Penatalaksanaan Malnutrisi
Pada pasien dengan malnutrisi, penatalaksanaan yang adekuat diperlukan melalui kolaborasi berbagai pihak yaitu oleh dokter dan tenaga medis, ahli nutrisi, dan keluarga dari pasien tersebut. Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status nutrisi harus dinilai dengan hati-hati karena dapat menyebabkan bias pada pengukuran berat badan. Anak dengan malnutrisi kronis membutuhkan asupan kalori 120-150 kkal/kg/hari untuk mencapai berat badan sesuai. [2]
Rumus yang digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori yaitu:
Kkal/kg = (RDA untuk umur x BB ideal)/ BB aktual
Tata Laksana Malnutrisi Akut Berat pada Anak
Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi diperlukan oleh pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan malnutrisi akut berat atau gizi buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang diterapkan di Indonesia, yaitu:
- Atasi/cegah hipoglikemia
- Atasi/cegah hipotermia
- Atasi/cegah dehidrasi
- Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
- Atasi/cegah infeksi
- Koreksi defisiensi mikronutrien
- Memulai pemberian makan
- Mengupayakan tumbuh-kejar
- Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
- Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan[3]
Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi refeeding syndrome. [2,3,11]
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar gula darah sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada 2 hari pertama perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia, pemberian makan setiap 2-3 jam sangat penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia, bila anak dalam keadaan sadar dapat diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1 sendok teh penuh gula dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT. Kemudian mulai pemberian F75 (formula nutrisi dengan kalori 75 kkal/100mL) tiap 2 jam, dan untuk 2 jam pertama berikan seperempat dosis tiap 30 menit. Pertimbangkan pula pemberian antibiotik jika terbukti terdapat infeksi pada pasien. Bila anak dalam keadaan tidak sadar, dapat diberikan bolus glukosa 10% intravena diikuti dengan 50 ml glukosa 10% lewat pipa NGT dan dilanjutkan pemberian F75 dengan metode serupa. Evaluasi kadar gula darah setelah 2 jam tatalaksana.[3]
Dehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit
Tidak mudah menilai dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena tanda dan gejala dehidrasi sering didapati pada gizi buruk meskipun tidak dehidrasi. Oleh karena itu, diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah melalui pemeriksaan berat jenis urin >1.030, disertai dengan gejala klinis khas seperti kehausan dan kulit kering. Rehidrasi pada gizi buruk menggunakan larutan khusus yaitu ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) yang mengandung natrium dan kalium dalam jumlah sesuai. Seluruh anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan natrium walaupun kadar Na darah rendah. Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi dan membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk melakukan koreksi. Edema yang muncul pada pasien malnutrisi berat dapat disebabkan ketidak-seimbangan elektrolit sehingga pemberian diuretik untuk mengatasi edema tidak dianjurkan. [3]
Pemberian Makanan dan Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Pemberian makanan pada fase stabilisasi memerlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi fisiologis anak dengan malnutrisi akut berat sangat rapuh. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin dengan porsi kecil namun sering menggunakan makanan dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa seperti F75. Pemberian makan sebaiknya melalui oral atau bantuan pipa nasogastrik, dan bila anak masih minum ASI, lanjutkan pemberian ASI namun setelah formula makanan dihabiskan. Berikut ini jadwal yang direkomendasikan pada fase stabilisasi:
- 1-2 hari : frekuensi tiap 2 jam, 11 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
- 3-5 hari: frekuensi tiap 3 jam, 16 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
- 6-7+ hari: frekuensi tiap 4 jam, 22 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
selanjutnya, pada fase transisi dan rehabilitasi, bila anak dirasa mampu, jenis formula makanan dapat dinaikkan menjadi F100 (formula nutrisi dengan kalori 100 kkal/100mL) yang memiliki kalori lebih tinggi untuk mempersiapkan anak mencapai berat badan yang ditargetkan.
Koreksi defisiensi mikronutrien juga perlu diberikan, namun pemberian preparat besi tidak boleh diberikan hingga minggu kedua atau pada fase rehabilitasi. Pada hari pertama perawatan dapat diberikan Vitamin A peroral (dosis >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI, untuk 0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi klinis buruk. Dapat pula diberikan asam folat 5 mg peroral. Di Indonesia, terdapat larutan yang mengandung elektrolit dan mineral yang dibutuhkan yaitu zinc, tembaga (Cu), kalium dan magnesium. Larutan ini dikenal sebagai Mineral Mix. [3]
Tata Laksana Malnutrisi pada Dewasa
Penatalaksanaan malnutrisi pada dewasa tidak terlalu berbeda dengan anak karena pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi sama. Perbedaan terdapat hanya pada klasifikasi dan dosis obat-obatan serta jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan. Pada dewasa dengan nilai IMT<16,0 dan disertai dengan edema, diperlukan terapi rawat inap.
Tata laksana malnutrisi pada dewasa yang memerlukan rawat inap dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan rehabilitasi. Pada fase stabilisasi, terapi nutrisi diawali dengan pemberian formula yaitu F75 (100 ml = 75 kkal) yang dihitung sesuai kebutuhan harian per kilogram berat badan pasien. Selanjutnya, pemberiannya dapat melalui oral maupun sonde bila tidak memungkinkan metode per oral, dibagi dalam 5-6 kali pemberian/hari. Selain itu, perlu juga ditambahkan mineral mix dan vitamin mix untuk mencukupi kebutuhan mikronutrien pasien. Pada fase transisi, formula dapat dinaikkan menjadi jenis F100 (100 ml = 100 kkal) karena mengandung jumlah energi dan protein yang lebih adekuat untuk meningkatkan berat badan. Jika pasien telah dirasa siap, yang ditandai dengan berat badan yang konsisten naik dan nafsu makan baik serta masalah kesehatan lain yang menyertai telah teratasi, dapat dimulai fase rehabilitasi dan persiapan untuk rawat jalan. Pasien dewasa harus tetap mendapatkan diet suplementer hingga IMT ≥18,5. [3,12]