Diagnosis Anemia Sel Sabit
Diagnosis anemia sel sabit, atau dalam bahasa Inggris disebut sickle cell anemia, sering kali ditegakkan saat masa infant atau anak. Di Amerika Serikat, skrining anemia sel sabit pada neonatus sudah rutin dilakukan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan penemuan Hemoglobin S (HbS) pada sampel darah pasien.[4,7,8]
Anamnesis
Anemia sel sabit adalah penyakit yang diturunkan secara resesif. Seseorang akan menderita anemia sel sabit jika mendapat gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya mendapat salah satu, pasien umumnya sehat, namun bersifat karier. Oleh karena itu, riwayat penyakit pada keluarga sangat penting ditanyakan saat anamnesis.
Selain dari riwayat keluarga, hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah :
- Ada tidaknya nyeri intermiten sejak masa kanak-kanak awal
- Gejala anemia seperti rasa cepat lelah, pusing, dan sesak napas
- Riwayat infeksi berulang
- Riwayat keterlambatan tumbuh kembang
- Riwayat pembengkakan pada tungkai[8,9]
Pemeriksaan Fisik
Gambaran hasil pemeriksaan fisik pada anemia sel sabit umumnya tidak spesifik. Pasien bisa tampak ikterus, dan pada pemeriksaan oftalmoskopi bisa ditemukan pembuluh darah dengan bentuk abnormal.
Sama seperti anemia lainnya, pasien akan tampak pucat. Hipotensi dan takikardia bisa menandakan adanya syok septik atau splenic sequestration crisis. Orthostasis menandakan hipovolemia. Sedangkan, adanya tachypnea perlu dicurigai ke arah komplikasi seperti pneumonia, gagal jantung, atau acute chest syndrome.
Pada anak, tumbuh kembang pasien sering kali tertinggal. Pada masa prepubertal, pasien bisa mengalami delayed puberty.[4]
Meningitis
Pasien yang memiliki anemia sel sabit lebih berisiko mengalami meningitis. Pemeriksaan fisik terkait meningitis, seperti tanda Brudzinski dan Kernig, perlu dilakukan pada anak yang menunjukkan manifestasi klinis ke arah meningitis.[4]
Skeletal
Pasien dengan sickle cell disease biasanya memiliki tulang frontal, parietal, dan maxilla yang menonjol karena hiperplasia sumsum tulang. Ekstremitas juga bisa tampak lebih panjang karena vertebra yang mendatar.
Apabila terjadi infark, dapat ditemukan nyeri, bengkak, dan hangat pada tulang yang mengalami infark. Sekuele akibat infark antara lain sendi bahu yang immobile, deformitas panggul, atau osteoarthritis sekunder.
Pasien dengan sickle cell disease juga lebih rentan terkena infeksi tulang dan sumsum tulang pada area yang infark atau nekrosis. Pada populasi umum, penyebab tersering osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus. Namun, pada pasien dengan sickle cell disease, infeksi Salmonella sp lebih sering terjadi.[4]
Hand-foot Syndrome
Hand-foot syndrome disebut juga daktilitis. Kondisi ini terjadi sebagai akibat infark pada sumsum tulang dan tulang kortikal di metakarpal, metatarsal, serta phalang proksimal.[4]
Oftalmologi
Pada mata, tanda yang didapat pada pemeriksaan fisik umumnya disebabkan oleh vasooklusi, baik pada konjungtiva, iris, retina, atau koroid. Pada segmen anterior bisa ditemukan pembuluh darah konjungtiva berbentuk corkscrew, infark atau atrofi iris, katarak, dan hifema. Pada segmen posterior bisa ditemukan gangguan diskus optik, oklusi vaskular makula dan retina posterior, makulopati, dan oklusi vaskular koroid.[4]
Ginjal
Manifestasi sickle cell disease yang dapat ditemukan pada ginjal bervariasi, mulai dari abnormalitas fungsional tubulus dan glomerulus hingga kelainan anatomis dari ginjal.
