Diagnosis Faringitis
Diagnosis faringitis umumnya dapat ditegakkan secara klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, kecuali pada kasus yang dicurigai disebabkan oleh Group A Streptococcus β-haemolyticus (GAS) atau tidak berespon dengan pengobatan.
Anamnesis
Pasien faringitis umumnya mengeluhkan nyeri tenggorokan. [6] Keluhan demam, batuk kering ataupun berdahak serta pilek juga bisa ditemukan. [17]
Faringitis yang diakibatkan oleh Group A Streptococcus β-haemolyticus (GAS) seringkali dialami anak usia 4- 7 tahun dengan onset mendadak. Pasien cenderung tidak mengeluhkan gejala batuk atau rhinorrhea yang biasanya didapati pada kasus faringitis akibat infeksi virus. Selain itu adanya riwayat kontak dengan penderita GAS atau demam reumatik, walaupun bukan berarti jika tidak ada kontak dengan penderita menghilangkan kemungkinan diagnosis faringitis akibat GAS. Riwayat demam reumatik sangat penting untuk ditanyakan karena dapat berulang. [4]
Faringitis harus dibedakan dengan infeksi difteri dimana nyeri tenggorokan disertai keluhan sesak dan pembengkakan leher. [6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik rongga mulut akan didapatkan faring hiperemis, palatum petechiae, atau lesi vesikular. Perlu juga dilakukan pemeriksaan tonsil untuk menilai ada tidaknya eksudat dan pembesaran tonsil.
Pada kasus faringitis akibat infeksi virus seringkali juga ditemukan rhinorrhea, konjungtivitis, stomatitis, dan suara serak. Oleh karena itu, pemeriksaan telinga, hidung, dan mata juga perlu dilakukan. Limfadenopati juga dapat ditemukan. [4,16]
Sistem Skoring
Pada kasus faringitis akibat GAS terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis, yakni kriteria Centor dan skoring McIsaac.
Kriteria Centor terdiri atas 4 poin yaitu:
- Demam
- Limfadenopati cervical anterior
- Eksudat tonsillar
- Tidak ada gejala batuk.
Masing-masing komponen bernilai satu poin. Skor 4 mengindikasikan kemungkinan GAS faringitis, sedangkan skor 0-1 mengindikasikan kemungkinan penyebab lain selain infeksi GAS. [4]
Skoring McIsaac hampir mirip dengan kriteria Centor. Skoring terdiri atas 4 kriteria berikut.
-
Tidak ada gejala batuk (+1)
-
Limfadenopati koli anterior (+1)
-
Suhu > 38 derajat Celsius (+1)
-
Usia
-
3-14 tahun (+1)
-
15-44 tahun (0)
-
≥45 tahun (-1)
-
Studi pada salah satu rumah sakit di Palembang menunjukkan skor McIsaac dengan nilai ≥4 mempunyai sensitivitas dan spesifisitas paling baik yaitu 84,6% dan 68,7%. Oleh karena itu pada pasien dengan skor ≥4 direkomendasikan dilakukan pemeriksaan Rapid Antigen Detection Test (RADT) atau apusan. [2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding faringitis adalah dengan penyakit lain yang menyebabkan keluhan sakit tenggorokan, misalnya mononukleosis, difteri, demam scarlet, dan gastroesophageal reflux disease.
Mononukleosis
Gejala mononukleosis berupa nyeri tenggorokan, demam, dan malaise. Pada pemeriksaan fisik tampak faring hiperemis disertai eksudat serta limfadenopati colli posterior. Selain itu kadang terjadi pembesaran hepar dan limpa. [7]
Difteri
Pada difteri, gejala berupa nyeri tenggorokan, demam tidak terlalu tinggi disertai adanya pseudomembran pada tonsil yang dapat meluas ke palatum, uvula, faring, hingga menutupi jalan napas. Pada pemeriksaan apusan tenggorok akan ditemukan koloni Corynebacterium difteri.[7]
Demam Scarlet
Demam scarlet ditandai dengan faringitis akibat infeksi S.pyogenes, demam, dan ruam kulit. Biasanya ruam berbentuk papul eritema dengan penampakan “sandpaper” mulai hari pertama atau kedua dan dapat menetap hingga enam sampai sembilan hari. [16]
Gastroesophageal Reflux Disease
Faringitis merupakan salah satu komplikasi ekstraesofageal yang mungkin timbul pada gastroesophageal reflux disease (GERD). Refluks isi gaster (asam lambung dan pepsin) hingga ke area faring dapat mengakibatkan kerusakan mukosa yang menimbulkan nyeri tenggorok. [18]
Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring adalah karsinoma sel skuamosa non limfomatous pada jaringan mukosa nasofaring. Keluhan tersering yang dialami oleh pasien adalah pembengkakan pada leher dan otitis serosa unilateral. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan endoskopi dan imaging. Kemudian, diagnosis definitif melalui gambaran histopatologi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan pada kasus faringitis yang dicurigai akibat infeksi virus. Tetapi jika dicurigai ada infeksi GAS atau jika pasien tidak respon dengan pengobatan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. [6]
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin tidak dapat membedakan etiologi viral atau bakteri pada faringitis. Tetapi pemeriksaan ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding lain, misalnya pada pasien yang dicurigai demam dengue. [8]
Rapid Antigen Detection Test (RADT)
Rapid Antigen Detection Test (RADT) merupakan tes diagnostik untuk membantu penegakan faringitis GAS. Pemeriksaan ini menilai ada tidaknya karbohidrat Streptococcus group A pada swab tenggorok. Pemeriksaan hanya membutuhkan waktu sebentar dengan nilai spesifisitas yang tingggi. Nilai spesifisitas tes ini mencapai 98% dan sensitivitas 70%. [19]
Apus Tenggorok
Apus tenggorok memiliki sensitivitas yang tinggi 90-99% untuk mendiagnosis faringitis GAS. Pemeriksaan ini memerlukan 18-24 jam inkubasi pada suhu 37 C sebelum hasil bisa didapatkan.
Rontgen Leher Lateral
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran anatomi jalan napas untuk menilai gangguan jalan napas maupun epiglotitis.
CT Scan Jaringan Lunak Leher
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kasus abses atau infeksi leher dalam. [4]