Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Farmakologi Morfin general_alomedika 2022-05-12T13:30:01+07:00 2022-05-12T13:30:01+07:00
Morfin
  • Pendahuluan
  • Farmakologi
  • Formulasi
  • Indikasi dan Dosis
  • Efek Samping dan Interaksi Obat
  • Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui
  • Kontraindikasi dan Peringatan
  • Pengawasan Klinis

Farmakologi Morfin

Oleh :
dr. Adrian Prasetio
Share To Social Media:

Secara farmakologi, morfin adalah opioid dengan potensi tinggi yang bekerja pada sistem saraf pusat sebagai agonis reseptor mu. Efek pemberian morfin adalah untuk meredakan nyeri, namun toleransi dan ketergantungan dari morfin dapat terjadi secara cepat. Morfin juga memiliki potensi tinggi menyebabkan adiksi.[3]

Farmakodinamik

Morfin adalah agonis opioid yang memiliki afinitas terbesar pada reseptor mu. Reseptor ini merupakan reseptor opioid analgesik mayor. Reseptor mu dapat ditemukan di amigdala posterior, hipotalamus, talamus, nukleus kaudatus, dan saraf tulang belakang. Reseptor mu juga dapat ditemukan di jaringan vaskular, jantung, paru-paru, sistem imun, dan saluran pencernaan.

Morfin digunakan untuk pengelolaan nyeri hebat, analgesia pra dan pasca operasi,juga untuk kontrol nyeri dari angina pektoris atau infark miokard akut.[3]

Efek Morfin di Sistem Saraf

Ikatan morfin dan reseptor opioid menyebabkan beberapa efek pada saraf pusat, seperti inhibisi transmisi sinyal nyeri, mengubah respons terhadap nyeri, menimbulkan efek analgesik, depresi napas, sedasi, supresi batuk, dan miosis.

Mekanisme kerja morfin secara molekuler masih belum sepenuhnya dipahami. Aktivasi reseptor opioid diperkirakan mencetuskan coupling atau penggabungan protein G. Hal ini akan menyebabkan inhibisi aktivitas adenylyl cyclase, penutupan kanal ion Ca2+, pembukaan kanal ion K+, serta aktivasi phosphokinase C (PKC) dan phospholipase C-β (PLCβ). Menutupnya kanal ion Ca2+ akan menghambat pelepasan neurotransmiter oleh neuron presinaps. Di lain pihak, pembukaan kanal ion K+ akan memicu hiperpolarisasi yang menghambat neuron postsinaps. Mekanisme inilah yang diperkirakan menyebabkan efek morfin, termasuk efek analgesik.

Efek Morfin di Luar Sistem Saraf

Selain pada saraf pusat, morfin juga bekerja pada sistem gastrointestinal. Efek yang ditimbulkan berupa spasme sfingter Oddi dan penurunan gerakan peristaltik. Pada otot polos sistem kemih dapat terjadi spasme.

Morfin juga menyebabkan vasodilatasi yang memicu hipotensi, flushing, mata merah, dan berkeringat. Pada sistem endokrin, morfin mampu menghambat sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortisol, dan luteinizing hormone (LH). Sementara itu, produksi hormon lainnya justru meningkat, misalnya prolaktin, growth hormone (GH), insulin, dan glukagon.[3,4]

Farmakokinetik

Morfin diabsorpsi dalam lingkungan basa dari usus bagian atas dan mukosa rektal. Morfin mengalami metabolisme ekstensif di hati. Rute eliminasi utama morfin adalah melalui urine dan sebagian kecil melalui feses.

Absorpsi

Morfin diabsorbsi dengan baik pada saluran cerna, terutama pada lingkungan basa di usus dan mukosa rekti. Rute absorpsi melalui oral, intravena, subkutan, dan intramuskular. Makanan meningkatkan absorbsi morfin sulfat dalam preparat konvensional.

Morfin akan mengalami metabolisme lintas pertama secara signifikan, dan dibutuhkan 6 kali dosis oral untuk mencapai ekuivalen dosis parenteral. Bioavailabilitas morfin adalah 80-100% dan akan mencapai kadar puncak dalam 24-48 jam.[3,7]

Distribusi

Volume distribusi morfin adalah 5,31 L/kg. Morfin didistribusikan secara luas pada jaringan tubuh, terutama pada ginjal, hati, paru, dan limfa. Morfin menembus sawar darah plasenta dan otak. Ikatan terhadap protein plasma adalah 35%.[3,7]

Metabolisme

Morfin dimetabolisme pada hati dan usus. Metabolisme fase 1 diperantarai oleh CYP2D6 secara N-demetilasi oksidatif. Metabolisme fase 2 terjadi secara konjugasi membentuk konjugat glukoronida. Metaboli utama dari morfin adalah morphine-6-glucuronide and morphine-3-glucuronide.[3]

Eliminasi

Eliminasi morfin utamanya terjadi pada urine. Sekitar 70-80% morfin dieksresikan dalam 48 jam. 2-10% dalam bentuk tidak terkonjugasi. Sebanyak 7-10% morfin dieliminasi melalui feses. Waktu paruh eliminasi adalah 2 jam.[3,7]

 

 

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Paulina Livia Tandijono

Referensi

3. National Center for Biotechnology Information. Morphine | C17H19NO3 - PubChem. 2020. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5288826%0Ahttps://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Morphine
4. FDA. Morphine sulphate. 2016. https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2016/204223s006lbl.pdf
7. MIMS. Morphine. 2021. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/erythromycin?mtype=generic

Pendahuluan Morfin
Formulasi Morfin

Artikel Terkait

  • Peran Obat Pelemas Otot dalam Terapi Nyeri Punggung Bawah Nonspesifik
    Peran Obat Pelemas Otot dalam Terapi Nyeri Punggung Bawah Nonspesifik
  • Manajemen Nyeri kanker Dengan Prinsip Pain Relief Ladder WHO
    Manajemen Nyeri kanker Dengan Prinsip Pain Relief Ladder WHO
  • Mengenali Nyeri Kronis Setelah Operasi dan Penanganannya
    Mengenali Nyeri Kronis Setelah Operasi dan Penanganannya
  • Penggunaan OAINS untuk Infeksi di Bidang THT
    Penggunaan OAINS untuk Infeksi di Bidang THT
  • Bahaya Penggunaan Opioid Jangka Panjang Untuk Penatalaksanaan Nyeri Kronis Non-kanker
    Bahaya Penggunaan Opioid Jangka Panjang Untuk Penatalaksanaan Nyeri Kronis Non-kanker

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
5 hari yang lalu
Manajemen nyeri untuk pasien lansia riwayat nefrektomi dan CKD grade 1
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Pagi dok, izin bertanya. Penggunaan tramadol untuk mengatasi nyeri sedang-berat pada pasien wanita usia 80 tahun dengam riwayat nefrektomi dan CKD grade 1,...
Anonymous
16 November 2022
Pasien dengan nyeri post injeksi vitamin C
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alodok, saya ada pasien post inj. vit c 1cc terakhir needle wing sedikit bergeser krn pasien bergerak sehingga ada bagian yg mengenai jaringan...
Anonymous
25 Oktober 2022
Penanganan pasien dengan ischialgia/nyeri ischiatica - Rehabilitasi Medik Ask the Expert
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dokter Ananda, Sp.KFR izin bertanya untuk pasien dengan ischialgia/nyeri ischiatica, nyeri dan kekakuan tulang belakang karena osteoporosis atau...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.