Epidemiologi Infertilitas Pria
Ditinjau dari sudut pandang epidemiologi, terdapat perbedaan pola prevalensi infertilitas pria antara negara maju dan negara berkembang. Perbedaan pola ini sangat mungkin dipengaruhi oleh perbedaan reliabilitas sistem pelaporan statistik infertilitas serta adanya prevalensi penyakit lain yang mempengaruhi kekerapan infertilitas di masyarakat.
Global
Infertilitas pria masih menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan pada hampir 50 juta pasangan di seluruh dunia (gambar 2). Berdasarkan telaah sistematik terhadap berbagai studi epidemiologi yang, sebagian besar estimasi prevalensi infertilitas didapat dari laporan pribadi pasangan yang diduga mengalami masalah kesuburan. Dari berbagai penelitian yang membahas tentang infertilitas, diperkirakan terdapat 2,5% hingga 12% pria yang memiliki masalah infertilitas pria [13].
Prevalensi infertilitas pria yang didapat dari data penelitian di negara maju seperti di daerah Amerika Utara, Eropa, dan Australia menunjukkan hasil yang relatif lebih akurat dibandingkan angka prevalensi serupa dari area geografis lainnya. Peran sistem pelaporan statistik yang dilakukan masing-masing lembaga terkait di negara-negara tersebut merupakan faktor yang esensial. Di Amerika Utara, sekitar 4,5% hingga 6% laki-laki mengalami infertilitas, sedangkan di Australia prevalensi tersebut sedikit lebih tinggi, yakni mencapai 8% dari populasi laki-laki [13].
Sebaliknya, area seperti Afrika diduga memiliki persentase infertilitas pria yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Beberapa alasan yang mendukung dugaan tersebut antara lain adanya Area Sabuk Infertilitas Afrika yang terkenal dengan prevalensi infertilitas yang jauh di atas prevalensi di negara lain serta adanya faktor pria dalam hampir 43% kasus infertilitas. Selain itu, Area Sabuk Infertilitas Afrika juga memiliki angka kejadian infeksi menular seksual yang cukup tinggi dan sangat mungkin berkaitan dengan tingginya angka infertilitas di area ini. Namun, belum adanya sistem pelaporan statistik infertilitas pria yang andal di Afrika membuat estimasi ini sulit dibuktikan [13].

Gambar 2. Persentase kasus infertilitas pada berbagai belahan dunia yang disebabkan oleh faktor pria
Indonesia
Data epidemiologi infertilitas pria di Indonesia masih belum akurat dan menghadapi banyak tantangan dalam memberikan gambaran yang utuh perihal besarnya permasalahan kesuburan. Pertama, walaupun data yang didapat dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan masih adanya wanita berusia di atas 40 tahun yang belum memiliki anak (4,7-5,0%) [14], hal ini tidak secara holistik merefleksikan tingkat infertilitas di Indonesia. Kedua, estimasi informasi dari SDKI tersebut hanya meninjau infertilitas secara potong lintang namun belum mampu mengurai perbedaan masalah infertilitas yang dihadapi pria dan wanita. Ketiga, masalah infertilitas tampaknya masih belum menjadi prioritas pemerintah mengingat hal ini masih belum tercakup dalam salah satu layanan kesehatan yang pembiayaannya ditanggung oleh sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Berdasarkan hal tersebut dan lemahnya integrasi sistem pelaporan kasus infertilitas, hingga kini belum ada data yang memadai tentang prevalensi infertilitas maupun infertilitas pada pria di Indonesia.