Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 1 yogi 2023-06-10T09:20:10+07:00 2023-06-10T09:20:10+07:00
Diabetes Mellitus Tipe 1
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 1

Oleh :
dr. Meyke Liechandra
Share To Social Media:

Diagnosis diabetes mellitus tipe 1 perlu dicurigai pada pasien yang mengalami gejala hiperglikemia, seperti polidipsia, poliuria, dan polifagia, disertai riwayat yang mengarah pada kemungkinan autoimunitas terhadap sel beta pankreas. Pasien umumnya terdiagnosis saat anak atau remaja, namun juga bisa mengalami onset akut saat dewasa. Pasien juga bisa datang dalam kondisi ketosis.[3,7,12]

Anamnesis

Banyak pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 1 tidak memiliki gejala awal sehingga deteksi dini dari penyakit ini cukup sulit. Gejala klinis pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 umumnya berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan menurunnya berat badan secara signifikan meskipun pasien makan dengan adekuat. Meski demikian, pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 juga bisa terdiagnosis setelah berada dalam kondisi akut, yaitu ketoasidosis diabetik.

Kelelahan dan kelemahan dapat disebabkan oleh pengecilan otot akibat keadaan katabolik defisiensi insulin, hipovolemia, dan hipokalemia. Kram otot dapat terjadi akibat gangguan elektrolit. Pasien juga bisa mengeluhkan penglihatan kabur karena kondisi hiperosmolar pada lensa dan humor vitreus.

Keluhan lain yang sering dialami adalah gangguan gastrointestinal seperti mual, nyeri perut, dan perubahan pola defekasi. Pasien juga bisa mengeluhkan nyeri kuadran kanan atas akibat adanya perlemakan hati akut.

Pada kasus hiperglikemia yang berkepanjangan, pasien akan mengalami neuropati yang ditandai dengan mati rasa dan kesemutan di kedua tangan dan kaki, dalam pola sarung tangan dan stoking. Keluhan umumnya bersifat bilateral dan simetris.[1,2,13]

Membedakan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2

Membedakan apakah orang dewasa dengan diabetes yang baru didiagnosis mengalami diabetes mellitus tipe 1 atau diabetes mellitus tipe 2 cukup sulit karena tidak ada fitur klinis yang spesifik. Kesalahan klasifikasi diabetes pada orang dewasa sangat umum terjadi.

Secara garis besar, pasien dengan diabetes mellitus tipe 1  didiagnosis pada usia yang lebih muda (<35 tahun) dan memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah (<25 kg/m2). Pasien diabetes mellitus tipe 1 juga lebih rentan mengalami penurunan berat badan, ketoasidosis, dan kadar glukosa melebihi 20 mmol/L (>360 mg/dL).[3]

Komplikasi

Anamnesis juga perlu menggali kemungkinan adanya komplikasi diabetes mellitus tipe 1. Tanyakan mengenai riwayat pemeriksaan mata, ginjal, profil lipid, dan kondisi kardiovaskular, beserta hasilnya. Jika pasien telah diketahui mengalami komplikasi mikro atau makrovaskular, gali langkah terapi yang telah dilakukan.[1,2,13]

Riwayat Pengobatan

Jika menangani pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, dokter perlu menanyakan mengenai regimen terapi yang digunakan. Tanyakan jenis insulin yang dipakai, berapa dosisnya, dan apakah ada terapi tambahan lain selain insulin.

Gali juga mengenai seberapa baik kontrol glikemik pasien. Seberapa sering pasien melakukan pengecekan gula darah mandiri, kontrol ke dokter, serta apakah pasien pernah dirawat inap akibat diabetes mellitus tipe 1 yang dideritanya.[1-3,7,13]

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe 1 bisa normal. Jika pasien datang dalam keadaan akut, yaitu ketoasidosis diabetik, bisa didapatkan respirasi Kussmaul, tanda-tanda dehidrasi, hipotensi, dan perubahan status mental.

Pada pasien yang sudah terdiagnosis, hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda dari komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Pemantauan berkala setiap 3 bulan diperlukan. Pasien akan menjalani pemeriksaan funduskopi untuk retinopati dan pengujian monofilamen untuk neuropati perifer.

Tanda Vital

Hipotensi ortostatik dapat ditemukan pada pasien yang mengalami komplikasi neuropati autonom. Selain itu, jika pasien datang dengan tanda respirasi Kussmaul, maka ketoasidosis diabetik perlu dicurigai.

Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi dilakukan berkala pada pasien yang sudah terdiagnosis. Jika ditemukan adanya eksudat pada retina ataupun kelainan lain yang mencurigakan, maka pasien harus dirujuk ke spesialis mata.

Pemeriksaan Kaki

Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dapat mengalami komplikasi jangka panjang berupa penyakit arteri perifer ataupun neuropati. Kedua kondisi ini, pada ekstremitas bawah, memiliki kontribusi sangat besar terhadap terjadinya ulkus kronis yang sering disebut diabetic foot. Lakukan pemeriksaan kaki pada setiap kunjungan dan waspadai kemungkinan terjadinya ulkus diabetikum yang meningkatkan risiko amputasi.[1-3,7,12,13]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding utama dari diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes mellitus tipe 2. Diagnosis banding lain yang perlu dipikirkan adalah tumor endokrin dan glukosuria renal.

Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada diabetes mellitus tipe 2 juga terjadi hiperglikemia dengan manifestasi klinis yang sulit dibedakan dari diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi defisiensi insulin, sehingga pasien membutuhkan insulin eksogen. Sementara itu, pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin dengan defisiensi insulin. Pada pemeriksaan laboratorium, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 tidak memiliki autoantibodi.[6,9]

Tumor Endokrin

Tumor endokrin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa sebagai akibat dari gangguan produksi hormon. Pada kondisi ini tidak ditemukan autoantibodi terhadap sel beta pankreas. Pemeriksaan dengan CT scan atau MRI dapat mengonfirmasi diagnosis.

Glukosuria Renal

Pada pasien dengan glukosuria renal, glukosa terdeteksi pada urine meskipun pasien memiliki kadar glukosa darah yang normal. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan genetik autosomal atau disfungsi tubulus ginjal proksimal. Proses fisiologis pada ibu hamil juga bisa menyebabkan glukosuria sebagai akibat adanya peningkatan beban glukosa dan peningkatan laju filtrasi glukosa.[1,2,8]

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus tipe 1 diperlukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan gula darah, hemoglobin A1C, dan pemeriksaan autoantibodi sel beta pankreas.[2,3]

Pemeriksaan Gula Darah

Pasien diabetes mellitus tipe 1 memiliki kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL.  Perlu dicatat bahwa pemeriksaan ini hanya menunjukkan kondisi hiperglikemia, tetapi tidak bisa membedakan diabetes mellitus tipe 1 dari diagnosis banding lainnya.

Pada pasien yang sudah terdiagnosis, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan 3-4 kali dalam sehari bila pasien memperoleh beberapa injeksi insulin dalam satu hari atau dalam terapi pompa insulin. Walaupun demikian, pemeriksaan gula darah ini tidak selamanya akurat karena bergantung pada akurasi alat dan faktor sampel seperti kadar hematokrit, oksigen darah, pH, dan adanya substansi lain yang mengganggu.[2]

Hemoglobin A1C (HbA1C)

Pemeriksaan hemoglobin A1C (HbA1C) dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes dengan ambang batas ≥ 6,5%. Pasien tidak perlu puasa saat akan melakukan tes HbA1C.[2,13]

Pada pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, kadar HbA1C diharapkan dapat dijaga kurang dari 7%. Pemeriksaan ini dilakukan paling tidak 2 kali dalam 1 tahun untuk mengevaluasi keberhasilan terapi. Bila target tidak tercapai, maka diperlukan perubahan pada penatalaksanaan yang selama ini tengah dijalani.[2]

Pemeriksaan Autoantibodi

Diabetes mellitus tipe 1 dapat diidentifikasi dengan penanda genetik dan kehadiran autoantibodi spesifik. Penanda antibodi dari autoimun terhadap sel beta pankreas antara lain GAD (glutamic acid decarboxylase antibody), IA-2 (islet antigen-2), IAA (insulin antibody), dan ICA (islet cell cytoplasmic antibody). Sebanyak 85-90% pasien  yang memiliki autoantibodi ini pada akhirnya akan menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.[2,3]

Pemeriksaan C-Peptida

C-peptida dapat diperiksa untuk membantu membedakan antara diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada diabetes mellitus tipe 1, pankreas memproduksi sedikit atau tidak sama sekali insulin dan C-peptida. Sementara itu, pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas memproduksi insulin tetapi terjadi resistensi, sehingga kadar C-peptida lebih tinggi.[2]

