Memantau Faltering Growth

Oleh :
dr. Renate Parlene Marsaulina

Nutricia_Infografik_rev5_1 (1) (1)

Faltering growth atau gagal tumbuh masih menjadi masalah secara global yang terjadi pada bayi dan anak-anak di negara ekonomi rendah-menengah termasuk Indonesia. Anak yang lahir di negara ekonomi rendah cenderung memiliki berat badan dan tinggi badan di bawah standar WHO.

Impak secara jangka panjang, faltering growth dapat mempengaruhi komposisi tubuh, perkembangan otak, dan program metabolik dari anak tersebut. Sehingga pemantauan pertumbuhan perlu dilakukan secara berkala untuk deteksi dini risiko gagal tumbuh.[1]

Definisi Faltering Growth

Faltering Growth yang terdahulu disebut failure to thrive atau gagal tumbuh adalah keterlambatan pertumbuhan berat badan anak tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan.[2,3]

Biasanya ditemukan pada bayi dan balita yang diakibatkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat, output  yang berlebihan misalnya kondisi pada anak yang sakit, dan/atau malabsorbsi.[3,4]

Penurunan berat badan pada awal kehidupan dinilai normal, hal ini diakibatkan oleh adanya  perpindahan cairan tubuh. Biasanya berat badan bayi akan kembali sebelum 3 minggu setelah kelahiran. Akan tetapi, penurunan berat badan ini tidak boleh melebihi dari 10% berat lahir, karena penurunan berat badan lebih dari 10% membutuhkan. Pengamatan yang lebih oleh dokter Spesialis Anak.[2]

Sedangkan, anak yang dapat dikatakan faltering growth (gagal tumbuh) apabila kenaikan berat badan di bawah persentil 5 (tetap dibawah kurva pertumbuhan standar) atau trend berat badan tetap/stagnan selama 3 bulan, atau menurun selama 3 bulan.

Faktor yang dapat Mempengaruhi Faltering Growth

Beberapa faktor dapat mempengaruhi faltering growth. Faktor ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor organik dan non organik. [2,3] Beberapa faktor organik adalah infeksi saluran kemih, TB paru, kelainan jantung, bibir sumbing dan lainnya.Sedang  faktor non-organik adalah kesalahan dalam mengolah susu formula, anak menolak makan maupun kelalaian orang tua, [2-5]

Selain itu, pemenuhan gizi selama kehamilan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Menurut UNICEF, nutrisi sejak masa  kehamilan hingga kanak-kanak memberikan pengaruh jangka  pendek  dan jangka panjang. Nutrisi  mempengaruhi komposisi tubuh, perkembangan otak, dan program metabolik.  Hal  ini berhubungan dengan perkembangan  kognitif, pencapain akademik, imunitas yang baik dan penyakit kronis.[6]

Cara Monitoring Faltering Growth

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk memantau kesehatan Ibu serta anak. Pada buku KIA, didapatkan chart atau grafik Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada chart ini, bila berat badan tidak naik 2 kali berturut-turut, Ibu dianjurkan untuk merujuk ke petugas kesehatan.[7]

World Health Organization pun mengeluarkan chart untuk mengukur sebagai standar berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala.[8]

Manajemen Faltering Growth

Manajemen faltering growth dilakukan secara menyeluruh. Penilaian dilakukan sebelum dan setelah anak dilahirkan. Pengamatan klinis ditujukan untuk mendiagnosis masalah dari faltering growth hingga intervensi yang harus dilakukan.

Diagnosis masalah nutrisi melalui penentuan status gizi dan masalah nutrisi yang dimiliki anak

Faltering growth pada Bayi:

Untuk penurunan berat badan pada bayi (awal kehidupan) lebih dari 10% berat badan lahir. Lakukan penilaian klinis. Lihat tanda-tanda dehidrasi, penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan penurunan berat badan. [2,7]Catat dengan lengkap riwayat asupan makanan bayi. Pertimbangkan pengamatan langsung pemberian makanan. Lakukan penimbangan berat badan secara berkala. Rujuk ke dokter Spesialis Anak, bila berat badan tidak kembali ke berat badan lahir setelah usia 3 minggu kelahiran.[1,7]

Faltering growth pada Masa Kanak-Kanak:

Lakukan pengamatan klinis pada anak. Berdasarkan pengamatan klinis tersebut, anjurkan makanan yang sesuai dengan perkembangan anak, optimasi energi serta densitas nutrisi. Cara pemberian gizi harus mempertimbangkan ada tidaknya gangguan saluran cerna maupun fungsi oromotor.[2]

ASI Masih Dianjurkan

Pada bayi yang diberikan suplementasi tambahan, anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI. Berikan anak sisa dari ASI sebelum memberikan formula.[2]

Pada anak-anak yang membutuhkan kalori tambahan, dapat diberikan Susu formula yang padat nutrisi dan tinggi kalori dalam jangka pendek. [1] Jenis makanan yang dapat diberikan berupa polimerik (makanan padat kalori), oligomerik (glukosa polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang) atau modular (makronutrien tunggal).[9-11]

Setelah itu, dokter akan melakukan pemantauan dan evaluasi dari pertambahan berat badan, toleransi, dan reaksi simpang.

Kebutuhan Kalori dan Protein Berbeda

Perlu dipikirkan kebutuhan kalori (energi) dan protein pada bayi sehat dan bayi sakit. Berdasarkan Richter et al. Kebutuhan protein bayi 2.5 gram/kgBB/hari usia 0 - 1 bulan, 1,8 gram/kgBB/hari 1 - kurang dari 2 bulan, dan 1,4 gram/kgBB/hari usia 4 - 12 bulan.[12]

Sedangkan kebutuhan protein pada anak yang membutuhan catch-up growth maupun pada anak yang sedang sakit adalah 2.82 - 4.82 gram/kgBB/hari dengan kisaran kalori 126 - 167 kcal/kg/hari. [13]

Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi pada anak dengan nutrisi kurang adalah pemberian suplementasi nutrisi oral 1,5 kkal/mL.[14]

Referensi