Penatalaksanaan Kanker Payudara
Penatalaksanaan kanker payudara dapat berupa pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi target, maupun terapi hormonal.
Pembedahan
Tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk kanker payudara adalah biopsi eksisi dengan lokalisasi lesi, mastektomi radikal, breast conserving surgery, serta rekonstruksi payudara dan dinding dada.
Biopsi Eksisi dengan Lokalisasi Lesi
Biopsi eksisi dengan lokalisasi lesi dilakukan dengan mengangkat seluruh jaringan kanker dan menyisakan tepi jaringan tampak sehat dibantu metode mamografi dan lokalisasi lesi oleh sebuah kawat yang dilabel secara radiasi yang ditempatkan dekat dengan lokasi lesi.
Mastektomi Radikal
Mastektomi radikal dapat dilakukan dengan metode Halstedt maupun modifikasi Patey. Metode Halstedt dilakukan dengan mengangkat seluruh jaringan payudara, kulit, kompleks puting-areola, m. pectoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening level I, II, dan III. Pada metode modifikasi Patey, m. pectoralis mayor dan n. pectoralis lateral tetap dipertahankan.
Breast Conserving Surgery
Breast conserving surgery memerlukan reseksi lesi kanker primer dengan margin jaringan yang tampak sehat, terapi radiasi ajuvan, dan penilaian status kelenjar getah bening regional.
Rekonstruksi Payudara dan Dinding Dada
Rekonstruksi payudara dan dinding dada dapat menjadi pilihan pada kasus dengan pengangkatan jaringan kulit dan subkutan yang masif.[1,2,6,15]
Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan sebagai penatalaksanaan, ajuvan, maupun terapi paliatif kanker payudara. Sebagai tata laksana, radioterapi dapat digunakan pada berbagai stadium kanker, bergantung pada pilihan pembedahan yang akan dilakukan, apakah breast conserving surgery atau mastektomi. Radiasi pengion ditargetkan pada DNA sel (terutama sel kanker) sehingga terjadi kerusakan DNA yang ireversibel dan berujung pada kematian sel kanker.
Pada pasien yang menjalani breast conserving surgery dapat dilakukan iradiasi payudara parsial dengan teknik brakiterapi, terapi radiasi sinar eksternal, maupun intensity-modulated radiation therapy dan hanya dapat dilakukan pada skenario uji klinis prospektif di senter tertentu saja.
Terapi radiasi ajuvan (setelah pembedahan) bertujuan untuk menurunkan angka rekurensi kanker dan biasanya dilakukan pada kanker payudara stadium IIIA dan IIIB. Terapi radiasi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif, misalnya pada kasus kanker payudara dengan metastasis ke otak di mana agen kemoterapi memiliki efikasi yang terbatas.[1,2]
Kemoterapi
Sebelum kemoterapi, perlu dilakukan stratifikasi risiko berdasarkan luaran kesintasan tanpa penyakit (disease free survival/DFS) dan kesintasan umum (overal survival/OS). Stratifikasi risiko mempertimbangkan usia pasien, komorbiditas, ukuran tumor, grade tumor, jumlah kelenjar getah bening yang terlibat, serta status reseptor estrogen.
Kemoterapi Ajuvan
Kemoterapi ajuvan bertujuan untuk menurunkan tingkat rekurensi dan kematian 15 tahun setelah terapi. Kemoterapi ajuvan disarankan pada wanita dengan kanker payudara yang memiliki karakteristik prognosis yang kurang baik seperti adanya invasi pembuluh darah atau kelenjar getah bening, grade inti tumor yang tinggi, grade histologik yang tinggi, ekspresi HER-2/neu yang tinggi, ukuran tumor > 1 cm, serta status reseptor hormon negatif.[1,2,6,15]
Pilihan regimen kemoterapi ajuvan untuk kanker payudara yang telah terbukti bermanfaat secara klinis dibedakan berdasarkan ekspresi HER-2/neu.
