Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Gangguan Keinginan dan Gairah Seksual general_alomedika 2020-06-29T11:34:44+07:00 2020-06-29T11:34:44+07:00
Gangguan Keinginan dan Gairah Seksual
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Gangguan Keinginan dan Gairah Seksual

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis gangguan keinginan dan gairah seksual ditegakkan berdasarkan kriteria dalam ICD X atau DSM-V. Penegakan diagnosis melibatkan anamnesis dan pemeriksaan fisik/psikiatri yang menyeluruh.

Anamnesis

Pasien jarang mengungkapkan adanya masalah seksual, sehingga bila terdapat kecurigaan masalah seksual, sebaiknya dokter yang mengawali bertanya. Mengangkat topik seksual seringkali membuat pasien merasa enggan atau tidak nyaman. Karena itu proses anamnesis bisa diawali dengan meminta pasien untuk mengisi instrumen skrining gangguan seksual, misalnya instrument Decreased Sexual Desire Screener.[1]

Table 1. Instrumen Decreased Sexual Desire Screener

tabel

Sumber: Goldstein, 2017. [1]

Instrumen lain yang bisa digunakan untuk skrining dan telah divalidasi dalam bahasa Indonesia adalah Female Sexual Function Index (FSFI). Namun instrumen ini hanya bisa digunakan pada pasien perempuan dan mengukur komponen-komponen, seperti gairah seksual, rangsangan, orgasme, nyeri, dan kepuasan.[11]Sumber: Goldstein, 2017.[1]

Anamnesis untuk gangguan keinginan dan gairah seksual mencakup gambaran detail masalah seksual yang dialami, termasuk onset, durasi, tingkat keparahan, dan distress yang dialami akibat masalah ini. Pada perempuan, keluhan mengenai gairah dan keinginan seksual seringkali saling tumpang tindih dengan keluhan seksual lainnya, misalnya keluhan sulit orgasme atau nyeri ketika penetrasi.[1]

Pemeriksaan psikiatri lengkap juga harus dilakukan untuk menyingkirkan gangguan-gangguan psikiatri lain yang berhubungan dengan penurunan keinginan dan gairah seksual. Untuk menegakkan diagnosis, perlu juga dilakukan penilaian apakah stimulasi yang didapatkan ketika beraktivitas seksual adekuat atau tidak.[9]

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnostik gangguan keinginan dan gairah seksual dapat didiagnosis berdasarkan kriteria ICD X dan DSM-V.

Kriteria Diagnosis ICD X

Dalam ICD X, gangguan keinginan dan gairah seksual masuk ke dalam kriteria disfungsi seksual dimana pasien mengeluhkan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan seksual sebagaimana yang diinginkan. Gangguan keinginan dan gairah seksual ditegakkan apabila masalah utama pasien adalah kehilangan keinginan dan gairah seksual dan bukan disebabkan oleh masalah seksual lainnya, misalnya gangguan ereksi atau dyspareunia. Gangguan ini tidak menghalangi pasien untuk merasakan kenikmatan atau rangsangan seksual, tapi menyebabkan pasien kesulitan menginisiasi aktivitas seksual.[12] Dalam ICD X tidak dilakukan pembedaan gender untuk gangguan keinginan dan gairah seksual.

Kriteria Diagnosis DSM-V

Dalam DSM-V, gangguan keinginan dan gairah seksual masuk dalam kriteria disfungsi seksual, serta dibedakan antara laki-laki dan perempuan.[9]

  1. Gangguan keinginan/rangsangan seksual pada perempuan

    Kriteria diagnosis gangguan ini mencakup

    A. Kurangnya atau penurunan signifikan keinginan/rangsangan seksual yang bermanifestasi sebagai (minimal 3):

    • Tidak ada/berkurangnya minat dalam aktivitas seksual
    • Tidak ada/berkurangnya pikiran/fantasi yang bersifat erotis atau seksual
    • Tidak/berkurangnya inisiasi aktivitas seksual dan biasanya tidak merespon upaya pasangan untuk menginisiasi
    • Tidak ada/berkurangnya kesenangan/kenikmatan seksual ketika beraktivitas seksual pada semua atau hampir semua kesempatan
    • Tidak ada/berkurangnya minat/rangsangan seksual sebagai respon terhadap rangsangan-rangsangan seksual/erotis, baik internal maupun eksternal (misalnya tertulis, verbal, visual)
    • Tidak ada atau berkurangnya sensasi genital atau nongenital ketika melakukan aktivitas seksual pada semua atau hampir semua kesempatan

    B. Gejala-gejala dalam kriteria A telah berlangsung selama minimal 6 bulan

    C. Gejala-gejala pada kriteria A menyebabkan distress yang signifikan

    D. Disfungsi seksual yang terjadi tidak bisa dijelaskan oleh gangguan mental non seksual atau sebagai konsekuensi distress hubungan interpersonal yang berat (misalnya kekerasan oleh pasangan) atau stressor signifikan lainnya, dan bukan disebabkan karena penggunaan zat/obat atau kondisi medis lainnya

