Diagnosis Schizophrenia
Diagnosis schizophrenia atau biasa dikenal dengan skizofrenia menjadi sulit karena bergantung pada pemeriksaan keadaan mental, biasanya melalui wawancara klinis serta observasi pada perilaku pasien. Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5) dapat digunakan sebagai pedoman diagnostik pada schizophrenia. [2,8]
Anamnesis
Anamnesis pada schizophrenia perlu dilakukan untuk mengesampingkan penyebab lain dari gejala psikotik yang ditunjukkan oleh pasien. Informasi mengenai riwayat medis dan psikiatrik dalam keluarga, perincian tentang kehamilan dan masa kanak-kanak juga mengambil peran penting, apakah pasien merupakan anak yang tidak diharapkan atau pasien sering menjadi korban bullying teman-temannya, keadaan emosional anak cenderung lebih suka bermain sendiri dan gelisah. Riwayat obat-obatan yang digunakan serta riwayat penyalahgunaan zat. [6]
Schizophrenia biasanya terjadi pada usia menjelang 30an dan terdapat perubahan yang nyata dalam kepribadian dan penurunan baik dalam fungsi akademik, sosial dan interpersonal yang dimulai ketika remaja. Gejala ini akan berlangsung antara 1-2 tahun sebelum akhirnya pasien mengunjungi psikiater untuk pertama kalinya. Gejala schizophrenia dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
- Gejala positif: halusinasi umumnya auditorik, delusi/waham dan ucapan serta perilaku yang tidak teratur
- Gejala negatif: kurangnya motivasi dengan hilangnya minat terhadap hal-hal di sekitarnya, berpikir dan bergerak secara lambat, penarikan sosial menjadi orang yang tertutup, dingin, egois dan terasingkan
- Gejala kognitif: kurangnya konsentrasi dan kemampuan untuk mengatur sesuatu, sulit untuk memulai komunikasi atau hubungan dengan orang lain
- Gejala mood: pasien dapat tampak ceria atau sedih dengan cara yang sulit dipahami namun sering kali mengalami depresi [6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada schizophrenia yang biasa disebut juga skizofrenia biasanya tidak memberikan kontribusi yang bermakna. Pemeriksaan ini hanya diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit yang lain. Namun, pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan neurologis sebagai patokan sebelum memulai pengobatan antipsikotik, karena efek sampingnya yang dapat mempengaruhi neurologis. [6]
Pemeriksaan Status Mental
Dalam melakukan diagnosis pada pasien dengan schizophrenia selain anamnesis perlu dilakukan pemeriksaan pada status mental pasien yang akan dilakukan oleh tenaga ahli. Walaupun pemeriksaan ini memiliki kriteria, namun penilaian subjektif dari tenaga medis akan dimulai saat pasien memasuki kantor. Pemeriksaan ini meliputi:
- Penampilan: melihat secara keseluruhan cara jalan, cara duduk, cara berpakaian, dandanan, kebersihan diri, ada/tidaknya cacat fisik, sesuai dengan usia atau lebih muda/lebih tua.
- Sikap: kooperatif atau tidak dengan pemeriksa, gaduh gelisah atau sebentar-sebentar ingin meninggalkan tempat duduk, bermusuhan atau tidak kooperatif dengan pemeriksa.
- Mood: Suasana perasaan pasien. Hasil yang dapat diperoleh berupa hipertimia (manik), eutimia (normal), hipotimia (depresi), disforia (cepat marah/tersinggung), labil (bila marah dapat membahayakan orang sekitarnya).
- Afek: memperhatikan mimik pasien (gerak alis, bibir, kedipan mata, dll) atau bahasa tubuh. Hasil penilaian berupa datar/terbatas/serasi dengan mood/tidak serasi dengan mood.
- Proses pikir: selama wawancara apakah relevan (koheren) / tidak relevan sama sekali (inkoheren), apakah ide satu tidak ada kaitan dengan ide bicara lainnya (asosiasi longgar), jawaban berputar-putar, apakah tidak menjawab atau terhenti tiba-tiba (blocking).
- Isi pikir: isi pembicaraan hanya tertentu dan diulang-ulang (miskin ide), ada waham (kebesaran, kejaran, nihilistik, aneh, dll) atau hanya preokupasi.
- Persepsi: ada halusinasi/tidak (auditorik/visual/taktil)
- Tilikan: apakah pasien sadar dirinya sakit atau tidak [11]
Kriteria Diagnosis Schizophrenia
Diagnosis pada schizophrenia dapat dilakukan melalui wawancara klinis mengacu pada DSM-5. Diagnosis schizophrenia ditegakkan bila tidak terdapat gangguan organik yang mendasari, salah satu kriteria A-C terpenuhi, serta kriteria pengecualian tidak terpenuhi.
