Mengapa Negara dengan Tingkat Vaksinasi COVID-19 Serupa Memiliki Luaran Berbeda – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Countries with Similar COVID-19 Vaccination Rates yet Divergent Outcomes: Are All Vaccines Created Equal?

Alhinai ZA, Elsidig N. International Journal of Infectious Disease. 2021;110:258-260. PMID: 34157386.

Abstrak

Dunia saat ini sedang fokus melakukan vaksinasi untuk menekan angka infeksi dan mengontrol pandemi COVID-19. Beberapa negara telah melaporkan angka vaksinasi yang cukup tinggi. Namun, ada variasi luaran pascavaksinasi COVID-19 antar berbagai negara, termasuk antar negara-negara yang memiliki tingkat vaksinasi serupa.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Peneliti menjelaskan perbedaan luaran vaksinasi COVID-19 antar dua negara tetangga, yaitu Bahrain dan Qatar. Kedua negara ini telah mencapai angka vaksinasi yang baik. Namun, kasus COVID-19 meningkat di Bahrain dan menurun di Qatar. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor tetapi penulis berargumentasi bahwa kondisi ini mungkin disebabkan oleh penggunaan vaksin COVID-19 jenis inactivated di Bahrain.

Peneliti kemudian melakukan analisis lanjutan untuk membandingkan luaran dari 10 negara dengan angka vaksinasi tinggi untuk menilai apakah ada perbedaan luaran antar vaksin jenis inactivated dan jenis lain.

Hasil analisis ternyata tampak sejalan dengan luaran di Bahrain dan Qatar. Negara yang menggunakan vaksin COVID-19 mRNA dan/atau vektor adenovirus mengalami penurunan mortalitas COVID-19 harian, sedangkan negara yang menggunakan vaksin inactivated tidak. Hasil ini menunjukkan perlunya studi lebih lanjut tentang efektivitas vaksin COVID-19 tipe inactivated sebelum penggunaan yang lebih luas dilakukan.

Mengapa Negara dengan Tingkat Vaksinasi COVID-19 Serupa Memiliki Luaran Berbeda – Telaah Jurnal Alomedika-min (1) Sumber Gambar: Faboi, Shutterstock, 2020.

Ulasan Alomedika

Saat ini semua negara sedang berupaya untuk melakukan vaksinasi COVID-19 dan mengendalikan pandemi COVID-19. Seiring dengan makin tingginya tingkat vaksinasi dengan berbagai jenis vaksin, pertanyaan klinis mengenai efektivitas tiap jenis vaksin COVID-19 pun mulai bermunculan.

Sebagai informasi, contoh vaksin tipe inactivated adalah vaksin COVID-19 Sinovac dan Sinopharm. Sementara itu, contoh vaksin tipe mRNA adalah vaksin COVID-19 Moderna dan Pfizer. Contoh vaksin vektor adenovirus adalah vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Peneliti menemukan luaran yang bertolak belakang pada dua negara tetangga dengan tingkat vaksinasi yang mirip (vaksinasi telah dilakukan pada >50% penduduk), yaitu Bahrain dan Qatar. Angka kematian COVID-19 meningkat di Bahrain tetapi menurun di Qatar. Kondisi ini mungkin bisa disebabkan oleh alasan lain, tetapi peneliti menduga bahwa perbedaan jenis vaksin yang digunakan bisa menjadi penyebab.

Mayoritas vaksinasi di Bahrain menggunakan vaksin COVID-19 tipe inactivated (sekitar 60%), sedangkan vaksinasi di Qatar hanya menggunakan vaksin tipe mRNA secara eksklusif. Peneliti melakukan analisis lebih lanjut terhadap 10 negara dengan tingkat vaksinasi COVID-19 yang tinggi untuk mengonfirmasi apakah benar ada perbedaan luaran pada penggunaan jenis vaksin yang berbeda.

Ulasan Metode Penelitian

Analisis menggunakan data sekunder dari John Hopkins University dan Our World in Data, yakni suatu badan independen yang menganalisis bermacam data dari seluruh dunia. Peneliti memperluas pencarian data terhadap 10 negara yang memiliki tingkat vaksinasi COVID-19 tertinggi per kapita. Tiap negara memiliki populasi >500.000.

Dari 10 negara tersebut, 5 negara menggunakan vaksin tipe inactivated, yaitu Bahrain, Republik Chili, Hongaria, Republik Maladewa, dan Mongolia. Sementara itu, 5 negara yang lain menggunakan vaksin tipe mRNA dan/atau tipe vektor adenovirus, yakni Malta, Israel, Qatar, Amerika Serikat, dan Inggris.

Ulasan Hasil Penelitian

Dari analisis data tersebut, tampak bahwa negara yang menggunakan vaksin berbasis mRNA dan/atau vektor adenovirus mengalami penurunan tren kematian harian sejak 31 Januari 2021, sedangkan negara yang menggunakan vaksin tipe inactivated tidak mengalami penurunan tren kematian.

Kelima negara yang menggunakan vaksin tipe inactivated cenderung memiliki angka kematian harian (per 1 juta orang) yang lebih tinggi. Temuan ini membentuk suatu hipotesis bahwa penggunaan vaksin tipe inactivated berhubungan dengan luaran yang kurang baik dalam pengendalian COVID-19 bila dibandingkan vaksin mRNA dan/atau vaksin vektor adenovirus.

Kelebihan Penelitian

Pada penelitian ini, analisis disajikan secara deskriptif berdasarkan data sekunder dengan membandingkan hasil penelitian secara awal. Hal ini memberikan informasi dari real world yang tidak terbatasi oleh jumlah sampel.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini kurang memberikan informasi yang jelas tentang metode analisis dan data yang dipaparkan, sehingga pembaca bisa sulit memastikan apakah pencatatan angka kematian telah dilakukan dengan baik dan bagaimana pembatasan definisi kematian terkait COVID-19.

Peneliti juga tidak menjelaskan faktor lain yang diduga menjadi penyebab peningkatan angka kematian, seperti pelonggaran physical distancing yang mungkin dilaksanakan terlalu awal maupun alasan ilmiah mengapa suatu negara lebih memilih satu vaksin dibandingkan vaksin lainnya.

Selain itu, penelitian ini tidak menjelaskan analisis bias dari publikasi hasil studi yang sebelumnya, sehingga pembaca mungkin kesulitan menyimpulkan apakah penelitian sebelumnya cenderung netral atau cenderung menyudutkan jenis vaksin tertentu.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Penelitian ini menjadi masukan yang dapat direnungkan, mengingat penggunaan vaksin COVID-19 tipe inactivated cukup tinggi di Indonesia. Hasil penelitian ini mungkin bisa dijadikan pertimbangan awal untuk vaksinasi dosis ketiga dengan vaksin tipe mRNA.

Namun, dokter perlu mengingat bahwa tingginya insidensi dan mortalitas COVID-19 tidak selalu disebabkan oleh kurangnya efektivitas vaksin. Dalam perjalanan penyakit infeksi, faktor manusia sebagai pejamu, faktor virus SARS-CoV-2, dan faktor lingkungan harus ikut dipertimbangkan. Contoh faktor yang dapat memengaruhi insidensi dan mortalitas COVID-19 adalah munculnya varian baru yang lebih resisten terhadap vaksin dan adanya pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat.

Referensi