Etiologi Schizophrenia
Etiologi pasti schizophrenia (skizofrenia) tidak diketahui secara pasti, tetapi berhubungan dengan faktor genetik, perkembangan, dan faktor lingkungan. [3]
Genetik
Walaupun studi telah membuktikan adanya hubungan genetik dengan kejadian schizophrenia namun penyebabnya masih belum jelas hingga saat ini. Sebuah studi schizophrenia juga mengatakan bahwa faktor-faktor nongenetik lainnya juga berperan terhadap kejadian schizophrenia. Dalam kasus kembar monozigot, kemungkinan salah satunya menderita schizophrenia adalah sebesar 48% dan risikonya adalah 12-14% pada kasus kembar dizigot. Dalam kasus lainnya, anak dengan orang tua yang menderita schizophrenia memiliki peluang 40%. [3]
Studi yang mempelajari antara orang normal dengan keluarga yang memiliki riwayat schizophrenia didapatkan bahwa setidaknya ada dua pengaruh yang diwariskan dalam schizophrenia baik itu gejala positif, negatif maupun kognitif. Frekuensi gangguan kepribadian yang berhubungan dengan schizophrenia dan gejala psikosis lebih tinggi pada kelompok dengan riwayat schizophrenia dibandingkan dengan kelompok normal. [3]
Perkembangan dan Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap etiologi schizophrenia selama tiga dekade adalah hipotesis perkembangan saraf. Hal ini dimulai dari awal kehamilan, termasuk stres ibu, defisiensi nutrisi, infeksi ibu, retardasi pertumbuhan intrauterin dan komplikasi saat kehamilan dan kelahiran. Namun penyebab lainnya juga telah dikaitkan dengan schizophrenia. Sebagai contoh, stresor sosial misalnya diskriminasi atau kesulitan ekonomi dapat membuat seseorang cenderung berpikir delusional atau paranoid. [3]
Penemuan lainnya menunjukkan bahwa prevalensi schizophrenia lebih tinggi terjadi pada individu yang lahir selama akhir musim dingin atau awal musim semi, adanya hubungan antara individu yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah perkotaan dengan perdesaan, dan individu yang memiliki ayah dengan usia relatif tua namun hubungan antara anak dan orang tua juga perlu diperhatikan. Penemuan baru-baru ini juga menunjukkan penyalahgunaan ganja pada masa remaja khususnya penyalahgunaan senyawa dengan kandungan tetrahydrocannabinol (THC) yang tinggi juga dapat menjadi salah satu faktor yang tinggi. Demikian juga beberapa pengaruh lain seperti cedera atau trauma pada kepala, penyakit autoimun, epilepsi, serta infeksi parah. [3]
Faktor Biokimia
Beberapa jalur biokimia memiliki kontribusi pada schizophrenia. Sejumlah neurotransmiter telah dikaitkan dengan gangguan ini, sebagian besar didasarkan pada respons pasien terhadap agen psikoaktif. Dopamin, serotonin, norepinefrin, GABA dan glutamat adalah neurotransmiter umum yang terlibat dalam patogenesis schizophrenia. [8]
Peran dopamin dalam schizophrenia didasarkan pada hipotesis yang berasal dari dua studi. Pertama, kelompok obat yang menghambat fungsi dopamin yang biasa dikenal sebagai fenotiazin dapat mengurangi gejala psikotik. Kedua, amfetamin yang meningkatkan pelepasan dopamin dapat menyebabkan psikosis paranoid dan memperburuk gejala schizophrenia serta disulfiram menghambat dopamin hidroksilase juga memperburuk gejala schizophrenia. [8]
Peran glutamat dalam schizophrenia juga didasarkan pada hipotesis bahwa dengan berkurangnya fungsi NMDA glutamat dapat memicu terjadinya schizophrenia. Hal ini juga dibuktikan pada otak post mortem yang sebelumnya didiagnosis dengan schizophrenia memiliki kadar glutamat yang rendah. Mengkonsumsi phencyclidine dan ketamin antagonis glutamat juga menyebabkan sindrom akut dan gangguan kognitif yang mirip dengan schizophrenia. [8]
Peran serotonin dalam schizophrenia ditunjukkan pada gejala negatif dan positif jika kadar serotonin individu berlebih. Aktivitas antagonis serotonin (clozapine) dan antipsikotik generasi kedua lainnya ditambah dengan efektivitas clozapine dapat membantu mengurangi gejala positif pada pasien dengan gangguan ini. [8]
Faktor Risiko
Faktor risiko schizophrenia atau lebih dikenal dengan skizofrenia didapatkan pada kelompok-kelompok tertentu, dengan faktor risiko yang dapat maupun tidak dapat dimodifikasi dapat mempengaruhi perkembangan schizophrenia. [9]
Prenatal dan Perinatal
Individu yang mengalami komplikasi dalam kehamilan dan kelahiran memiliki risiko schizophrenia yang tinggi. Hal ini kemungkinan besar dapat terjadi akibat otak janin yang terpapar oleh infeksi ibu saat hamil atau malnutrisi ibu termasuk asam folat atau vitamin D, namun belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai fenomena ini. Kemungkinan besar ini diakibatkan oleh perkembangan otak dan saraf pada awal kelahiran. [9]
Usia Ayah
Menurut sebuah penelitian pria yang menjadi seorang ayah dalam usia yang sudah lanjut memiliki peluang yang lebih besar memiliki anak dengan gangguan schizophrenia atau skizofrenia. Walaupun belum ada bukti apakah ini disebabkan oleh faktor psikologis atau biologis. [9]
Jenis Kelamin
Schizophrenia lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dengan ratio risiko 1,4/1. Penyakit ini juga lebih parah terjadi pada pria, sering terjadi pada usia 20-24 tahun namun lebih lama 5 tahun atau lebih pada wanita. [9]
Faktor Lingkungan dan Sosial
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Psychoses didapatkan angka kejadian schizophrenia atau skizofrenia lebih besar terjadi pada orang-orang yang lahir atau tinggal di pusat kota dibandingkan dengan yang lahir dan tinggal di daerah pedesaan. [9]
Penyalahgunaan Obat-obatan
Penyalahgunaan obat-obatan seperti amfetamin, metamfetamin dan kokain terutama pada usia remaja dan dengan dosis yang tinggi dapat meningkatkan angka kejadian schizophrenia (skizofrenia) terutama tipe paranoid. Walau demikian hubungan substance use disorder ini dengan schizophrenia hanya bersifat asosiasi, bukan kausal.[9]