Pasien sickle cell disease umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan populasi sehat. Tetapi hipertensi bisa ditemukan pada 2-6% pasien. Pada keadaan yang lebih lanjut, pasien bisa mengalami hematuria, proteinuria, dan gagal ginjal.[10]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding anemia sel sabit antara lain berbagai keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik, seperti anemia hemolitik alloimun, autoimun, dan terinduksi obat.[11,12]
Penyakit Hemoglobin C
Penyakit hemoglobin C adalah kondisi dimana lisin menggantikan posisi 6-asam glutamat. Penyakit ini bisa timbul bersamaan dengan anemia sel sabit, dan disebut dengan penyakit hemoglobin SC. Pada gabungan kedua penyakit ini, sebagian hemoglobin adalah hemoglobin sel sabit dan sebagian lainnya adalah hemoglobin C. Penyakit ini bisa dibedakan dengan anemia sel sabit melalui pemeriksaan elektroforesis.[13]
Nekrosis Avaskular
Pasien dengan nekrosis avaskular juga bisa datang dengan keluhan nyeri, sering kali pada bahu dan panggul, seperti yang timbul akibat vasooklusi pada anemia sel sabit. Gambaran MRI pada nekrosis avaskular akibat anemia sel sabit dan penyebab lain, misalnya cedera, sulit dibedakan. Namun, secara klinis, nekrosis avaskular tidak memiliki gejala anemia seperti pada anemia sel sabit.[14]
Penyakit Perthes
Penyakit Perthes bisa menimbulkan gejala osteonekrosis yang mirip dengan anemia sel sabit dan penyakit sel sabit secara umum. Penyakit Perthes adalah penyakit pada anak yang ditandai dengan nekrosis pada epifisis femur. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan trombofilia. Secara klinis, manifestasi penyakit Perthes tidak menunjukkan anemia hemolitik seperti yang ditemukan pada anemia sel sabit.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Di Amerika Serikat, pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi anemia sel sabit bersifat wajib. Program skrining bisa menggunakan isoelectric focusing (IEF), high-performance liquid chromatography (HPLC), atau cellulose acetate electrophoresis sebagai skrining awal. Baru kemudian dilakukan tes ulang pada hasil tes abnormal menggunakan pemeriksaan secondary complementary electrophoretic technique, HPLC, immunologic tests, atau DNA-based assays[7]
Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap pasien anemia sel sabit dapat ditemukan penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit, serta peningkatan leukosit dan trombosit. Hitung retikulosit umumnya meningkat, namun bisa bervariasi tergantung pada keparahan hemolisis. Apusan darah tepi akan menunjukkan sel target, pemanjangan sel, dan eritrosit sel sabit. Adanya sel darah merah dengan Howel Jolly bodies menandakan pasien asplenik.[4]
Rontgen
Rontgen ekstremitas berguna untuk mengevaluasi infark subakut dan kronik, serta untuk mengevaluasi jumlah dan keparahan osteonekrosis yang terjadi sebelumnya. Rontgen juga bisa mengevaluasi deformitas dan komplikasi lain terkait infark tulang.
Pada tahap awal daktilitis, rontgen bisa menunjukkan edema jaringan lunak. Pembentukan tulang baru periosteal bisa tampak 7-10 hari kemudian. Selain itu, bisa juga terlihat adanya ekspansi medula, penipisan korteks, resorpsi trabekular, dan lusensi fokal pada 2-3 minggu onset gejala.[4]
MRI
MRI adalah metode terbaik untuk mendeteksi tanda awal osteonekrosis pada pasien. MRI juga bisa digunakan untuk mendeteksi adanya osteomyelitis. Pada MRI bisa tampak hiperplasia sumsum tulang, traktus sinus, dan abses periosteal. [4]
Pemeriksaan Lain
Skrining penyakit sel sabit sudah wajib dilakukan di Amerika Serikat. Skrining dapat dilakukan dengan mengambil sampel villus chorionic pada usia kehamilan 8-12 minggu untuk menganalisis DNA. Selain itu, DNA dari sel cairan amnion bisa diambil pada usia kehamilan 16 minggu.
Anak dengan penyakit sel sabit juga sering kali memiliki gangguan fungsi pernapasan. Tes fungsi pernapasan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat episode thoraks rekuren atau saturasi oksigen yang rendah. Karena fungsi paru akan menurun seiring usia, penting untuk menentukan pasien mana yang memerlukan pengawasan ketat dan mana yang tidak.[4]