Efek Samping dan Interaksi Obat Morfin
Efek Samping morfin ada pada beberapa organ seperti kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi, sistem saraf, hingga kulit. Efek samping berbahaya dari morfin adalah depresi pernapasan. Interaksi obat antara morfin dan golongan benzodiazepin maupun depresan dapat meningkatkan risiko depresi pernapasan.
Efek Samping Morfin
Berikut ini adalah efek samping morfin:
- Kardiovaskular: bradikardia atau takikardia, hipertensi atau hipotensi, vasodilatasi
- Gastrointestinal: rasa haus, mulut kering, anoreksia, disfagia, dispepsia, gastroenteritis, konstipasi, ileus paralitik, tes fungsi hati abnormal, nyeri bilier karena spasme saluran bilier
- Metabolik dan endokrin: hipogonadisme, penurunan berat badan, edema
- Hematologi dan limfatik: anemia dan trombositopenia
- Muskuloskeletal: otot skeletal/lurik menjadi kaku, penurunan densitas tulang
- Pernapasan: cegukan, hipoventilasi, perubahan suara
- Saraf: mimpi abnormal, gait/gaya berjalan abnormal, agitasi, ansietas, rasa tegang, depresi, ataksia, amnesia, kebingungan, delirium, disorientasi, pemikiran abnormal, halusinasi, tremor dan gerakan involunter lainnya, kejang, penurunan kesadaran, letargi, koma, kelemahan, vertigo, sakit kepala
- Dermatologi: kulit kering, urtikaria, pruritus, rash
- Mata: nyeri pada mata, pandangan kabur, ambliopia
- Urogenital: ejakulasi abnormal, disuria, impotensi, penurunan libido, oliguria, retensi urine atau hesitancy, amenorea
- Lain-lain: flushing, diaphoresis, feokromositoma, reaksi anafilaksis[4,5,7]
Pada kondisi in vitro morfin dapat menyebabkan mutasi genetik. Namun, efek ini belum terbukti secara in vivo. Selain itu, belum ada studi pada manusia ataupun hewan mengenai efek karsinogenesis morfin.[4,5,7]
Overdosis dan Penanganannya
Overdosis morfin ditandai dengan gejala beriku:
- Gangguan pernapasan (penurunan frekuensi napas, pola pernapasan Cheyne-Stokes, sianosis)
- Penurunan kesadaran berupa somnolen berat yang memburuk dengan cepat menjadi stupor atau koma
- Kulit menjadi dingin dan basah
- Pupil miosis (pinpoint pupil)
- Pada beberapa kasus dapat terjadi: edema pulmonal, bradikardia, hipotensi, henti jantung, dan meninggal[4,5,7]
Penanganan Overdosis Morfin
- Melakukan primary survey dan mengatasi masalah pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi
- Memberikan nalokson (antagonis opioid) untuk mengatasi depresi napas. Dosis yang diberikan adalah 0,4–2 mg (IV/IM/SK). Pemberian nalokson dapat diulang 2–3 menit kemudian jika gejala depresi napas masih menetap. Dosis maksimal nalokson adalah 10 mg
- Nalokson hanya diberikan pada pasien dengan gejala overdosis. Pemberian pada pasien yang mengonsumsi morfin tanpa gejala overdosis dapat memicu timbulnya gejala putus obat/withdrawal[4,5,7]
Putus Obat/Withdrawal
Penghentian secara mendadak pada pasien yang sebelumnya rutin mendapat morfin dapat menimbulkan gejala putus obat/withdrawal, seperti berikut:
- Gejala otonom: rinorea, bersin, menguap, lakrimasi, diaforesis, menggigil, mual, muntah, piloereksi
- Sistem saraf pusat (SSP): sulit tidur, tremor, tidak bisa diam/tenang
- Nyeri: kram abdomen atau kaki, nyeri tulang, nyeri otot difus
Craving (sangat menginginkan atau mencari-cari) morfin[4,5,7,10,11]
Interaksi Obat Morfin
Interaksi obat morfin dengan golongan depresan, benzodiazepin, dan muscle relaxan dapat meningkatkan risiko depresi pernapasan.
Meningkatkan Risiko Depresi Pernapasan
Obat yang menyebabkan depresi SSP (sedatif, hipnotik, anestesi umum, antiemetik, fenotiazin, atau alkohol) dapat meningkatkan risiko depresi napas, hipotensi, sedasi dalam, atau koma akibat morfin. Jika ingin digunakan bersamaan, dosis morfin sebaiknya diturunkan.[4,5,7]
Morfin dapat meningkatkan efek blok dari obat golongan pelemas otot dan risiko depresi napas. Pasien yang menerima simetidin dan morfin secara bersamaan dapat timbul efek samping berupa apnea, kebingungan, dan kedutan otot.[4,5,7]
Analgesik yang mengandung opioid agonis atau antagonis (pentazosin, nalbufin, atau butorfanol) sebaiknya tidak digunakan bersama morfin.[4,5,7]
Meningkatkan Efek Samping Morfin
Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) dapat memperkuat efek morfin sehingga lebih mudah terjadi efek samping. Pengobatan MAOI harus dihentikan minimal 14 hari sebelum memberikan morfin.[4,5,7]
Antikolinergik yang digunakan bersama morfin dapat meningkatkan risiko retensi urine, ileus paralitik, dan konstipasi. Obat antidiare dan antispasmodik (misalnya: loperamid dan kaolin) dapat meningkatkan risiko konstipasi jika diberikan bersama morfin.Inhibitor glikoprotein-P (misalnya: kuinidin) meningkatkan absorpsi morfin hingga dua kali lipat.[4,5,7]