Prognosis Infertilitas Pria
Prognosis infertilitas pria sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya jumlah dan morfologi sperma, serta riwayat penyakit dan pekerjaan pasien.
Komplikasi
Infertilitas pria bukanlah merupakan suatu penyakit yang memberikan komplikasi langsung terhadap pasien, namun yang lebih berkontribusi terhadap komplikasi adalah penyebab dasar dan efek samping dari pengobatan terhadap infertilitas itu sendiri. Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan infertilitas pria seperti adenoma pituitari, kanker testis, diabetes mellitus, dan fibrosis kistik merupakan penyebab infertilitas pria yang perlu diwaspadai morbiditasnya. Selain itu, komplikasi juga berpotensi ditimbulkan dari berbagai rejimen pengobatan empiris pada infertilitas idiopatik. Sebagai contoh, aromatase inhibitor merupakan salah satu terapi empiris infertilitas idiopatik yang memiliki efek samping yang cukup penting seperti penurunan densitas tulang dan peningkatan lemak tubuh total akibat penurunan jumlah estrogen [46]. Terapi testosteron seperti pada pria lansia dengan hipogonadisme onset lanjut juga berpotensi meningkatkan risiko penyakit prostat, sleep apnea, dan eritrositosis [47].
Prognosis
Dalam menentukan prognosis infertilitas pada pria, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat dalam diri pasien, model prediksi yang digunakan, serta faktor lingkungan yang berhubungan dengan pilihan terapi yang digunakan. Faktor pada pria yang mempengaruhi kesuksesan kehamilan spontan antara lain adalah kualitas sperma, jumlah sperma total, morfologi sperma, motilitas sperma, kualitas motilitas, serta riwayat uretritis [48]. Namun, penentuan probabilitas suatu pasangan untuk mengalami kehamilan spontan pasca evaluasi klinis sangat sulit dilakukan mengingat model prediksi yang dikembangkan sebagian besar berasal dari negara maju yang karakteristik pasiennya bisa berbeda dengan karakteristik pasien di negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, perbedaan antar model menjadi makin kompleks ketika faktor teknologi reproduksi berbantu dimasukkan dalam model. Ketika hal tersebut dilakukan, maka semakin banyak variabel yang mungkin berperan dalam menentukan keberhasilan terapi infertilitas dan membuat model prediksi menjadi rentan diragukan reliabilitasnya [49].