Patofisiologi Faringitis
Patofisiologi faringitis tergantung pada organisme penyebab. Umumnya penularan terjadi melalui kontak dengan sekret nasal maupun droplet yang mengandung patogen. [7]
Adenovirus
Adenovirus menginfeksi mukosa secara langsung, mengakibatkan faringitis, demam, dan konjungtivitis. [8]
Rhinovirus
Rhinovirus melakukan penetrasi ke sel epitel mukosa hidung bersilia, selanjutnya menimbulkan peradangan pada mukosa nasofaring dan saluran pernapasan bagian atas. [9]
Epstein-Barr virus
Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) ditandai dengan faringitis, demam, limfadenopati coli, serta ditemukan limfosit perifer besar atipikal. EBV menular lewat sekret oral dan transfusi darah. Dalam masa inkubasi infeksi primer, replikasi terjadi dalam kavum oral. Virus tersebut menginfeksi sel B dan sel epithelial tonsil, menyebabkan viremia. Timbul respon imun terutama melibatkan sel T CD8 dan sel NK (Natural Killer). [10]
Virus Influenza
Penularan virus influenza terjadi melalui droplet. Virus melakukan penetrasi ke epitel saluran napas pada epitel bersilia maupun tanpa silia. Timbul peradangan yang ditandai dengan ditemukannya sel proinflamasi pada lamina propria hingga nekrosis epitel saluran pernapasan pada sediaan histopatologi. [11]
Group A Streptococcus β-haemolyticus
Group A Streptococcus (GAS) cenderung berkolonisasi pada kulit atau mukosa nasofaring. Perlekatan GAS pada mukosa nasofaring selanjutnya diikuti peradangan pada faring. GAS mengalami perlekatan dengan sel melalui asam lipoteichoic.
Sekuele berupa demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik dapat timbul pasca faringitis melalui reaksi silang antibodi dan sel T terhadap protein di tubuh host yang memiliki struktur serupa. [12]