Diagnosis Malnutrisi
Menegakkan diagnosis malnutrisi membutuhkan beberapa tahap yang diawali dengan anamnesis, penilaian status nutrisi, pemeriksaan fisik baik umum dan khusus untuk mencari adakah tanda-tanda defisiensi mikronutrien tertentu, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dari anamnesis, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah penurunan berat badan maupun tidak ada kenaikan berat badan. Pada anak-anak, dapat ditemukan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, penderita malnutrisi dapat mengalami gejala perilaku seperti gelisah, apatis, berkurangnya respons sosial, cemas, serta gangguan pemusatan perhatian. [2]
Adapun gejala spesifik pada defisiensi mikronutrien yang mungkin ditemukan, yaitu:
-
Defisiensi zat besi: anemia, lemas, fatigue, gangguan fungsi kognitif, nyeri kepala, glositis, dan perubahan pada kuku (koilonikia)
- Defisiensi iodin: Goiter, gangguan tumbuh kembang, retardasi mental
- Defisiensi vitamin D: gangguan pertumbuhan, penyakit Rickets, hipokalsemia
- Defisiensi vitamin A: rabun malam hari, xeroftalmia, gangguan pertumbuhan, perubahan tekstur rambut
-
Defisiensi asam folat: anemia megaloblastik, glositis, neural tube defect (NTD) pada fetus
- Defisiensi Zink: anemia, dwarfisme, hepatosplenomegali, hiperpigmentasi, hipogonadisme, penurunan fungsi sistem imun[2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada malnutrisi meliputi pemeriksaan menyeluruh.
Status Gizi
Mulai dengan pemeriksaan status gizi dengan mengukur berat dan tinggi badan pasien (panjang badan pada anak di bawah 2 tahun). Pada orang dewasa, status gizi ini digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (cm) kuadrat.
Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien adalah sebagai berikut:
- <18.5: Gizi kurang
- 18.5-24.9: normal
-
>25: Gizi lebih
- 25-29.9: Praobesitas
- 30-34.9: Obesitas I
- 35-39.9: Obesitas II
-
>40: Obesitas III
Walau demikian, kategori tersebut didasarkan pada penelitian menggunakan populasi Kaukasian sehingga WHO mengajukan klasifikasi baru untuk populasi Asia sebagai berikut:
- <18.5: Gizi kurang
- 18.5-22.9: normal
-
>23: gizi lebih
- 23-24.9: berisiko
- 25-29.9: Obesitas I
-
>30: Obesitas II[9]
Pada dewasa, obesitas sentral juga penting untuk dinilai dengan menilai lingkar perut. Populasi Asia dikatakan obesitas sentral jika lingkar perut > 90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada perempuan. Rasio lingkar perut dan tinggi badan juga dapat digunakan untuk menentukan obesitas sentral dengan cut off point >0.5.[10]
Pada anak, hasil pengukuran tinggi/panjang dan berat badan akan diplot pada kurva pertumbuhan WHO (untuk usia hingga 2 tahun) atau CDC (untuk usia di atas 2 tahun). Pertumbuhan pada anak prematur berbeda sehingga kurva pertumbuhan yang harus digunakan juga berbeda.[9]
Perubahan Area Tubuh
Secara umum dapat ditemukan berkurangnya jaringan lemak subkutan, terutama pada area kaki, lengan, bokong, dan wajah. [2] Perubahan pada area tubuh lainnya yang dapat menjadi temuan pada pemeriksaan fisik yaitu:
- Area mulut: keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil
- Abdomen: hepatomegali, distensi abdomen
- Kulit: hiperpigmentasi, kulit kering
-
Kuku: koilonikia atau kuku sendok
- Rambut: perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak kemerahan maupun kecokelatan, mudah rontok
Pemeriksaan Fisik pada Anak
Gejala malnutrisi ringan di antaranya:
- Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
- Maturasi tulang terlambat
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal atau menurun
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat[11]
Adapun malnutrisi berat pada anak dapat muncul dalam dua tampilan utama yaitu marasmus dan kwasiorkor, meskipun dapat pula kombinasi dari keduanya.
Pemeriksaan Fisik Marasmus
Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah
- Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Anak lebih cengeng
- Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput
- Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
- Terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Pemeriksaan Fisik Kwasiorkor
Pada kwasiorkor, dapat ditemui tanda sebagai berikut:
- Perubahan mental hingga apatis
- Anemia
- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Hepatomegali
- Dermatosis
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki hingga seluruh tubuh[11]
Kriteria Diagnosis pada Anak
Pada anak, kriteria diagnosis malnutrisi akut berat (MAB) yaitu:
- Terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB <-3 standar deviasi SD
- Lingkar lengan atas <11,5 cm pada kelompok usia 6-59 bulan [3,11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai kondisi pasien saat ini dan menentukan penyebab terjadinya malnutrisi tersebut. Di sisi lain, pemeriksaan penunjang ini juga dapat bermanfaat untuk menyingkirkan atau menegakkan penyakit lain yang mungkin terjadi bersamaan dengan malnutrisi. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit malnutrisi:
- Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi: penting untuk melihat jenis anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi (ditemukan sel target) atau defisiensi vitamin B12 dan asam folat
-
Pengukuran status protein darah melalui pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-binding protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen (BUN). Kadar albumin serum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator gizi buruk, baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun saat perbaikan mulai terjadi. Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel, trauma, sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi. Pemeriksaan kreatinin dan ureum darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.
- Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap maupun feses lengkap dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan indikasi, misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut[2]