Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Tes Provokasi Bronkial general_alomedika 2022-08-25T10:57:51+07:00 2022-08-25T10:57:51+07:00
Tes Provokasi Bronkial
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Tes Provokasi Bronkial

Oleh :
dr. Monik Alamanda
Share To Social Media:

Teknik tes provokasi bronkial dilakukan dengan menilai penurunan forced expiratory volume detik pertama (FEV1) setelah administrasi stimulus, dibandingkan dengan nilai awal. FEV1 diukur menggunakan spirometri.

Persiapan Pasien

Pasien diedukasi mengenai proses tes provokasi bronkial dan efek samping yang mungkin terjadi. Pasien dapat menunjukkan gejala ringan dari bronkokonstriksi berupa mengi, batuk, dyspnea, dan rasa terjepit pada dada. Namun, sebagian besar kasus tidak mengalami gejala apapun. Pasien juga perlu diinformasikan mengenai risiko timbulnya gejala berat bronkokonstriksi.[5]

Pasien diminta untuk memakai baju yang nyaman. Apabila akan dilakukan tes provokasi bronkial dengan stimulus olahraga, pasien disarankan untuk menggunakan sepatu olahraga dan tidak mengonsumsi makanan berat sebelum tes dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melakukan olahraga empat jam sebelum tes karena dapat menimbulkan periode refrakter pada tes.[1]

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kontraindikasi. Pada anamnesis, juga ditanyakan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.[5]

Pasien diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu. Ekspirasi paksa yang dilakukan pada saat tes berlangsung dapat menginduksi inkontinensia stres, terutama pada lansia wanita.

Tidak Mengonsumsi Beberapa Jenis Obat Sebelum Pemeriksaan

Terdapat beberapa agen yang dapat menurunkan responsivitas bronkial. Masing-masing agen memiliki interval pengaruh yang berbeda. Untuk itu, pasien diminta untuk tidak mengonsumsi agen-agen tersebut sesuai dengan interval waktu minimum dari dosis terakhir:

  • Interval waktu minimum 3 hari: cetirizine dan hidroksizin
  • Interval waktu minimum 2 hari: bronkodilator inhalasi dan oral durasi panjang, misalnya teofilin, salmeterol, formoterol.
  • Interval waktu minimum 24 jam: antikolinergik inhalasi durasi pendek, teofilin oral durasi sedang, agonis beta 2 durasi panjang oral, dan leukotriene modifiers oral
  • Interval waktu minimum 8 jam: kromolin natrium oral dan agonis beta 2 inhalasi durasi pendek seperti isoproterenol, metaproterenol, salbutamol, dan terbutalin[3,5]

Peralatan

Pada tes provokasi bronkial, peralatan yang dibutuhkan tergantung pada stimulan apa yang dipilih untuk digunakan. Selain itu, peralatan kegawatdaruratan juga harus tersedia untuk mengantisipasi adanya obstruksi jalan napas berat akibat pemeriksaan.

Peralatan dan Tim Resusitasi

Tes provokasi bronkial berisiko menyebabkan obstruksi pernapasan yang mengancam nyawa. Personel dan peralatan untuk melakukan resusitasi harus tersedia sebelum tes dilakukan.[5]

Ruangan Berventilasi Baik

Ruangan pemeriksaan harus memiliki ventilasi yang baik untuk meminimalisir paparan stimulus bronkokonstriktor terhadap pemeriksa. Ruangan sebaiknya memiliki exhaust atau pembersih udara dengan filter yang baik.[5]

Bronkodilator

Obat-obatan bronkodilator disediakan untuk memulihkan kondisi bronkokonstriksi setelah tes dilakukan.[5]

Stimulus

Stimulus bronkokonstriktor yang diberikan tergantung dari jenis provokasi bronkial yang akan dilakukan. Agen yang paling sering dipakai pada tes provokasi langsung adalah metakolin. Namun obat ini belum tersedia di Indonesia, sehingga tes langsung biasanya tidak dilakukan di Indonesia.

Stimulus tidak langsung dapat dibagi menjadi stimulus fisik dan stimulus obat.

