Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Etiologi Furunkulosis general_alomedika 2022-11-03T15:44:58+07:00 2022-11-03T15:44:58+07:00
Furunkulosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Etiologi Furunkulosis

Oleh :
dr. Agnes Tjakrapawira
Share To Social Media:

Etiologi furunkulosis yang paling sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus. Faktor risiko terjadinya furunkulosis, antara lain kondisi medis, misalnya dermatitis atopik, atau kebersihan diri yang buruk.

Etiologi

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan etiologi tersering dari furunkulosis. Bakteri lain yang juga bisa menyebabkan furunkulosis adalah Enterobacteriaceae sp, Enterococci sp, Corynebacterium sp, S. epidermidis, dan S. pyogenes. Selain itu, furunkulosis akibat methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga semakin sering ditemukan, dan lebih sulit untuk diobati.[1,2,8,12]

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko terjadinya furunkulosis, antara lain usia lanjut, diabetes mellitus, debilitas, serta pada pasien immunocompromised, misalnya akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) atau yang menggunakan disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD), seperti methotrexate. Adanya penyakit kulit seperti dermatitis atopik, luka kronis, skabies, dan psoriasis, juga meningkatkan risiko kolonisasi bakteri dan furunkulosis.

Kondisi medis lain meningkatkan risiko terjadinya furunkulosis dapat berupa obesitas, malnutrisi, alkoholisme, dan neuropati perifer. Pekerjaan pasien, misalnya sebagai personel militer, atlet olahraga kontak, atau tenaga kesehatan, juga dapat membuatnya lebih rentan mengalami furunkulosis. Riwayat perawatan lama di rumah sakit membuat pasien lebih berisiko terkena furunkulosis akibat infeksi MRSA.

Defisiensi mannose binding lectin dan gangguan fungsi neutrofil pada individu dengan retardasi mental juga dikaitkan dengan timbulnya furunkulosis. Faktor yang meningkatkan risiko rekurensi furunkulosis adalah riwayat keluarga, anemia, penggunaan antibiotik sebelumnya, diabetes mellitus, riwayat rawat inap, lesi multipel, dan kebersihan diri yang buruk.[1,5,6]

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. Ibler K, Kromann C. Recurrent furunculosis – Challenges and management: a review. Clinical, Comestic and Investigational Dermatology. 2014; 7: 59-64. Doi: 10.2147/CCID.S35302.
2. Atanaskova N, Tomecki K. Innovative Management of recurrent Furunculosis. 2010. Dermatol Clin 28 (2010) 479–487 doi:10.1016/j.det.2010.03.013
5. Universitas Airlangga. Buku Seri Dermatologi dan Venereologi 1: Infeksi Bakteri di Kulit. Airlangga University Press. 2019. https://repository.unair.ac.id/95086/1/Infeksi%20Bakteri%20Kulit.pdf
6. Ramakrishnan K, Salinas RC, Agudelo Higuita NI. Skin and Soft Tissue Infections. Am Fam Physician. 2015 Sep 15;92(6):474-83. PMID: 26371732.
8. Nowicka D, Grywalska E, Hymos A, Meilnik M, Rolinski J. Possible Immunomodulating Effect of Retinol on Cytokines Secretion in Patients with Recurrent Furunculosis. Archivum Immunologiae et Therapiae Experimentalis. 2018;66:73–79. doi: 10.1007/s00005-017-0483-5.
12. Selk A. Furunculosis, In: Vulvar Disease. Springer Nature. 2019 https://doi.org/10.1007/978-3-319-61621-6_29

Patofisiologi Furunkulosis
Epidemiologi Furunkulosis
Diskusi Terbaru
Anonymous
Hari ini, 11:11
Vitamin A
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Dok untuk pemberian vitamin A yg rutin di bulan Febuari dan Agustus itu rutin diberikan sampai anak umur berapa? apa cukup di 1 tahun perrama saja atau harus...
Anonymous
Hari ini, 09:42
Induksi persalinan.
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dok.Izin bertanya, kapan kita bisa memutuskan induksi persalinan dg oxytocin jika setting nya di puskesmas ?Dan bagaimana prosedurnya yang tepat dlm...
Anonymous
Hari ini, 08:51
Pengunaan obat topikal antijamur kombinasi steroid
Oleh: Anonymous
1 Balasan
ALO Dokter, izin berdiskusi mengenai pemberian salep pada kasus jamur atau tinea. Kapan diperlukan pemberian salep yang mengadung kombinasi antijamur dan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.