  2. Gangguan gairah seksual hipoaktif pada laki-laki

    A. Defisiensi (atau tidak ada) pikiran/fantasi erotic/seksual dan gairah untuk ektivitas seksual yang persisten atau rekuren. Penilaian defisiensi dilakukan oleh klinisi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual, misalnya umur dan konteks sosio-kultural

    B. Gejala-gejala dalam kriteria A telah berlangsung selama minimal 6 bulan

    C. Gejala-gejala pada kriteria A menyebabkan distress yang signifikan

    D. Disfungsi seksual yang terjadi tidak bisa dijelaskan oleh gangguan mental non seksual atau sebagai konsekuensi distress hubungan interpersonal yang berat (misalnya kekerasan oleh pasangan) atau stressor signifikan lainnya, dan bukan disebabkan karena penggunaan zat/obat atau kondisi medis lainnya

Pemeriksaan Fisik

Meskipun pemeriksaan fisik sebenarnya tidak diperlukan untuk penegakan diagnosis gangguan keinginan dan gairah seksual, namun tetap harus dilakukan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup tanda vital dan pemeriksaan lain sesuai dengan riwayat sebelumnya. Hal ini untuk menyingkirkan faktor-faktor yang mungkin ikut memberikan kontribusi terhadap rendahnya gairah dan keinginan seksual, misalnya kondisi yang menimbulkan nyeri ketika beraktivitas seksual atau insufisiensi hormonal.[1]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab biologis dari gangguan yang dialami. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi klinis, misalnya pemeriksaan kadar prolaktin dan tiroid. Pemeriksaan testosterone dan hormon seksual tidak diperlukan, kecuali bila ada pertimbangan untuk dilakukan terapi hormonal untuk mengatasi gangguan ini.[1]

Pemeriksaan Prolaktin

Hiperprolaktinemia pada pria dilaporkan berhubungan dengan disfungsi ereksi yang disertai dengan penurunan gairah seksual dan gangguan orgasme. Karena itu kadar prolaktinemia bisa diperiksa pada pria yang mempunyai keluhan demikian.[13]

Pada wanita, kadar prolaktin meningkat setelah mengalami orgasme sehingga dihipotesiskan bahwa kadar prolaktin berhubungan dengan kepuasan seksual pada perempuan. Kepuasan seksual akan memodulasi dorongan seksual lewat jaras feedback ke neuron dopaminergik [14]. Keluhan penurunan gairah seksual pada perempuan mungkin disebabkan karena kegagalan mencapai kepuasan ketika berhubungan seksual yang mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar prolaktin atau tidak ada peningkatan prolaktin pasca berhubungan seksual.[14]

Pemeriksaan Tiroid

Baik hipertiroid maupun hipotiroid dilaporkan berhubungan dengan gangguan libido, baik pada pria maupun wanita. Namun bukti pengaruh tiroid pada pria masih tumpang tindih. Sebaliknya pada perempuan dilaporkan bahwa, baik hiper maupun hipotiroid, berhubungan dengan gangguan gairah seksual, rangsangan/lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri ketika berhubungan seksual.[15]

Pemeriksaan Neuroimaging

Pemeriksaan neuroimaging bisa dilakukan pada pasien-pasien yang mengalami keluhan penurunan gairah seksual, misalnya dengan pemeriksaan MRI. Namun pemeriksaan-pemeriksaan ini hanya digunakan sebagai sarana penelitian, bukan untuk penegakan diagnosis atau terapi. Gangguan keinginan dan gairah seksual berhubungan dengan disfungsi area fronto-limbik-parietal otak.[16]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari gangguan keinginan dan gairah seksual adalah gangguan mental non seksual (misalnya depresi berat), penyalahgunaan zat/efek samping obat, kondisi medis berat (misalnya diabetes melitus, penyakit endothelial, disfungsi tiroid, penyakit sistem saraf pusat).[9]

Gangguan Mental Nonseksual

Keluhan penurunan libido sering ditemukan pada pasien dengan diagnosis depresi atau pasien dengan gejala-gejala depresi (misalnya skizoafektif tipe depresi, gangguan penyesuaian dengan reaksi depresi).[3,17]

Penyalahgunaan Zat atau Efek Samping Obat

Penyalahgunaan berbagai zat  (amphetamin and coccaine use disorder) juga dilaporkan berhubungan dengan timbulnya berbagai keluhan disfungsi seksual, termasuk keluhan penurunan keinginan dan gairah seksual.[18]

Keluhan-keluhan yang sama dengan gangguan keinginan dan gairah seksual juga sering dikeluhkan oleh pasien-pasien yang mendapatkan terapi antipsikotik.[3,19] atau antidepresan.[17] Untuk membedakan apakah keluhan pasien terjadi karena depresi atau akibat penggunaan antidepresan, maka perlu dilakukan pelacakan onset keluhan secara akurat.