Regimen kemoterapi untuk kanker dengan ekspresi HER-2/neu negatif (tanpa trastuzumab):
Regimen / Obat | Dosis | Frekuensi | Siklus |
FAC | |||
5-Fluorouracil (5-FU) | 600 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Doxorubicin (Adriamycin) | 60 mg/m2 IV hari 1 | ||
Cyclophosphamide | 600 mg/m2 IV hari 1 | ||
FAC (regimen alternatif) | |||
5-Fluorouracil (5-FU) | 500 mg/m2 IV hari 1 dan 8 | Setiap 28 hari | 6 |
Doxorubicin (Adriamycin) | 30 mg/m2 IV hari 1 dan 8 | ||
Cyclophosphamide | 100 mg/m2 PO hari 1-14 | ||
FEC100 | |||
5-FU | 500 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Epirubicin | 100 mg/m2 IV hari 1 | ||
Cyclophosphamide | 500 mg/m2 IV hari 1 | ||
AC | |||
Doxorubicin | 60 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Cyclophospamide | 600 mg/m2 IV hari 1 | ||
TAC | |||
Docetaxel (Taxotere) | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Doxorubicin | 50 mg/m2 IV hari 1 | ||
Cyclophosphamide | 500 mg/m2 IV hari 1 | ||
TAC | |||
Docetaxel (Taxotere) | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Doxorubicin | 50 mg/m2 IV hari 1 | ||
Cyclophosphamide | 500 mg/m2 IV hari 1 | ||
AC diikuti T (regimen konvensional) | |||
Doxorubicin | 60 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Cyclophosphamide | 600 mg/m2 IV hari 1 | ||
Setelah regimen tersebut selesai, lanjutkan dengan: | |||
Paclitaxel (Taxol) | 175 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
AC diikuti T (regimen dose-dense) | |||
Doxorubicin | 60 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 14 hari | 4 |
Cyclophosphamide | 600 mg/m2 IV hari 1 | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan: | |||
Paclitaxel (Taxol) | 175 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 14 hari | 4 |
AC diikuti T (regimen metronomik) | |||
Doxorubicin | 20 mg/m2 IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Cyclophosphamide | 50 mg/m2 PO setiap hari | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 80 mg/m2 IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
CMF (Regimen Bonadonna) | |||
Cyclophosphamide | 100 mg/m2 PO hari 1-14 | Setiap 28 hari | 6 |
Methotrexate | 40 mg/m2 IV hari 1 dan 8 | ||
5-FU | 600 mg/m2 IV hari 1 dan 8 | ||
CMF (Regimen metronomik) | |||
Cyclophosphamide | 50 mg/m2 PO hari 1-7 | Setiap minggu | 24 |
Methotrexate | 15 mg/m2 IV | ||
5-FU | 300 mg/m2 IV | ||
TC | |||
Taxotere | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Cyclophosphamide | 600/m2 IV hari 1 |
Regimen kemoterapi untuk kanker dengan ekspresi HER-2/neu positif (dengan trastuzumab):
Regimen / Obat | Dosis | Frekuensi | Siklus |
AC diikuti T+H | |||
Doxorubicin | 20 mg/m2 IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Cyclophosphamide | 50 mg/m2 PO setiap hari | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 80 mg/m2 IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Trastuzumab (Herceptin) | 4 mg/kg IV load, lalu 2 mg/kg hari 1 | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 6 mg/kg IV | Setiap 21 minggu | 14 |
TCH | |||
Docetaxel | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Carboplatin | AUC*6 IV hari 1 | ||
Trastuzumab | 8 mg/kg loading dose IV lalu 6 mg/kg/minggu x 18 lalu 6 mg/kg setiap 3 minggu x 12 | ||
TCH-P | |||
Docetaxel | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Carboplatin | AUC*6 IV hari 1 | ||
Trastuzumab | 8 mg/kg loading dose IV lalu 6 mg/kg | 17 | |
Pertuzumab | 840 mg loading dose IV lalu 420 mg untuk dosis berikutnya | 6 |
Kemoterapi Neoajuvan
Pada pasien yang menunjukkan respon patologik komplit, kemoterapi neoajuvan berhubungan dengan peningkatan keberhasilan breast conserving surgery dibandingkan kemoterapi ajuvan. Regimen kemoterapi ajuvan dapat dipakai pada kemoterapi neoajuvan mengingat manfaat yang diberikan relatif sama.
Terapi Biologis / Terapi Target
Terapi biologis/terapi target untuk kanker payudara dilakukan dengan menggunakan trastuzumab (Herceptin). Obat ini merupakan antibodi monoklonal terhadap HER-2/neu yang menekan efek HER-2/neu terhadap progresivitas kanker payudara. Walau demikian, penelitian lanjutan menemukan bahwa penggunaan trastuzumab yang dikombinasikan dengan paclitaxel pada kanker payudara dengan HER-2/neu negatif meningkatkan respon patologi komplit dari 25% menjadi 66,7%.