  • Stimulus fisik : olahraga atau semprotan anisotonik berupa cairan hipertonik, hipotonik, atau mannitol

  • Stimulus obat : adenosine, takikinin, bradikinin, metabisulfit, propranolol, endotoksin, faktor aktivasi platelet, dan ozon

Di Indonesia, yang paling sering dilakukan adalah administrasi mannitol atau olahraga.[3]

Olahraga dapat dilakukan dengan treadmill atau sepeda elektrik. Untuk tes dengan mannitol, disiapkan mannitol dalam sediaan inhaler.[1]

Spirometri

FEV1 pasien dinilai sebelum dan setelah administrasi agen provokasi. FEV1 diukur menggunakan spirometri.[2]

Monitor

Selama tes dilakukan, alat monitor saturasi oksigen harus terpasang. Apabila akan dilakukan tes provokasi bronkial dengan stimulus olahraga, selain oksimetri, monitor tekanan darah dan EKG juga harus terpasang.[1]

Posisi Pasien

Pasien berada dalam posisi duduk pada kursi yang stabil dengan tempat sandaran siku. Kursi sebaiknya tidak memiliki roda.[5]

Prosedural

Berikut adalah tahapan dari pemeriksaan tes provokasi bronkial secara umum:

  1. Pastikan pasien telah mengerti dan memberikan persetujuan tindakan. Pastikan semua alat dan bahan yang dibutuhkan tersedia
  2. Pasang oksimetri pada pasien. Apabila stimulus berupa olahraga, monitor EKG, tekanan darah, dan oksimeter harus selalu terpasang pada pasien selama tes dilakukan. Nilai oksimeter harus di atas 94% sebelum tes dilakukan
  3. Melakukan spirometri untuk menentukan nilai awal. Lakukan pencatatan nilai FEV1 dan FVC (forced vital capacity). Nilai FEV1 disarankan lebih dari 75% untuk melakukan tes
  4. Berikan stimulus yang dipilih. Di Indonesia, stimulus yang paling banyak digunakan adalah olahraga dan mannitol[1,6]

Stimulus Olahraga

Tes provokasi bronkial dengan olahraga dilakukan di atas treadmill atau bicycle ergometer. Pemeriksaan dikatakan positif jika terjadi penurunan FEV1 sebanyak 15% dari nilai awal.[3]

Sebelum melakukan protokol olahraga, perlu ditentukan dulu intensitas olahraga dan target frekuensi nadi atau pernapasan yang diharapkan. Kemudian, setelah protokol selesai, FEV1 diukur menggunakan spirometri dalam 30 menit setelah olahraga. Pengukuran FEV1 dapat dilakukan pada menit ke-3, 6, 10, 15, dan 30.[1]

Protokol Treadmill :

Jika stimulus olahraga dilakukan di atas treadmill, kecepatan dan derajat ditambah secara bertahap dalam 2-3 menit aktivitas fisik hingga kadar yang diharapkan tercapai. Kebugaran fisik dan berat badan pasien akan mempengaruhi seberapa cepat dan berat paparan olahraga yang dibutuhkan hingga frekuensi napas atau nadi yang diharapkan dapat tercapai.

Pendekatan yang disarankan adalah untuk segera mencapai kecepatan yang nyaman dengan kemiringan 5,5%, kemudian menaikkan kemiringan treadmill hingga target frekuensi napas atau nadi tercapai, umumnya hingga kemiringan 10%. Pemeriksaan dianggap selesai ketika pasien telah berolahraga hingga target frekuensi napas atau nadi tercapai selama 6 menit.[1]

Protokol Bicycle Ergometer :

Jika bicycle ergometer digunakan, beban olahraga dinaikkan secara cepat menggunakan sistem rem elektromagnet hingga ventilasi target tercapai. Target ventilasi atau frekuensi nadi diharapkan tercapai dalam 2-3 menit. Hasil pemeriksaan dianggap valid jika intensitas olahraga yang ditargetkan dapat dipertahankan selama 6 menit.[1]

Stimulus Mannitol

Tes provokasi dengan mannitol dianggap positif jika FEV1 berkurang 15% atau lebih dari nilai awal dengan ≤ 635 mg akumulasi dosis mannitol.[3]

Tes provokasi dengan mannitol dilakukan dengan capsule-based dry powdered inhaler device yang digunakan untuk memaparkan mannitol dalam dosis yang ditingkatkan secara bertahap.