Penyakit Medis Berat 

Gangguan keinginan dan gairah seksual sering dialami oleh pasien-pasien yang menderita penyakit medis berat, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal akut dan penyakit ginjal kronis, dan HIV. Gangguan ini banyak juga ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis rutin.[3,20–22] Pasien-pasien pasca stroke juga sering melaporkan adanya penurunan gairah seksual.[23]

Referensi

1. Goldstein I, Kim NN, Clayton AH, DeRogatis LR, Giraldi A, Parish SJ, et al. Hypoactive Sexual Desire Disorder. Mayo Clinic Proceedings 2017;92:114–28. [https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(16)30596-1/fulltext]
3. Meuleman EJH, van Lankveld JJDM. Hypoactive sexual desire disorder: an underestimated condition in men. BJU Int 2005;95:291–6. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15679780]
9. APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
11. Gerstenberger EP, Rosen RC, Brewer JV, Meston CM, Brotto LA, Wiegel M, et al. Sexual Desire and the Female Sexual Function Index (FSFI): A Sexual Desire Cutpoint for Clinical Interpretation of the FSFI in Women with and without Hypoactive Sexual Desire Disorder. The Journal of Sexual Medicine 2010;7:3096–103. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20561170]
12. WHO. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders. Geneva: World Health Organization; 2007.
13. Buvat J. Hyperprolactinemia and sexual function in men: a short review. Int. J. Impot. Res. 2003;15:373–7. [https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/14562140]
14. Kruger THC, Leeners B, Naegeli E, Schmidlin S, Schedlowski M, Hartmann U, et al. Prolactin secretory rhythm in women: immediate and long-term alterations after sexual contact. Human Reproduction 2012;27:1139–43. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22333984]
15. Gabrielson AT, Sartor RA, Hellstrom WJG. The Impact of Thyroid Disease on Sexual Dysfunction in Men and Women. Sexual Medicine Reviews 2019;7:57–70. [https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30057137/]
16. Cacioppo S. Neuroimaging of Female Sexual Desire and Hypoactive Sexual Desire Disorder. Sexual Medicine Reviews 2017;5:434–44. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28865901]
17. Clayton AH, El Haddad S, Iluonakhamhe J-P, Ponce Martinez C, Schuck AE. Sexual dysfunction associated with major depressive disorder and antidepressant treatment. Expert Opinion on Drug Safety 2014;13:1361–74. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25148932]
18. Ghadigaonkar DS, Murthy P. Sexual Dysfunction in Persons With Substance Use Disorders. Journal of Psychosexual Health 2019;1:117–21. [https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/2631831819849365?icid=int.sj-abstract.similar-articles.1]
19. Pakpoor J, Agius M. A review of the adverse side effects associated with antipsychotics as related to their efficacy. Psychiatr Danub 2014;26 Suppl 1:273–84. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25413553]
20. Bernardo A. Sexuality in patients with coronary disease and heart failure. Herz 2001;26:353–9. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11556163]
21. Lallemand F, Salhi Y, Linard F, Giami A, Rozenbaum W. Sexual dysfunction in 156 ambulatory HIV-infected men receiving highly active antiretroviral therapy combinations with and without protease inhibitors. J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 2002;30:187–90. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12045681]
22. Edey, ME. Male Sexual Dysfunction and Chronic Kidney Disease. Frontiers in medicine 2017; 4(32) [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5360730/]
23. Grenier-Genest A, Gérard M, Courtois F. Stroke and sexual functioning: A literature review. NRE 2017;41:293–315. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29036839]

Epidemiologi Gangguan Keinginan ...
Penatalaksanaan Gangguan Keingin...
Diskusi Terbaru
dr. Khalisah Atma Aulia
Kemarin, 21:13
Jumlah pemberian obat Acyclovir
Oleh: dr. Khalisah Atma Aulia
1 Balasan
Alo dokter, saya izin bertanya terkait pemberian jumlah obat.Jika ingin meresepkan Acyclovir 5x800 mg (tablet 400) selama 7 hari. Berarti harus meresepkan 70...
dr. Gabriela Widjaja
Kemarin, 13:16
Keamanan dan Efikasi Obat Kedaluwarsa - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela Widjaja
1 Balasan
ALO Dokter!Pasien sering khawatir tentang keamanan dan efikasi obat yang mendekati atau telah melewati tanggal kedaluwarsa. Padahal, di lain pihak,...
Anonymous
1 hari yang lalu
Kapan boleh minum air setelah operasi tumor karotis?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter .. ijin bertanya,Utk pasien pasca operasi tumor karotis berapa jam pasca operasi baru d perbolehkan minum air ? Apakah harus menunggu pasien...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.