Saat ini, trastuzumab digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien kanker payudara dengan HER-2/neu positif, metastasis ke kelenjar getah bening, atau pada pasien kanker payudara risiko tinggi tanpa penyebaran kelenjar getah bening. Trastuzumab sebaiknya tidak digunakan bersama dengan antrasiklin karena peningkatan risiko disfungsi jantung yang serius.[1]
Terapi Hormonal
Terdapat 3 pilihan terapi hormonal yang dapat digunakan untuk kanker payudara, yaitu tamoxifen, terapi supresi ovarium, dan inhibitor aromatase.[1,2]
Tamoxifen
Tamoxifen bekerja dengan mengikat reseptor estrogen di sitosol dan menghambat masuknya estrogen oleh jaringan payudara. Obat ini menunjukkan perbaikan klinis pada > 60% pasien dengan status reseptor estrogen positif (ER+) dan hanya <10% pada pasien dengan status reseptor estrogen negatif (ER-). Terapi tamoxifen selama 5 tahun juga terbukti menurunkan mortalitas akibat kanker payudara hingga 30% dalam evaluasi selama 15 tahun.
Tamoxifen patut dipertimbangkan pada wanita dengan DCIS (ductal carcinoma in situ) dengan ER+ untuk menurunkan risiko rekurensi pasca breast conserving surgery dan menurunkan risiko kanker payudara invasif serta kanker pada payudara kontralateral.
Terapi Supresi Ovarium
Terapi ini bertujuan menginduksi menopause yang reversibel dengan penghentian sementara produksi estrogen oleh ovarium pada wanita premenopause dengan pemberian agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone). Penggunaan agonis GnRH menunjukkan manfaat yang sama dengan kemoterapi regimen CMF sehingga merupakan alternatif kemoterapi ajuvan pada wanita dengan kanker payudara stadium awal, berusia di bawah 40 tahun, yang terseleksi dan tanpa karakteristik kanker payudara risiko tinggi.
Terapi supresi ovarium cocok untuk kanker payudara dengan ER+ dan status reseptor progesteron positif (PR+), HER-2/neu negatif, dan memiliki keterlibatan kelenjar getah bening yang minimal.
Inhibitor Aromatase
Setelah menopause, estrogen dibentuk terutama oleh jaringan lemak dengan bantuan enzim aromatase. Mekanisme ini mendasari penggunaan inhibitor aromatase pada kelompok populasi pasien kanker payudara pasca menopause. Inhibitor aromatase merupakan terapi ajuvan lini pertama pada wanita dengan kanker payudara pasca menopause atau lini kedua pasca terapi tamoxifen ajuvan selama 1 atau 2 tahun. Penggunaan inhibitor aromatase generasi ketiga seperti anastrozole dan letrozole menurunkan tingkat rekurensi lokal dan jauh kanker payudara.
Imunoterapi
Imunoterapi merupakan metode pengobatan yang tergolong baru untuk kanker payudara. Pengobatan ini baru disetujui oleh FDA pada tahun 2019. Obat-obatan yang digunakan dalam imunoterapi menggunakan mekanisme antibodi monoklonal dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan alami tubuh melawan kanker. Di Indonesia, beberapa agen imunoterapi seperti trastuzumab dan pertuzumab telah disetujui penggunaannya untuk terapi kanker payudara tertentu.
Terapi Paliatif
Terapi paliatif bukan bertujuan untuk menyembuhkan kanker payudara yang dialami tetapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Cakupan pelayanan paliatif meliputi layanan psikososial, rehabilitasi, dan upaya untuk mengurangi efek samping seperti nyeri, dispnea, dan ansietas.
Terapi Paliatif Nyeri
Analgesik opioid seperti morfin bisa diberikan dengan dosis titrasi untuk menyeimbangkan efek analgesia dan efek samping seperti kebingungan, mual, gatal, atau sembelit. Jika nyeri merupakan nyeri neuropatik, dokter bisa memberikan antikonvulsan seperti diazepam dan lorazepam.
Terapi Paliatif Dispnea
Terapi paliatif dispnea bisa berupa terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Contohnya adalah mendudukkan pasien dengan posisi tegak, melakukan drainase bila terjadi efusi perikardial, memberikan oksigen lewat face mask, atau memberikan opioid yang sesuai.
Terapi Paliatif Ansietas
Benzodiazepin short-acting seperti lorazepam atau alprazolam dapat diberikan bila perlu. Benzodiazepin long-acting seperti diazepam biasanya disediakan untuk pasien yang mengalami kegagalan dosis akhir. Midazolam berguna untuk mengendalikan kecemasan dan agitasi pada fase terminal penyakit. Intervensi nonfarmakologis termasuk psikoterapi suportif dan intervensi perilaku juga dapat dipertimbangkan.