Kriteria Simtomatik (Kriteria A)
Kriteria A mensyaratkan munculnya gejala khas atau gejala lainnya dengan durasi minimal 1 bulan atau untuk waktu yang lebih sedikit jika pengobatan berhasil. Setidaknya harus ada 2 kriteria A dalam waktu minimal 1 bulan atau lebih. Kriteria tersebut adalah delusi/waham, halusinasi, ucapan tidak terorganisir, perilaku katatonik dan gejala negatif. [8]
Kriteria Fungsi (Kriteria B)
Kriteria B membutuhkan kemunduran yang signifikan pada salah satu atau lebih pada area fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau bisa tidaknya individu dalam merawat dirinya sendiri. [8]
Kriteria Durasi (Kriteria C)
Kriteria C membutuhkan total durasi 6 bulan berturut-turut. Dalam periode 6 bulan ini harus ada setidaknya 1 bulan gejala fase aktif (gejala psikotik yang nyata). Durasi yang lebih pendek dari fase aktif hanya diperbolehkan masuk dalam kriteria jika pengobatan berhasil. Gejala lainnya yang dapat ditemukan adalah gejala psikotik, gejala prodromal sebelum psikosis nyata, atau gejala residu setelah resolusi gejala psikotik. Gejala residual ini didefinisikan sebagai kepercayaan aneh, pemikiran magis, ide referensi, pengalaman persepsi yang aneh, ucapan tidak jelas atau perilaku aneh. [8]
Kriteria Pengecualian (Kriteria D-F)
Individu dengan gangguan suasana hati (mood) atau gangguan schizoafektif tidak termasuk dalam mendiagnosis schizophrenia. Pasien dengan schizophrenia seharusnya tidak mengalami episode manik atau depresi selama gejala psikotik fase aktif atau jika ada episode perubahan mood yang bersamaan dengan fase aktif. Selain itu, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5) menyebutkan bahwa gejala hasil dari efek fisiologis penyalahgunaan zat dan obat atau adanya kelainan neurologis dan medis tidak termasuk kriteria diagnosis schizophrenia. [8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding schizophrenia atau lebih dikenal skizofrenia yang perlu diperhatikan sebelum melakukan diagnosis karena gangguan ini dapat pula berkaitan dengan penggunaan zat tertentu. Gejala pada gangguan ini hampir sama dengan schizophrenia berupa delusi/waham dan halusinasi auditorik namun yang membedakan adalah riwayat penggunaan obat atau zat tertentu yang perlu dievaluasi durasi, frekuensi, dosis dan waktu sejak penggunaan terakhir zat/obat tersebut. Obat yang paling sering dikaitkan dengan psikosis adalah ganja, metamfetamin, kokain dan amfetamin, ketamin. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan urine untuk mengidentifikasi obat penyebab. [12]
Psikosis Organik
Banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan kejiwaan di antaranya epilepsi, tumor, cedera otak traumatik, HIV, neurosifilis, pellagra, defisiensi B12, herpes ensefalitis dan penyakit Wilson. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat dan cermat dapat membantu dalam membedakan penyakit-penyakit di atas dengan schizophrenia. Pemeriksaan penunjang seperti tes HIV, tes Herpes Simplex Virus (HSV) dalam cairan serebrospinal, kadar tembaga dalam urin, ceruloplasmin dalam darah dan kadar vitamin B12. [12]
Demensia dengan Psikosis
Demensia dengan psikosis memiliki gejala klinis yang sama dengan schizophrenia seperti delusi/waham namun pada pasien dengan demensia ini ditemukan pada usia yang lebih lanjut, riwayat keluarga dengan demensia dan penurunan kognitif yang bertahap. Pemeriksaan radiologis berupa CT-Scan atau MRI dapat dilakukan untuk melihat tanda-tanda khas perubahan otak pada demensia. [12]
Gangguan Schizoafektif
Gangguan schizoafektif merupakan suatu gangguan kejiwaan yang merupakan kombinasi dari dua gejala gangguan jiwa lainnya, yakni schizophrenia dan gangguan mood. Pasien dengan gangguan schizoafektif dapat mengalami gejala psikosis (delusi dan halusinasi) yang bersamaan dengan perubahan mood dari mania menjadi depresi secara bersamaan. [12]
Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang dapat terjadi pada seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati (mood) yang sangat ekstrem berupa episode manik dan episode depresi. Suasana hati pasien ini dapat berganti secara tiba-tiba dan sangat berlawanan dan berlebihan tanpa pola atau waktu yang pasti. [12]
Depresi dengan Episode Psikotik
Depresi dengan gejala psikotik merupakan gabungan antara episode depresi utama yang disertai dengan episode psikotik yang dapat berupa halusinasi (auditorik, visual, olfaktori) serta delusi. Orang dengan depresi psikotik ini mengalami depresi yang terkait dengan delusi atau halusinasi yang mereka alami. [12]
Hipertiroid
Gangguan tiroid seperti hipertiroid dapat disertai dengan gejala psikosis. Pada hipertiroid, akan ditemui tanda takikardia, gondok, penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas, palpitasi, tremor, kelemahan otot atau tonjolan mata. Pada hasil laboratorium, didapatkan peningkatan serum T3 dan T4 dengan kadar hormon perangsang tiroid yang rendah. [12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien schizophrenia dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab organik pada pasien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, elektrolit (termasuk kalsium), fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid, kadar vitamin B12, tes HIV, dan urinalisis. Urinalisis dilakukan untuk melihat adanya penyalahgunaan zat, serta infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan adalah rontgen toraks untuk mengeksklusi penyakit paru atau keganasan, serta elektroensefalografi (EEG). Pencitraan otak, seperti CT scan kepala atau MRI otak, juga perlu dilakukan untuk mengeksklusi hematoma subdural, vaskulitis, abses serebral, dan tumor.[12,13]