Pemeriksaan Laboratorium Lainnya

Pengukuran keton urine dapat dilakukan untuk penapisan adanya ketonemia. Meski demikian, pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis atau memantau ketoasidosis diabetik. Sebagai gantinya, dapat dilakukan pemeriksaan kadar aseton plasma, seperti kadar beta-hidroksibutirat, bersama dengan pengukuran bikarbonat plasma atau pH arteri.[2]

 

 

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH

Referensi

1. Akil AAS, Yassin E, Al-Maraghi A, et al. Diagnosis and treatment of type 1 diabetes at the dawn of the personalized medicine era. J Transl Med, 2021. 19, 137. https://doi.org/10.1186/s12967-021-02778-6
2. Lindy K, Patrick MS, Steven Jr. Type 1 Diabetes – A Clinical Perspective. Point Care, 2017. 16(1): 37–40. https://10.1097/POC.0000000000000125
3. Holt RIG, DeVries JH, Hess-Fischl A, Hirsch IB, Kirkman MS, Klupa T, Ludwig B, Nørgaard K, Pettus J, Renard E, Skyler JS, Snoek FJ, Weinstock RS, Peters AL. The Management of Type 1 Diabetes in Adults. A Consensus Report by the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care. 2021 Nov;44(11):2589-2625. doi: 10.2337/dci21-0043.
6. Atavroula AP, Nektaria PM, George PC, Christina KG. On type 1 diabetes mellitus pathogenesis. Endocrine Connections, 2018. 7:38-46. https://doi.org/10.1530/EC-17-0347
7. Giwa AM, Ahmed R, Omidian Z, Majety N, Karakus KE, Omer SM, Donner T, Hamad ARA. Current understandings of the pathogenesis of type 1 diabetes: Genetics to environment. World J Diabetes. 2020 Jan 15;11(1):13-25. doi: 10.4239/wjd.v11.i1.13.
8. Fatima ZS. Type 1 Diabetes Mellitus. ACP Journals. 2022. https://doi.org/10.7326/AITC202203150
9. Wunna W, Jovanna T, Aisha C, Tahseen AC. Advances in the management of diabetes: new devices for type 1 diabetes. Postgraduate Medical Journal. 2021;97:384-390. http://dx.doi.org/10.1136/postgradmedj-2020-138016
12. Type 1 diabetes in adults: diagnosis and management. London: National Institute for Health and Care Excellence (NICE); 2021 Jul 21. (NICE Guideline, No. 17.) https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553316/
13. Anisha SP, Ryadi F, Nugroho HS. Blood Gucose Level and HbA1C in Pediatric Patients with Diabetes Mellitus Type 1. Althea Medical Journal. 2017;4(2):217-20. http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/amj/article/view/1074

Epidemiologi Diabetes Mellitus T...
Penatalaksanaan Diabetes Mellitu...

Artikel Terkait

  • Metformin vs Sulfonilurea pada DM Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronis
    Metformin vs Sulfonilurea pada DM Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronis
  • Pengaruh Diabetes Mellitus Terhadap Prognosis Tuberkulosis
    Pengaruh Diabetes Mellitus Terhadap Prognosis Tuberkulosis
  • Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
    Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
  • Terapi Pilihan pada Nyeri Neuropati Diabetik
    Terapi Pilihan pada Nyeri Neuropati Diabetik
  • Redefinisi Diet Diabetes: Transformasi Pola Makan dengan Nasi Jagung dan Nasi Singkong - Video Alomedika
    Redefinisi Diet Diabetes: Transformasi Pola Makan dengan Nasi Jagung dan Nasi Singkong - Video Alomedika

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 09 Maret 2025, 00:14
Terapi diabetes pada ibu hamil dengan HbA1c normal
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter. Ibu hamil dengan diabetes, jika hba1c normal, apakah masih perlu terapi farmakologis?
Anonymous
Dibalas 14 Maret 2025, 16:51
Pemberian metformin untuk ibu hamil
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter! Saya menemukan pasien g3 dengan uk 28-29minggu dengan riwayat diabetes dan minum oad kombinasi metformin-glimepiride 2. Apakah bisa diganti...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 20 Februari 2025, 16:41
Kiat Praktis Menyusun Rencana Diet untuk Berat Badan Ideal 🍎🥗
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
2 Balasan
ALO Dokter!Menurunkan atau menambah berat badan bukan hanya soal mengurangi atau menambah porsi makan. Penyusunan rencana diet yang tepat harus dilakukan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.