Efek Samping dan Interaksi Obat Morfin
Efek Samping
Sistem kardiovaskular
- Bradikardia atau takikardia
- Hipertensi atau hipotensi
- Kolaps
- Vasodilatasi[2-4]
Sistem gastrointestinal
- Haus
- Mulut kering
- Anoreksia
- Disfagia
- Dispepsia
- Gastroenteritis
- Konstipasi
- Ileus paralitik
- Tes fungsi hati abnormal
- Nyeri bilier karena spasme saluran bilier[2-4]
Sistem metabolik dan endokrin
- Hipogonadism
- Berat badan turun
- Edema[2-4]
Sistem hematologi dan limfatik
- Anemia
- Trombositopenia[2-4]
Sistem muskuloskeletal
- Otot skelet/lurik menjadi kaku
- Penurunan densitas tulang[2-4]
Sistem pernapasan
- Cegukan
- Hipoventilasi
- Perubahan suara[2-4]
Sistem saraf
- Mimpi abnormal
- Gait/gaya berjalan abnormal
- Agitasi, ansietas, rasa tegang
- Depresi
- Ataksia
- Amnesia
- Kebingungan, delirium, disorientasi
- Pemikiran abnormal
- Euforia, disforia
- Halusinasi
- Tremor dan gerakan involunter lainnya
- Kejang
- Penurunan kesadaran, letargi, koma
- Kelemahan
- Vertigo
- Sakit kepala[2-4]
Kulit
- Kulit kering
- Urtikaria
- Pruritus
Rash[2-4]
Panca indra
- Nyeri pada mata
- Pandangan kabur
- Ambliopia
- Perubahan indra perasa[2-4]
Sistem urogenital
- Ejakulasi abnormal
- Disuria
- Impotensi
- Penurunan libido
- Oliguria
- Retensi urine atau hesitancy
- Efek antidiuretik
- Amenorea[2-4]
Lain-lain
- Flushing
- Diaporesis
- Feokromositoma
- Reaksi anafilaksis (IV)[2-4]
Pada kondisi in vitro morfin dapat menyebabkan mutasi genetik. Namun, efek ini belum terbukti secara in vivo. Selain itu, belum ada studi pada manusia ataupun hewan mengenai efek karsinogenesis morfin.
Overdosis dan Penanganannya
Overdosis morfin ditandai dengan gejala berikut[2-4]:
- Gangguan pernapasan (penurunan frekuensi napas, pola pernapasan Cheyne-Stokes, sianosis)
- Penurunan kesadaran berupa somnolen berat yang memburuk dengan cepat menjadi stupor atau koma.
- Kulit menjadi dingin dan basah.
- Pupil miosis (pinpoint pupil).
- Pada beberapa kasus dapat terjadi: edema pulmonal, bradikardia, hipotensi, henti jantung, dan meninggal.
Penanganan overdosis morfin
- Melakukan primary survey dan mengatasi masalah pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
- Memberikan nalokson (antagonis opioid) untuk mengatasi depresi napas. Dosis yang diberikan adalah 0,4–2 mg (IV/IM/SK). Pemberian nalokson dapat diulang 2–3 menit kemudian jika gejala depresi napas masih menetap. Dosis maksimal nalokson adalah 10 mg.
- Nalokson hanya diberikan pada pasien dengan gejala overdosis. Pemberian pada pasien yang mengonsumsi morfin tanpa gejala overdosis dapat memicu timbulnya gejala putus obat/withdrawal.[2-4]
Putus obat/withdrawal
Penghentian secara mendadak pada pasien yang sebelumnya rutin mendapat morfin dapat menimbulkan gejala putus obat/withdrawal, seperti berikut[2-4,9,10]:
- Gejala otonom: rinorea, bersin, menguap, lakrimasi, diaporesis, menggigil, mual, muntah, piloereksi.
- SSP: sulit tidur, tremor, tidak bisa diam/tenang.
- Nyeri: kram abdomen atau kaki, nyeri tulang, nyeri otot difus.
Craving (sangat menginginkan atau mencari-cari) morfin.
Interaksi Obat
- Obat yang menyebabkan depresi SSP (sedatif, hipnotik, anestesi umum, antiemetik, fenotiazin, atau alkohol) dapat meningkatkan risiko depresi napas, hipotensi, sedasi dalam, atau koma akibat morfin. Jika ingin digunakan bersamaan, dosis morfin sebaiknya diturunkan[2,3].
- Morfin dapat meningkatkan efek blok dari obat golongan pelemas otot dan risiko depresi napas.[2,3]
- Analgesik yang mengandung opioid agonis atau antagonis (pentazosin, nalbufin, atau butorfanol) sebaiknya tidak digunakan bersama morfin.[2,3].
- Pasien yang menerima simetidin dan morfin secara bersamaan dapat timbul efek samping berupa apnea, kebingungan, dan kedutan otot.[2,3]
-
Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) dapat memperkuat efek morfin sehingga lebih mudah terjadi efek samping. Pengobatan MAOI harus dihentikan minimal 14 hari sebelum memberikan morfin.[2,3]
- Antikolinergik yang digunakan bersama morfin dapat meningkatkan risiko retensi urine, ileus paralitik, dan konstipasi.[2,3]
- Obat antidiare dan antispasmodik (misalnya: loperamid dan kaolin) dapat meningkatkan risiko konstipasi jika diberikan bersama morfin.[2,3]
- Inhibitor glikoprotein-P (misalnya: kuinidin) meningkatkan absorpsi morfin hingga dua kali lipat.[2,3]
- Opioid dapat menurunkan kadar siprofloksasin.[2,3]
- Kortikosteroid parenteral tidak boleh diberikan dalam jangka waktu 2 minggu sebelum pengobatan morfin intratekal atau epidural.[2,3]