditegakkan terutama dengan anamnesis yang mendalam guna menggali tanda dan gejala yang dialami pasien. Namun, sebelum diagnosis gangguan mood ditegakkan, dokter harus terlebih dahulu menyingkirkan diagnosis gangguan yang berada dalam hirarki yang lebih tinggi, seperti gangguan mental organik (F0), gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F1) dan skizofrenia, gangguan skizotipikal dan gangguan waham (F2). [20,21]
Defenisi
Dalam ICD - WHO, gangguan mood atau gangguan suasana perasaan ada pada kelompok F30-F39, termasuk didalamnya adalah episode manik (F30), gangguan afektif bipolar (F31), episode depresif (F32), episode depresif berulang (F33), gangguan suasana perasaan menetap (F34) dan gangguan suasana perasaan lainnya (F38). Secara garis besar, gangguan mood dapat dibagi menjadi menjadi 2 kelompok yakni gangguan bipolar dan gangguan depresi. [2,3]
Gangguan bipolar dibedakan menjadi gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimik, bipolar yang diinduksi oleh obat, bipolar terkait kondisi medis lain, gangguan bipolar spesifik lainnya, dan gangguan bipolar tidak spesifik. Sedangkan gangguan depresi terdiri atas gangguan suasana hati yang mengganggu, gangguan depresi mayor, gangguan depresi persisten (distimia), gangguan disforik pramenstruasi, gangguan depresi yang diinduksi oleh obat, gangguan depresi terkait kondisi medis lainnya, gangguan depresi spesifik lainnya atau gangguan depresi tidak spesifik. [20,21]
Ciri khas kelompok gangguan perasaan adalah :
- Perubahan suasana perasaan yang bermakna berupa depresi atau elasi (manik, hipomanik), dan biasanya disertai perubahan pada seluruh tingkat aktivitasnya
- Gangguan perasaan dapat bersifat episodik, berulang, atau dapat pula bersifat kronis berkepanjangan
- Dapat disertai gejala psikotik (dalam kondisi depresi atau manik), namun ketika gejala psikotiknya berkurang atau menghilang, gejala depresi atau manik masih tetap berlangsung, walaupun dalam intensitas yang lebih rendah [2]
Anamnesis
Anamnesis dilakukan terutama untuk menggali gejala yang dialami pasien dan onset gejala, pasien perlu ditanyakan usia saat pertama kali menunjukkan gejala. Anamnesis dapat dilakukan pada pasien dan keluarganya. Pasien yang datang dengan gejala manik harus ditanyakan apakah ada riwayat depresi sebelumnya. Dokter harus mampu membedakan apakah pasien pernah mengalami episode manik, atau hanya hipomanik. Pada pasien yang datang dengan gejala depresi, perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat sebelumnya. Pada riwayat sosial tidak jarang ditemukan masalah yang dialami pasien sebagai akibat dari gejala sebelumnya, misalnya masalah hukum atau ekonomi akibat perilaku agresif pada periode manik. [4-6]
Selain itu, penting juga menanyakan mengenai kemungkinan penyakit psikiatri dalam hirarki yang lebih tinggi, misalnya gangguan medis umum, penggunaan obat dan zat, serta gejala skizofrenia. Dokter juga harus menggali apakah pasien pernah mengalami gejala yang tidak khas, misalnya hipersomnia atau hiperfagia. Gejala-gejala ini dapat menjadi pertimbangan rawat inap pada pasien. [4-6]
Anamnesis lain yang penting untuk digali, terutama pada pasien dengan depresi, adalah ada tidaknya keinginan bunuh diri. Dokter harus menggali keinginan bunuh diri pada pasien, termasuk cara yang terpikirkan dan apakah pasien sudah pernah mencoba melakukannya sebelumnya. [4-6]
Pada pasien dengan keluhan berulang, harus ditanyakan seberapa sering pasien mengalami kekambuhan, apakah ada faktor eksternal yang memicu kekambuhannya. Tanyakan juga berapa lama jarak antara satu episode dengan episode lainnya. Pada anamnesis juga harus ditanyakan adalah riwayat pengobatan, dan bagaimana respons pasien terhadap pengobatan. Riwayat keluhan yang sama pada keluarga juga dapat ditanyakan. [4-6]
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang secara khusus dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan mood. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan penyebab lainnya, seperti gangguan medis umum, atau penyalahgunaan obat atau alkohol. Pemeriksan fisik juga untuk menemukan penyakit medis lain yang menyertai gangguan mood, misalnya gangguan kardiovaskular dan metabolik pada penderita bipolar, dikaitkan dengan gaya hidup dan pola makannya. [4-6]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan mood. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan penyebab lainnya dan memonitoring dosis pengobatan. Pemeriksaan toksikologi digunakan untuk mengeksklusi penyalahgunaan obat. [4-6]
Diagnosis Banding
Beberapa gangguan psikiatri sebagai diagnosis banding gangguan mood adalah :
- Gangguan cemas (gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, dan agorafobia) yang dapat meniru atau menyertai gangguan mood. Pada gangguan cemas terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan ditandai dengan berdebar-debar, hiperhidrosis yang tidak terjadi pada kasus gangguan mood
- ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), dimana biasanya ditandai dengan aktivitas berlebihan dan perilaku impulsif dan repetitif
- Gangguan kepribadian, merupakan salah satu faktor predisposisi gangguan mood. Gangguan kepribadian harus ditegakkan dalam diagnosis aksis II dalam diagnosis multiaksial psikiatri
Post traumatic stress disorder (PTSD), biasanya didahului oleh kejadian yang spesifik dan ditandai dengan mengalami mimpi buruk dan penarikan diri pasien
Gangguan skizoafektif dan skizofrenia, dimana pasien dengan gangguan skizofrenia terdapat gejala halusinasi dan waham yang nyata
- Penyalahgunaan obat, merupakan salah satu diagnosis banding yang paling sering menunjukkan gejala yang mirip. Anamnesis dan pemeriksaan laboratorium dapat membedakan keduanya [4-6]