Diagnosis Furunkulosis
Diagnosis furunkulosis dapat dilakukan secara klinis. Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan. Pada kasus tertentu, kultur apusan dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi agen infeksi. [2,9]
Anamnesis
Pasien furunkulosis umumnya datang dengan keluhan muncul nodul di area kulit yang berambut. Nodul akan menunjukkan tanda inflamasi seperti nyeri, merah, dan bengkak. Jika ada lebih dari satu folikel rambut yang terkena, nodul dapat bergabung dan membentuk nodul yang lebih besar, disebut karbunkel.
Furunkel lebih sering ditemukan di ekstremitas. Setelah sembuh, dapat terbentuk jaringan parut. Kebanyakan pasien tidak mengalami rekurensi. Namun, rekurensi dapat terjadi jika pasien memiliki faktor risiko. Keluarga pasien yang mengalami furunkulosis rekuren juga perlu menjalani evaluasi karena infeksi dapat menyebar. [1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, furunkel akan tampak sebagai nodul pada area kulit berambut, disertai dengan tanda peradangan seperti nyeri, eritema, dan edema. Ukuran furunkulosis bisa bermacam-macam. Terkadang, lebih dari satu folikel rambut mengalami infeksi, sehingga nodul saling bergabung membentuk suatu nodul berukuran lebih besar yang disebut karbunkel.
Demam dan pembesaran kelenjar getah bening jarang didapati. [1,2]
Diagnosis Banding
Diagnosis furunkulosis umumnya cukup jelas. Namun, pada beberapa keadaan, diagnosis banding seperti hidradenitis supuratif dan kista perlu dipikirkan.
Hidradenitis Supuratif
Apabila lesi ditemukan hanya di aksila, inguinal, atau inframammae, diagnosis hidradenitis supuratif perlu dipertimbangkan. Pada wanita, gejala hidradenitis supuratif bisa memburuk saat menstruasi. Seiring waktu, hidradenitis supuratif bisa menyebabkan terbentuknya sinus dan fistula dengan discar berwarna putih yang bau.
Kista
Furunkulosis juga perlu didiagnosis banding dengan penyakit lain sesuai dengan lokasi timbulnya nodul. Sebagai contoh, jika nodul berada di dekat vagina, maka pertimbangkan kista Bartholin. Atau jika nodul terletak di bokong, maka diagnosis banding kista pilonidal perlu dipertimbangkan. [1,2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan untuk diagnosis. Pemeriksaan penunjang bisa dipertimbangkan jika pasien mengalami rekurensi atau jika infeksi methicillin resistant S. aureus (MRSA) dicurigai.
Kultur dan Resistensi
Pemeriksaan kultur diambil dari apusan pus atau cairan yang berasal dari lesi dan juga area karier seperti hidung dan perineum. Teknik standar yang digunakan untuk mengambil sampel ialah dengan mengambil nanah dari tengah infeksi dengan gerakan melingkar dari luar ke dalam. Kultur dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab, walaupun yang paling sering menyebabkan furunkulosis adalah Staphylococcus aureus. Pemeriksaan resistensi juga dilakukan untuk mengidentifikasi MRSA. [1,2]
Laboratorium
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan urine, dan gula darah atau HbA1c untuk mengetahui apakah pasien menderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu faktor risiko furunkulosis. Pemeriksaan darah lengkap juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi komorbiditas lainnya sesuai indikasi. [1,2,9]