  1. Masukkan kapsul tanpa mannitol ke dalam alat inhaler

  2. Pasien diminta untuk menghembuskan napas tanpa menyentuh alat, memiringkan kepala ke belakang sedikit, lalu memasukkan alat inhaler ke dalam mulut dengan dimiringkan 45 derajat ke atas dan bibir tertutup rapat pada mouthpiece

  3. Minta pasien menarik napas, kemudian tahan selama 5 detik
  4. Setelah 5 detik berlalu, minta pasien menghembuskan napas tanpa menyentuh alat, dan bernapas seperti biasa
  5. Dalam 1 menit, dokter harus melakukan pengukuran FEV setidaknya 2 kali. Nilai tertinggi dianggap sebagai baseline

  6. Setelah pengukuran spirometri dilakukan, berikan mannitol melalui alat sesuai dengan siklus yang telah dijelaskan sebelumnya. Lakukan peningkatan dosis manitol secara bertahap (5 mg, 10 mg, 20 mg, 40 mg, 40 mg kedua, 40 mg ketiga, dan seterusnya)

Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan tes provokasi mannitol adalah untuk selalu melakukan pengukuran spirometri dalam 1 menit setelah pemberian dosis. Jika lebih dari 1 kapsul dibutuhkan, maka 1 menit dihitung dari inhalasi kapsul terakhir.

Dosis kumulatif mempengaruhi penilaian dari tes provokasi dengan mannitol, sehingga dosis harus diberikan segera setelah spirometri dan interval antar dosis perlu diminimalisir.

Protokol dihentikan jika ada penurunan FEV1 15% dari baseline, penurunan 10% antara 2 dosis berurutan, atau dosis kumulatif telah mencapai 635 mg.[1]

Referensi

1. Hallstrand TS, Leuppi JD, Joos G, Hall GL, Carlsen K-H, Kaminsky DA, et al. ERS technical standard on bronchial challenge testing: pathophysiology and methodology of indirect airway challenge testing. Eur Respir J. 2018 Nov;52(5):1801033.
2. Sayeedi I, Widrich J. Methacholine Challenge Test. [Updated 2020 Jun 2]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547716/
3. Lee MK, Yoon HK, Kim SW, Kim T-H, Park SJ, Lee YM. Nonspecific Bronchoprovocation Test. Tuberc Respir Dis. 2017 Sep 1;80(4):344–50.
5. Coates AL, Wanger J, Cockcroft DW, Culver BH, the Bronchoprovocation Testing Task Force, Carlsen K-H, et al. ERS technical standard on bronchial challenge testing: general considerations and performance of methacholine challenge tests. Eur Respir J. 2017 May;49(5):1601526.
6. Anderson SD. Bronchial challenge tests: usefulness, availability and limitations. Breathe. 2011 Sep 1;8(1):53–60.

Kontraindikasi Tes Provokasi Bro...
Komplikasi Tes Provokasi Bronkial

Artikel Terkait

  • Apakah Ini Saat yang Tepat untuk Berhenti Meresepkan Salbutamol Oral?
    Apakah Ini Saat yang Tepat untuk Berhenti Meresepkan Salbutamol Oral?
  • Penggunaan Antibiotik pada Serangan Asthma
    Penggunaan Antibiotik pada Serangan Asthma
  • Terapi Inhalasi Nebulizer Vs MDI Spacer Sebagai Terapi Asma Akut pada Anak di Rumah
    Terapi Inhalasi Nebulizer Vs MDI Spacer Sebagai Terapi Asma Akut pada Anak di Rumah
  • Penatalaksanaan Asma pada Awal Kehamilan
    Penatalaksanaan Asma pada Awal Kehamilan
  • Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi Dosis Tinggi pada Asma Eksaserbasi
    Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi Dosis Tinggi pada Asma Eksaserbasi

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
23 Desember 2022
Obat asma yang aman untuk ibu hamil - Obgyn Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter Thomas,Sp.OG, apa saja obat asma yang aman untuk ibu hamil terutama pada trisemester pertama?Terimakasih dok🙏
dr. Hudiyati Agustini
21 Desember 2022
Pilihan Terapi Yang Tepat untuk Pasien Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) - Artikel Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!Pilihan terapi yang tepat untuk pasien asma dan PPOK adalah kombinasi long-acting beta-2 agonist (LABA) dan inhaled corticosteroid (ICS). Termasuk...
Anonymous
01 Desember 2022
Edukasi pasien anak dengan asma - Anak Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter Yoke, Sp.A, kapan anak bisa didiagnosis asma? Mengingat kadang tidak selalu ditemukan mengi dan pasien usia yang masih sangat dini biasanya lebih...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.