Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 1
Diagnosis diabetes mellitus tipe 1 dimulai dari anamnesis (terutama 3 gejala klasik diabetes: poliuria, polidipsi, dan polifagia), pemeriksaan fisik (tidak hanya terkait diabetes tetapi juga komplikasinya), serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis diabetes mellitus dimulai dengan membedakan antara pasien baru yang belum mengetahui mengidap diabetes dan pasien yang telah diketahui mengidap diabetes.
Pasien Baru
Dokter perlu menanyakan mengenai gejala dari diabetes mellitus tipe 1, baik gejala klasik berupa tria poliuria, polidipsi, dan polifagia, maupun gejala lainnya seperti rasa lemah, mual, penglihatan kabur, atau kram otot. Penurunan berat badan dapat terjadi, bahkan tanpa adanya penurunan nafsu makan, karena katabolisme tubuh dengan reduksi glikogen, protein, dan trigliserida. Penurunan berat badan ini dapat tidak terjadi jika penyakit ditangani segera setelah onset terjadi.
Pasien Lama
Pada pasien dengan diabetes mellitus yang sudah terdiagnosa sebelumnya, dokter perlu menanyakan mengenai kontrol gula darah pasien, kejadian hipoglikemia berat, gejala nefropati diabetikum yang dapat mempengaruhi pengobatan, serta penggunaan insulin pasien.
Komplikasi Diabetes
Anamnesis diabetes harus dilakukan secara komprehensif, mencakup komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Hal yang perlu ditanyakan terdiri dari:
- Masalah penglihatan dan riwayat kontrol ke dokter mata
- Gejala penyakit ginjal dan riwayat cek laboratorium fungsi ginjal pasien
- Tekanan darah dan pengobatan tekanan darah pasien (jika tinggi)
- Gejala klaudikasio
-
Riwayat bypass vascular
-
Riwayat stroke atau transient ischemic attack (TIA)
- Kadar kolesterol pasien dan riwayat pengobatan kolesterol pasien
- Riwayat dan gejala neuropati pasien, termasuk disfungsi ereksi
- Ulkus kaki, amputasi, infeksi pada kaki
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan terutama terhadap manifestasi diabetes serta komplikasinya. Pada kasus baru, pemeriksaan fisik umumnya normal. Pada pasien yang datang dengan ketoasidosis diabetik, dapat ditemukan adanya pola respirasi Kussmaul, tanda dehidrasi, tekanan darah rendah, serta penurunan status mental.
Pemeriksaan fisik untuk pasien diabetes mellitus tipe 1 juga harus mencakup pemeriksaan terkait komplikasi diabetes. Pemeriksaan komplikasi mencakup pemeriksaan mata (funduskopi) dan pemeriksaan kaki, serta komplikasi lainnya seperti infeksi, nefropati dan neuropati diabetik, dan komplikasi makrovaskular berupa aterosklerosis yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit arteri perifer.
Poin pemeriksaan fisik terkait diabetes mellitus tipe 1 adalah sebagai berikut:
- Penilaian tanda-tanda vital
-
Penilaian pola respirasi pasien: tanda pola respirasi Kussmaul
- Pemeriksaan funduskopi
- Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan kuadran kanan atas
- Pemeriksaan pulsasi vaskular pada dorsalis pedis dan posterior tibialis
-
Pemeriksaan kaki:
- Tanda infeksi kaki
- Pulsasi: pulsasi yang lemah atau tidak teraba menandakan aliran darah yang buruk
-
Pemeriksaan neurologis[1, 4, 9-11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding diabetes mellitus tipe 1 adalah sebagai berikut:
- Diabetes Mellitus tipe 2
- Hiperglikemia sekunder
- Gangguan lokal pada jaringan lemak, hepar, otot
-
Gangguan endokrin, seperti tumor endokrin, penyakit Addison, Graves disease, Hashimoto tiroiditis, acanthosis nigricans
- Obat-obatan: obat seperti diuretik, phenytoin, dan glukokortikoid dapat menyebabkan hiperglikemia
- Pankreatitis kronis
- Fibrosis kistik
- Sindrom Prader-Willi
- Glikosuria nondiabetik
- Renal glikosuria
-
Neuropati perifer disebabkan penyalahgunaan alkohol, atau defisiensi vitamin B-12[1,6,9,11,14]
Diabetes Mellitus Tipe 2
Penentuan apakah pasien terkena diabetes mellitus tipe 1 atau 2 sangat penting untuk menentukan terapi dan prognosis. Penentuan ini menjadi semakin sulit dewasa ini karena peningkatan diabetes mellitus tipe 2 yang terjadi pada usia muda akibat perubahan gaya hidup. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 adalah kadar insulin, C-peptide, dan uji antibodi untuk melihat adanya autoantibodi pada diabetes mellitus tipe 1.[10,11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1 berupa pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula darah dan HbA1c untuk diagnosis dan kontrol diabetes mellitus.
Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu antara 140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa gejala klasik dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu <140 mg/dL dapat langsung didiagnosis sebagai tidak terkena diabetes mellitus.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah puasa. Pasien kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan kembali diukur kadar gula darahnya 2 jam setelah meminum larutan glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional, pengukuran juga dilakukan pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.
Hasil tes toleransi glukosa oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes mellitus, 140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, dan di bawah angka tersebut dikategorikan sebagai normal.
Hemoglobin A1c (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes dalam keberhasilan tata laksana diabetes. Walau demikian, pemeriksaan ini juga sudah dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat diagnostik diabetes mellitus.
Kadar HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa selama tiga bulan yang lalu sehingga tepat digunakan untuk monitor keberhasilan terapi, dan memprediksi progres komplikasi diabetes mikrovaskular. Hal inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul untuk kontrol diabetes dibandingkan dengan pemeriksaan kadar gula darah yang hanya dapat melihat kadar gula darah pada satu waktu dan tidak dapat memprediksi komplikasi. Nilai rujukan untuk pasien diabetik adalah HbA1c ≥ 6.5%
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan:
- sel darah merah abnormal seperti pada anemia hemolitik, atau anemia defisiensi besi
- Anak-anak dengan perkembangan penyakit DM 1 yang cepat
-
Diabetes neonatal[15]
Pemeriksaan untuk Membedakan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2
Untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Kadar insulin
- Kadar C-peptide: dibentuk selama konversi proinsulin ke insulin
- Kadar insulin atau C-peptide < 0,6 ng/mL mengarah kepada diabetes mellitus tipe 1
- Kadar C-peptide puasa > 1 ng/dL pada penderita diabetes sekitar lebih dari 1-2 tahun mengarah kepada diabetes mellitus tipe 2
-
Marker auto antibodi untuk penentuan tipe diabetes mellitus, contohnya glutamic acid decarboxylase (GAD)[10]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan berupa hitung jenis leukosit, kultur darah, dan urin bila ada kecurigaaan infeksi atau sepsis. Kadar plasma aseton, yaitu β-hidroksibutirat bermanfaat untuk menilai ada tidaknya ketoasidosis diabetik, nilai normalnya < 0,4-0,5 mmol. Pemeriksaan terhadap ketoasidosis diabetik juga dapat dilakukan berdasarkan kadar keton darah. Pada ketoasidosis diabetik, perlu juga dilakukan pemeriksaan elektrolit karena sering kali ditemukan gangguan kalium.[16]
Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol darah serta pemeriksaan fungsi ginjal jika dicurigai adanya komplikasi nefropati.[1, 4, 9, 11, 12, 14]