Patofisiologi Infertilitas Pria
Patofisiologi infertilitas pada pria dapat mencakup satu atau lebih kelainan pada berbagai proses yang terlibat dalam menentukan jumlah dan fungsi sperma yang baik. Setiap proses mulai dari aksis hipotalamus-pituitari-gonad (HPG) hingga faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan sperma di dalam vagina untuk membuahi ovum dapat berpeluang menyebabkan infertilitas pria.
Hormon luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari berperan dalam mengatur spermatogenesis. LH memberikan sinyal pada sel Leydig untuk melakukan steroidogenesis, sedangkan FSH mengatur spermatogenesis oleh sel Sertoli. Segala hambatan intrinsik maupun ekstrinsik terhadap kerja LH atau FSH dapat mempengaruhi spermatogenesis secara bermakna [3]. Kelainan yang mempengaruhi kerja gonadotropin tersebut memiliki spektrum yang luas mulai dari hipoandrogenisme parsial [4] hingga hipogonadisme hipogonadotropik yang berkaitan dengan sindrom tertentu seperti sindrom Kallman [5]. Selain itu, faktor ekstrinsik seperti trauma kepala, riwayat radiasi sinar pengion pada area kepala, penyalahgunaan alkohol, penyakit sistemik, dan hemokromatosis juga patut dipertimbangkan sebagai penyebab hipogonadisme pada kasus infertilitas pria[6].
Pada kasus lain, sindrom genetik yang melibatkan spermatogenesis diketahui dapat berkaitan dengan infertilitas pria. Sindrom genetik ini dapat mempengaruhi jumlah kromosom, kelainan struktural, maupun anomali epigenetik pada gamet. Kelainan jumlah kromosom yang umum dijumpai sebagai penyebab genetik infertilitas pria adalah sindrom Klinefelter, 47,XXY (gambar 1). Pada lebih dari 90% kasus sindrom Klinefelter, azoospermia disertai hipogonadisme hipergonadotropik merupakan penanda klinis yang berkaitan langsung dengan kejadian infertilitas [7]. Namun, infertilitas biasanya bukan gejala utama yang mengarah pada sindrom Klinefelter mengingat kelainan aberasi kromosom ini lebih umum terdiagnosis saat fase anak-anak.
Gambar 1. Pemeriksaan sitogenetik konvensional dari aspirat sumsum tulang dengan gambaran kariotip 47, XXY khas sindrom Klinefelter.
Kemudian, infertilitas pria juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit yang mempengaruhi kompartemen testis. Gangguan testikuler yang berkontribusi pada infertilitas pria terjadi biasanya melibatkan kelainan pada produksi sperma di epitel tubulus seminiferus, sintesis testosteron oleh sel Leydig, maupun sumbatan mikroduktal pada sistem transportasi sperma ke duktus ejakulatorius [8].
Infertilitas pria juga dapat disebabkan oleh varikokel. Sebagian besar pria dengan varikokel biasanya memiliki jumlah sperma yang masih baik dalam analisis semen. Meski demikian, varikokel diduga berperan dalam kejadian infertilitas pria akibat dampaknya terhadap peningkatan suhu intratestikuler akibat gangguan pada sistem pertukaran panas antara pleksus pampiniformis dengan sistem arteri sentral dan vena di sekitarnya [9].
Selain itu, infertilitas juga dapat disebabkan oleh berbagai bentuk gangguan ejakulasi akibat kelainan anatomi, fungsional, dan neurologis [10,11].